27 : nyatanya masih peduli

1.6K 100 0
                                    

"Sikapmu sering membuatku menerka"

Happy reading!!

27 : pedulinya Agra

Matanya sudah mulai mengantuk, beberapa kali kian menguap tanpa henti, satu keluarga harmonis ini sama-sama mengantuk dan ingin istirahat. Tapi mengingat besok sore adalah kepergian mereka ke Bogor untuk liburan, terpaksa malam ini mereka membereskan beberapa peralatan yang harus di bawa dan dimasukan kedalam kopernya masing-masing.

Moza mengecek satu-satu barang yang sudah ia masukan ke dalam koper pink miliknya, dirasa sudah cukup ia merentangkan tangannya yang kian mulai pegal mengambil barang sana-sini.

Besok adalah liburannya dan menginap di puncak, bukan cuma satu keluarga tapi dua keluarga bersama kelurga Mama Lina.

"Za kita cuma tiga hari gausah bawa koper" ujar Ayah Dimas saat melihat anaknya yang membawa koper cukup besar.

"Ini isinya punya Moza sama Bang Jihan Yah, biar awet lagian aku gak akan langsung pulang"

Ayah Dimas hanya mengangguk saja mendengar permintaan anaknya, Moza dari jauh-jauh hari sudah meminta untuk waktu tambahan satu mingguan sebelum ulangan tiba. Moza ingin menghabiskan waktunya bersama Bang Johan disana empat hari tanpa gangguan Ayah, tanpa teriakan Bunda Salamah, dan semoga tanpa memikirkan Agra.

"Za jadi yah ngambil kedokteran?"

Moza menghembuskan nafasnya kesal, lagi-lagi pertanyaan menyebalkan itu yang keluar dari mulut bundanya. Sudah beberapa kali Moza bilang ia ingin memilih masuk Psikologi tapi tetap saja tak di dengarnya, Bunda Salamah keukeuh ingin memasukkan anaknya ke fakultas Kedokteran.

"Hmm, liat nanti. Udah ah Moza ngantuk.Good night."

Selepas Moza pergi Ayah Dimas menyenggol tangan Bunda Salamah berniat mengingatkan, padahal sudah sering di beri tahu untuk membiarkan anaknya bebas tapi Bunda Salamah masih menginginkan Moza masuk kedokteran.

"Biarin aja Bund, Moza punya pilihannya. Abang juga kan dulu milih sendiri gak diatur Bunda, masa Moza diatur-atur gitu" ucap Johan menimpali.

"Demi kebaikan Moza bang, kamu sama Moza beda. Dia perempuan." balasnya.

"Hmmm, sama aja. Sama-sama gak waras" gumam Dimas.

Moza membaringkan tubuhnya di kasur yang baru saja diganti beberapa Minggu lalu, seprainya bergambar Upin & Ipin berbeda dengan sebelumnya yang bergambar Aurora. Moza pindah haluan hanya fokus pada Upin Ipin saja. Moza menatap langit-langit kamarnya. Dirinya dan Bunda Salamah sudah beberapa hari ini jarang berbicara karna Moza menghindar dari pertanyaan juga permintaan Bundanya untuk Moza kuliah kedokteran, Moza pula sengaja meminta tambahan hari di Bogor buat mikir masa depannya. Harus nurut keinginan bunda atau keukeuh dengan pendiriannya?

Tok tok tok

Terdengar bunyi ketukan dari jendela kamarnya, siapa yang malam-malam larut begini mengetuk jendela tanpa sopan? Moza merinding sebenarnya takut-takut itu kuyang atau bahkan makhluk halus lainnya, duh rasanya bulu kuduk Moza merinding semua.

"Siapa yah?" Gumamnya.

Dengan penasaran Moza berjalan kearah jendela berniat membuka gordennya meski takut-takut, "Bismillah ya Allah, jangan setan."

Moza membuka gorden mini merah muda tersebut lantas tersenyum manis, di depannya ada Agra yang menatap tajam pada Moza sambil bersedekap dada. Dengan segera Moza membuka jendelanya.

"Tidur udah malem, besok sore kita ke Bogor. Jangan gadang!" cerca Agra.

"Ini mau tidur."

Agra mengangguk lantas menyuruh Moza membuka jendelanya. Agra masuk kedalam kamar mantannya ini dengan bantuan tarikan Moza. Jendelanya terlalu ribet, pikir Agra.

Salah Mantan (End)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu