29 : Bogor

1.2K 86 0
                                    


Happy reading


29 : Riuh bahagia

Puncak Bogor rasanya sangat asri dibanding Jakarta yang penuh dengan polusi. Moza menghirup udara dalam-dalam, rasanya sangat enak berada dekat dengan alam seperti ini. Meski udaranya agak dingin tapi tidak membuat mengeluh sekalipun yang ada malah merasa senang, bahagia. Terakhir menghirup udara bebas dan sehat seperti ini adalah saat dia masih di Bandung dulu.

Moza mengangkat kopernya hendak dibawa masuk kedalam villa yang cukup besar yang mereka akan pakai tiga hari kedepan. Vila dengan khas warna coklat tua ini milik kediaman keluarga Agra. Memang sudah jadi hal biasa tiap tahunnya mereka datang ke puncak Bogor untuk liburan dan menginap di vila ini, meski hanya Agra yang tak pernah ikut acara seperti ini. Bisa dibilang ini kali pertamanya, perdana.

"Gue bantu." ucap Agra tiba-tiba lalu mengambil alih koper Moza dan menyeretnya ke dalam. Di banding yang lainnya hanya Moza dan Johan yang ribet-ribet bawa koper segala, sesuai rencana mereka akan qualty timen lebih lama disini

Moza mengangguk mengiyakan saja toh kopernya sudah di bawa oleh Agra kedalam tanpa persetujuan Moza terlebih dahulu. Moza melihat ke sekitaran isi villa ini, masih sama pikirnya. Tataan dan beberapa hiasan uniknya masih sama seperti tahun-tahun lalu.

Moza masuk ke kamar yang akan ia pakai nanti lalu merebahkan badannya di atas kasur. Tak peduli dengan Agra yang sedang duduk di kursi dekat dirinya. Moza memejamkan matanya sesaat lalu menatap langit-langit kamar.

"Gue suka disini, pengen disini seterusnya!" Ucapnya penuh semangat.

"Iya nanti kita bikin rumah disini."

Moza membulatkan matanya kemudian duduk di tengah kasur sambil mantap Agra lamat-lamat.
Aneh, pikirnya.

"Kesambet apa lo jadi narsis?"

"Nggak. Kamar gue di samping kamar lo, kalo ada apa-apa ketuk aja. Gue wellcome." pungkas Agra sembari merapihkan tataan rambutnya lalu keluar dari kamar yang akan di tempati Moza.

Moza mengangguk sekilas lalu menatap Agra yang mulai menghilang bersamaan dengan pintu kamarnya yang tertutup. Tapi tak lama kemudian Johan serentak masuk tanpa mengetuk pintu lalu merebahkan dirinya di kasur yang Moza pakai. Moza mendelik tajam lalu memukul Johan dengan guling di sampingnya.

"Ganggu! Keluar lo, gue mau istirahat!"

Johan terkekeh dan malah diam seperti patung sangat enggan untuk keluar. Padahal udah di sediakan kamar masih saja usil.

"Kamar lo di mana datengnya kemana. Gak tau diri!" Sarkas Moza.

"Gak sopan sama Abang!" Johan menjitak kening Moza cukup keras. Moza tak habis pikir Johan turunan siapa sih? Kelakuannya aneh banget mana random lagi.

"Lo aja gak ada sopan-sopannya sama adek! Udah sana keluar gue mau istirahat dulu cape Bang."

Moza membuka selimutnya lalu mulai menyelimuti dirinya sendiri. Dirasa kasihan dengan adiknya yang mulai kelelahan Johan mengalah dan mengurungkan niatnya untuk menjahili Moza lebih lama lagi. Ia yang memang satu kamar dengan Agra memilih keluar dari kamar Moza dan kembali lagi ke kamarnya.

"Nanti malem bangun Za kita makan malam di luar. Selamat istirahat bye Moza jelek adek Abang." ucapnya tak lupa mengelus surai Moza terlebih dahulu lalu membanting Pintu

DUK!

Pintu di tutup Johan sangat kencang sehingga mengeluarkan bunyi cukup nyaring yang membuat orang mendengarnya pasti kesal. Moza yang baru saja sedikit terlelap kembali tersadar dan menggeram kesal atas kelakuan Abang satu-satunya itu.

Salah Mantan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang