LIMAPULUHDELAPAN

534K 54.6K 13.5K
                                    



Deru ombak menyapu dirinya, matanya perlahan terbuka. Dadanya terasa penuh air, Kinaan membuka perlahan matanya. Semua badannya terasa amat keram, penglihatannya terasa amat samar.

Detik demi detik, susah payah ia membuka mata. Melihat hanya wajah Kafi didepannya, dengan kondisi terbilang tidak sempurna. Kafi sudah tiada-

Bukan hanya Kafi, ia melihat beberapa manusia disampinya. Dengan kondisi mengenaskan. Kinaan menggerakkan kakinya, terasa tak berfungsi.

"K-k-kaa-kafi" susah payah Kinaan mengeluarkan kata itu.
Kepalanya terasa ingin pecah sekarang juga.

-

"Pulang nanti, aku akan memberi uang ini pada Ibuku" Kafi tersenyum senang, sembari menatap amplop coklat ditangannya. Hasil dari ceramah berbahasa inggris yang mereka jalani selama tiga hari ini.

Kinaan ikut senang, ia tidak mengambil sepeserpun. Semuanya ia beri pada Kafi, karena Kafi memang pantas menerima itu.

"Bawa ibumu jalan-jalan" kata Kinaan.

Kafi mengganguk "tentu saja, uang ini buat kuberi pada ibu. Kan kuajak ia pergi makan apa saja, berbelanja baju pernikahan yang cantik, yang tak pernah bapak kasi untuk ibu" ucapnya, Kafi pandai menyembunyikan luka.

"Kinaan kau tau, bersahabat dengan dirimu adalah hal yang aku senangi" sambung Kafi.

"kau selalu mengatakan itu" kekeh Kinaan.

"Kau yakin tak mau uang ini?" tanya Kafi.

Kinaan menggeleng "Kau lebih butuh bukan, bahagiakan Ibumu, belikan ia apa saja dengan uang itu" balas Kinaan.

Kafi tersenyum senang "Tenang saja, uang ini khusus buat Ibu, walau aku ambil setengahnya". Tawa Kafi.

Kinaan yang mendengar itu ikut terkekeh.
"setelah pulang nanti, kita akan bertemu dan aku akan mentraktirmu makanan mahal" ujar Kafi menepuk bahu Kinaan sebelum keduanya memasuki pesawat.
"Kita pulang dengan selamat" sambung Kafi berjalan mencari tempat duduknya.

-

Kinaan menangis menahan sakit yang semakin pada sekunjur tubuhnya. Matanya kembali terpejam, sebelum semuanya terasa gelap. Ia melihat Bian, tengah berjalan kearahnya sembari berkata "Angkasa, aku merindukanmu".

Setelah itu ia juga melihat Kafi berlari kearahnya, sembari berteriak.
"Kinaan kau harus sadar, Istrimu menunggu. Kembalilahh"

▪▪▪

Mawar berlari kemakam Bian, tidak-
Bukan ke makam Bian, ia berlari kearah makam diseblah Bian. Makam yang ia buat, untuk Angkasa.

Mawar menangis, mencabut papan nama pada nisan. Ia menangis, mencoret nama Angkasa disana. Ia menyesal, ia terlalu diselimuti rasa benci. Angkasa tidak benar benar melakukan kesalahan besar. Ia adalah ibu yang jahat untuk Angkasa.

Mawar meminta pada sang pencipta.
Hukum saja dirinya, tapi ia mohon tidak dengan cara mengambil Angkasa. Ia menyesal, benar-benar menyesal, Terbilang telat.

▪▪▪

Aliza membuka mata, selang infus ditangannya masih berjalan perlahan. Ia terdiam beberapa saat, semua yang ia lihat hanya kegelapan. Tidak ada setitik cahayapun yang ia lihat saat ini.

Aliza menangis, hingga akhirnya Bunda datang memeluknya. Bunda menguatkan Aliza.

"Kinaan? Kinaan ada bunda?" tanya Aliza gemetar.
"Apa benar Bunda itu pesawat Kinaan?" sambung Aliza lagi.

Bunda terdiam, air mata berusaha ia tahan. Tak tahu jawaban apa yang akan ia katakan pada Aliza.

"Aliza nggak bisa lihat apa-apa" lirihnya. "semuanya gelap".

Bunda tak sanggup menahan tangis, Umi yang disebelahnya segera berganti untuk memeluk Aliza.

"Aliza?" panggil umi lemah lembut.

"Umi? Aliza mau ketemu Kinaan" pintanya.

Umi mengelus puncak kepala Aliza yang masih berbalut hijab. "iya sayang, nanti kita ketemu Kinaan ya" jawab Umi lembut.

"saat ini, istrihat dulu. Kinaan akan pulang" sambung Umi.

Aliza mengganguk, ia membaringkan dirinya pada ranjang. Menyadari, dirinya telah mengalami kecelakaan. Tak peduli hal itu, ia hanya ingin Kinaan disini. Aliza kehilangan penglihatan, karena benturan keras yang mengenai kedua bola matanya. Terasa perih jika ia buka terlalu lama, mungkin obatnya belum berjalan lama.

-

Diluar ruangan, baru saja mendapat kabar. Bahwa pesawat yang yang jatuh itu, tak terdapat nama Kinaan ataupun Angkasa disana. Semuanya seketika heran, beberapa dari mereka agak sedikit lega. Berharap Kinaan akan baik-baik saja. Mereka berpikir, Angkasa tidak jadi menaiki pesawat itu.

Mendengar sedikit pembicaraan, Aliza mencoba melangkah perlahan.

Senyumnya mengembang seketika. Susah payah ia melangkah menuju pintu. Bunda yang melihat itu segera memegang tangan Aliza yang sedang meraba-raba pintu keluar.

Aliza tersenyum "Aku yakin Kinaan nggak kenapa-kenapa" ucapnya. "Kinaan bakalan berenang dan nyelamatin diri, kalaupun iya pesawatnya jatuh" yakinnya mencoba tenang. Walau jauh dari lubuk hatinya, ada sedikit rasa ragu.


🙇😃


Santri Pilihan Bunda [ SUDAH TERBIT & TERSEDIA DI GRAMEDIA ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang