45 : Devano Putra Dua

1.3K 92 2
                                    

Happy reading

"Moza itu orang yang penting buat gue, Moza itu sahabat sekaligus adik buat gue. Mau siapapun itu bahkan mau lo sekalipun yang nyakitin hati Moza, gue gak segan buat buat jauhin lo dari Moza Gra"

45 : Devan

Devan berjalan bergegas menemui Agra, dia sudah menghubungi lewat WhatsApp untuk mengajaknya bertemu di taman belakang yang jarang didatangi oleh siswa-siswi. Karna memang letaknya jauh dari kelas dan lebih dekat ke laboratorium yang jarang digunakan membuat taman belakang lebih kerap sering sepi di banding ramai, meski begitu keadaanya masih terawat seperti sedia kala.

Didepannya sudah ada Agra yang menunggunya sambil bermain ponsel, Devan berjalan lebih cepat. Dengan kesal dia menarik kerah baju Agra lalu memberikan bonggeman mentah di area rahang dan tulang keringnya, Agra yang tak terima dia mendorong Devan cukup kuat hingga membuat Devan sedikit mundur.

"Maksud lo apa anjir tiba-tiba mukul gue?"

"Kalo lo gak bisa serius sama Moza, jauhin dia. Kalo lo cuma mau nyakitin Moza jangan pernah ngeliatin muka
lo di depannya Gra!"

"Moza itu orang yang penting buat gue, Moza itu sahabat sekaligus adik buat gue. Mau siapapun itu bahkan mau lo sekalipun yang nyakitin hati Moza, gue gak segan buat buat jauhin lo dari Moza Gra."

Devan menunjuk Agra lalu memberikannya tinjuan yang terakhir, Agra mengusap bibirnya yang berdarah ia balas menatap Devan, "Moza yang berulah bikin Shiren hampir mati, bikin Shiren ampir celaka Van."

"Gue emang masih suka sama Moza tapi gue lebih gak terima dia nyakitin Shiren, karna Shiren tanggung jawab gue sekarang!"

Devan terkekeh sinis melihat Agra, dia menggeleng tak percaya dengan sikap Agra sekarang. Devan semakin merasa Agra memang banyak berubah selepas bersama Shiren, tidak ada lagi Agra yang menyelesaikan masalah secara dingin, tak ada lagi yang namanya Agra pintar mengatur situasi, hanya tersisa Agra yang gampang marah-marah, sinis, dan gampang percaya sesuatu tanpa bukti. Hanya sifat-sifat itu yang ada dalam diri Agra menurut pemikiran Devan.

"Lo cowo apa banci hah? Sampe berani main fisik sama cewe? lo banci Gra berani nyakitin Moza."

Agra mengepalkan tangannya, ia tidak terima mendengar nada meremehkan bahkan nada menilai buruk dari temannya sendiri. Dengan tersulut emosi Agra memukul pipi Devan cukup kuat, pukulan yang tak seberapa menurut Devan ia sambut baik-baik dan ia anggap sebagai awal permusuhannya dengan Agra.

Perkelahian terus terjadi hingga beberapa waktu, tidak ada yang memisahkan karna mereka berkelahi saling memukul di kawasan strategis yang jarang di lewati orang banyak, dua-duanya sama-sama terluka memar di setiap area tubuhnya mulai tampak, mereka sama-sama tidak ingin mengalah, mereka sama-sama saling menghabisi, meluapkan segala emosinya lewat sebuah pukulan terhadap lawannya.

Hingga akhirnya Agra yang merasa kewalahan memilih mundur dan Devan melihat reaksi Agra memilih untuk berhenti menghajarnya, "Gue tau lo pacaran bukan karna cinta tapi cuma ancaman sampah Gra, gue tau Shiren yang pura-pura bunuh diri, gue tau Shiren yang pura-pura punya penyakit asma, lo pacaran cuma karna suruhan orang tua Shiren bukan karna kemauan lo gue tau Gra."

"Gue juga tau seberapa tertekannya lo gak bisa deket sama Moza lagi, gue tau semuanya termasuk lo yang harus rela nurutin semua kemauan Shiren."

"Lo tolol sumpah mau-mau di begoin sama cewe sampah."

Agra menggeleng dia tak terima, "SHIREN EMANG LAGI SAKIT ANJING!" Teriaknya.

"Ada yang sakit bisa olahraga kayak tadi hah? Ada yang sakit lancar-lancar aja waktu main basket sama lo? Dan kalo emang dia niat bunuh diri harusnya dari awal dia udah ngelakuin itu bodoh! lo tuh bodoh dan maunya di peralat sama cewek kayak Shiren!"

Salah Mantan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang