TIGAPULUH

739K 65.1K 2.9K
                                    



Hari senin kembali tiba, saatnya Aliza memulai hari hari dengan bergulat bersama pelajaran sekolah yang akan ia hadapi lagi. Ia sudah berada dilapangan, menunggu acara upacara dimulai. Sedikit mendumel karena hari yang mulai panas dan pembina upacara yang masih saja bertele-tele.

Aliza tersenyum saat melihat kedua sahabatnya datang mendekat kearahnya. Biasalah, Zena dan Kanaya memang suka ngaret kalo upacara, giliran jalan jalan aja cepat.

"ada yang beda nggak dari gue ehm" ucap Zena berputar putar sembari mengibas rambutnya kearah Kanaya dan Aliza.

Kanaya menepis rambut Zena yang mengenai wajahnya.
"tajam banget tuh rambut kek sapu ijuk" omel Kanaya yang dibalas tatapan tajam oleh Zena.

"ehm beda apanya?" tanya Aliza memperhatikan Zena dari atas hingga bawah.

Zena menatap kesal kedua sahabatnya, ia memasang wajah marah ala kak ros.
"gue cuci rambut! samaa rambutnya gue warna agak kecoklatan" jelasnya kesal sendiri.

Aliza dan Kanaya hanya membuka mulut tanda O. Membuat Zena lagi lagi berdecak kesal melihat respon keduanya.

"ooo ajaa?" tanyanya.

"sama aja deh perasaan" beo Kanaya menarik pelan ujung rambut Zena.

"beda lah" sahut Zena tak mau kalah.

"kalo dimarahin guru gimana?" tanya Aliza menakut-takuti Zena.

Zena tampak ikut panik, ia mencoba beepikir sejenak.
"hemm" ucapnya sembari meletakkan jari telunjuk didagunya. "gue hitemin lagi aja" lanjutnya.

"apasi nggak bole dosaaaa" peringat Kanaya lalu menatap kearah Aliza meminta persetujuan gadis itu. " iya ngak za?" tanyanya.

"iyaa nggak boleh kalo dihitemin lagi, kecuali dipotong" jawab Aliza.

Zena mengganguk, untung saja ia hanya memirangkan sedikit bagian bawah. Jadi kalau dipotong tidak masalah.

"eh gue ketoilet dulu, kebelet pipis" ucap Aliza.

"mau ditemenin nggak?" tanya Zena yang dijawab gelengan oleh Aliza.

Aliza lalu berlari kecil kearah toilet wanita. Tapi tiba tiba saja sebuah tangan sudah menarik paksa dirinya. Membuat Aliza tak seimbang dan hampir saja tumbang. Aliza menatap punggung seseorang yang menariknya itu, lagi lagi Zero.

Zero membawa Aliza kesebuah perpustakaan lama pakai disebelah toilet. Ia lalu melempar paksa Aliza hingga membentur dinding. Untung saja Aliza sudah pasang kekuatan baja, jadi ia masih bisa menahan sakit atas dorongan kuat Zero.

Zero lalu mendekat kearah Aliza yang masih memasang wajah santai. Ia tahu Zero pasti akan membahas tentang Rana. Karena Aliza sudah baikan dengan Rana, dan Rana perlahan mendengarkan ucapannya membuat perasaan Aliza sedikit tenang.

"lo cuci otaknya Rana?" tanya Zero dengan wajah menahan amarah.

Aliza hanya mengangkat bahu acuh membuat Zero semakin geram.
"Gara gara lo, Rana kurang percaya sama omongan gue lagi!" bentak Zero tepat didepan wajah Aliza.

Melihat mimik wajah Aliza yang tampak santai membuat Zero naik pitam. Ia lalu menyeret Aliza, dan lagi lagi Aliza memberontak membuatnya kesulitan. Ia lalu berhenti, menampar pipi Aliza tanpa rasa kemanusiaan.

Mendapat perlakuan itu, Aliza langsung terdiam. Pipinya terasa mati rasa saat itu juga. Entahla, rasa lama saat saat Zero sering mengkasarinya kembali membuat hatinya sakit. Apalagi saat sekarang ia sudah bukan siapa siapa Zero, tapi pria itu selalu saja menjadikan Aliza bahan pelampiasan amarahnya.

Saat pacaran dulu, dan Zero kalah dalam pertandingan balap liar. Zero tampak tak terima atas kekalahan itu, Ia lalu memukul Aliza hingga membuat beberapa luka ditubuh mulus gadis itu. Entah kenapa Aliza hanya pasrah dan tetap mencintai Zero, dan sekarang ia menyesali kebodohannya.

Zero tanpa ampun menyeret tubuh mungil Aliza kedalam toilet. Aliza sudah berusaha sekuat mungkin dan lagi lagi Zero mengkasarinya. Membuat daya tahan tubuh Aliza melemah karena rasa sakit sudah menguasai sekunjur tubuhnya.

Zero melempar Aliza kedalam sebuah ruangan toilet, dan mengunci Aliza didalam sana. Lebih parahnya lagi, Ia menyalakan keran air yang akan membasahi seluruh tubuh Aliza. Setelah itu dengan langkah santai Zero keluar dari toilet, seakan tidak terjadi apa apa.

Aliza menagis, saat tubuhnya sudah dibasahi shower yang menyala diatas kepalanya. Karena Zero yang menjalankan air dari luar membuat Aliza tidak bisa memantikannya dari dalam, Zero juara dalam hal kelicikan. Aliza memeluk erat kedua lututnya, tubuhnya mengigil. Seluruh tubuhnya sudah basah kuyup. Dengan isak tangis ia meratapi nasibnya. Mau berteriak juga percuma, karena seluruh orang sedang upacara.

Detik demi detik tubuh Aliza semakin tak berdaya, tubuhnya benar benar kedinginan. Matanya yang cerah sekarang tampak sendu. Penglihatannya perlahan memudar masih diiringi isak tangis disana.
"Kinaan" lirih Aliza lalu untuk kedua kalinya tubuh mungilnya terkapar lunglai diatas genangan air.








sabar ya nunggu upnya:(
cape ui, mikirin jalan cerita selanjutnya.
Tapi makasih buat semangatnya.
Doain lancar dan ceritanya bisa aku selesaikan secepatnya🤗😗

Santri Pilihan Bunda [ SUDAH TERBIT & TERSEDIA DI GRAMEDIA ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang