EMPATPULUHDUA

602K 52.8K 4.2K
                                    



Aliza melangkah gopoh, mencari keberadaan Zero dari berbagai kelas. Niatnya untuk tidak memberi Zero pelajaran ia batalakan, karena pria itu kembali bertingkah. Malam tadi Rana menangis menelfonnya, dan lagi lagi alasannya Zero datang dan kembali mengasari gadis itu.

Ujung bibirnya terangkat sinis saat matanya menangkap, Zero yang tengah santai bersama Fany diujung sana.
Ia berjalan tidak santai, Zero yang melihat itu hanya memandang Aliza remeh. Seakan-akan pria polos yang tidak tahu menau. Merasa geram, Aliza menarik dasi Zero. Menarik pria itu untuk ikut dengannya.

Zero yang merasa tidak terima, menepis kasar tangan Aliza. "apaansii, lu masih nggak bisa move on dari gue" ucapnya terkekeh, membuat Aliza sangat geli mendengar ucapan itu.

Aliza menatap tajam Zero didepannya, tangannya meremas ujung bajunya. "bacot lo, ikut gue" titah Aliza kembali menarik dasi Zero dengan kasar.

Zero saja sudah sangat tidak punya rasa kemanusiaan kepada wanita. Aliza juga bisaa!

"lo ngapain sii, mau gue?" tanyanya.

Langkah Aliza terhenti, ia tertawa sinis. "najis" bantahnya.

Beberapa menit setelah itu, Aliza melempar Zero ketengah lapangan. Dimana disana, sudah setengah murid menatap kearah mereka.

Aliza melepaskan Zero, menendang pria itu hingga tersungkur didepan sebuah tiang. Zero meringis, ia memegang bokongnya yang terasa menggilu.

Aliza mengeluarkan sebuah mic ditangannya, lalu kembali menyuruh Zero berdiri. Tangan Aliza mencekik kerah baju Zero, membuat pria itu tak mampu melawan. Ia menuruti ucapan Aliza, berdiri disebalah gadis itu.

Aliza menepuk micnya beberapa kali, mengetes apakah sudah menghasilkan suara. "laki-laki yang kalian banggain ini, sama aja kek banci" ucap Aliza dengan tangan memegang mic, menunjuk Zero yang sudah memasang wajah kesal.

"Asal kalian tau, ini laki laki udah beberapa kali kasar sama cewe. Cuma sembunyi dibalik jabatan ketosnya" lanjut Aliza.

Zero menolak kasar tubuh Aliza, untung saja gadis itu sudah menyiapkan ancang-ancang agar tidak mudah jatuh. Aliza tertawa, membuat Zero semakin geram.

"Lo pikir dengan lo nolak gue kaya tadi? gue bakalan nangis. Terus bilang kaya dulu lagi "Zero maaf, maaf aku minta maaf" kekeh Aliza dengan gaya mengejek Zero.

Aliza kembali mendekat kearah Zero "Laki lakii, yang ngak bisaa ngehargai perempuan, apalagi sampai kasar SAMA AJA dengan SAMPAH" Ketusnya menolak pelan bahu Zero.

Kini bukan separuh murid saja yang melihatnya, namun sudah satu sekolah. Tidak ada yang berani membela Zero, gadis-gadis pun mulai merasa jijik dengan laki-laki semacam Zero.

Zero tak terima, ia benar benar dibuat malu dengan gadis didepannya. Ia tersenyum sinis, masih sok-sokan tebar pesona dengan menepis rambutnya. Zero lalu mendekat kearah Aliza, gadis itu perlahan mundur.

Dengan kasar, Zero menepis mic ditangan Aliza hingga pecah. Sedikit menimbulkan suara bising karena lemparan yang jauh.
Aliza tidak melawan, ia hanya memasang wajah datar.

"Lo apain kakak gue?" tanya Aliza berapi-api.

Tidak ada ekspresi bersalah yang terlintas pada wajah Zero. Ia malah memasang wajah seakan akan meremehkan Aliza. "kalo gue apa apain gimana?" sarkasnya.

Aliza sudah kehabisan rasa sabar, Zero benar benar tidak memiliki hati nurani sedikitpun. "lo ini laki apa bencong si?" tanya Aliza diiringi tawa remeh.

Terlihat wajah panas dari kedua mata Zero. Laki-laki itu sudah mulai manas dengan ucapan Aliza. Ia lalu memukul kasar kepala Aliza. "cewe murah lo" ujarnya.

Kanaya dan Zena yang melihat itu ikut geram. Tapi Aliza sudah berpesan agar biarkan ia saja yang menyelesaikan masalah ini.

Bukannya nangis ataupun sedih. Aliza malah tertawa, ia lalu bertepuk tangan kepada Zero. "Zeroo-" panggilnya remeh.
"Udah nggak mempan sama gue, sebenarnya gue ngak selemah yang lo pikirin. Tapi karena kasian aja liat banci kek lo, gue pura pura jadi cewe lemah hush hush" ucapnya membuang nafas kasar.

Jujur sebenarnya ia malas meladeni laki-laki modelan si Nol ini. Tapi karena perbuatannya yang memang sudah kelewatan batas, darah Aliza benar benar sudah dibuat mendidih olehnya.

"biar kenapa lo gini?" geram Zero.

Aliza memanyunkan bibir lalu mengangkat bahu acuh "maybe, biar fans lo tau, kebusukan orang yang diidolakannya" jawab Aliza santai.

"minta maaf sama gue sekarang?" tegas Zero memerintah.

Aliza tak habis pikir, Zero sudah gila atau gimana.
"hahh? minta maaf" tawa Aliza. "sama lo?" lanjutnya lagi.

"gue bisaa aja sebarin aib lo" ancam Zero.

"bencong banget sii Zeroo.." cicit Aliza.

Zero muak dengan Aliza, ia lalu menolak kasar tubuh gadis itu. Karena tidak ada kesiapan, Aliza terjatuh. Dirinya terhempas pada aspal dilapangan. Bibirnya meringis kesakitan, melihat itu Zena dan Kanaya berlari panik kearahnya.

Tubuh Aliza membeku tegang, kala melihat setetes demi setetes darah mengalir dari rok panjangnya. "da-darahh" gumamnya.

Kanaya langsung menghajar Zero, dan Zena menenangkan Aliza.
"brengsek, kalo anak Aliza kenapa-kenapa. Lo terima akibatnya!"pekiknya kembali melayangkan tinjuan kearah Zero.

Murid lainnya dibuat tak percaya dengan ucapan Kanaya yang terdengar jelas. Banyak dari mereka berbisik-bisik, bahkan menebak bahwa Zero yang mengahmilkan Aliza.

"bb-bayinyaa ggimaanaa?" ucap Aliza gemetaran, karena darah mengalir semakin banyak. Hatinya sudah tidak tenang, rasa sakit bercampur aduk sekarang.

Zena berteriak, menghentikan aksi Kanaya yang sudah membuat Zero kehabisan kekuatan. "Kanayaa udaah, Aliza lebih pentingg" lerainya.

Mendengar itu Kanaya melempar Zero yang sudah terkulai lemas. Guru-guru segera menarik Zero untuk dibawa ke UKS, dan Zena serta Kanaya bergegas kerumah sakit membawa Aliza.




duh duh

Santri Pilihan Bunda [ SUDAH TERBIT & TERSEDIA DI GRAMEDIA ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang