31 : Sore berarti

1K 91 0
                                    

Jangan lupa Vote👣
🚫Tandai jika ada typo

Happy reading

31 : Sore berarti

Tidak banyak yang Moza lakukan sore ini, hanya berdiam diri di halaman depan vila sendirian sambil asik meminum teh hangat di ayunan.

Aneh sebenernya karna biasanya Moza menyukai keramaian bukan kedamaian apalagi ketenangan seperti ini, terkecuali jika moodnya sedang suka rebahan dan bersantai di kamar tanpa melakukan apapun.

Moza menyimpan gelas yang sudah kosong bekas teh tadi di atas bangku lebar tak jauh dari ayunan lalu kembali lagi duduk di ayunan kayu tersebut, ukiran senyumnya tak henti-henti ia pamerkan. Moodnya mungkin sedang baik.

Helaian rambut hitam legam berterbangan menambahkan kharismanya, Moza sangat cantik. Gaun biru pastel menjadi pilihannya saat ini dan memang sudah menjadi ciri khasnya, Moza menyukai pakaian feminim. Meski kelakuannya tak sefeminim apa yang ia pakai.

Tak lama duduk sambil berdiam diri bak patung, tiba-tiba ayunannya bergergerak kencang pula cepat, Ayunan bergerak jauh ke depan belakang dengan tak aturan. Siapa lagi pelakunya jika bukan Johan.

"Woy kekencengan bangsat!" Teriak Moza

"Standar ini mah" balas Johan.

"Pala lo standar!"

Johan terkekeh kemudian menghentikan gerakan ayunan lalu duduk di ayunan satunya lagi yang masih kosong. Pria dewasa ini membawa satu piring berisikan banyak sosis bakar juga beberapa baso bakar, terlihat dari asap yang mengumpul keatas pasti makanan itu masih panas. Yang dipikirkan Moza adalah bagaimana bisa Johan mengayunkan ayunan sambil memegang piring kaca itu?

Johan menyodorkan piring tersebut kepada Moza bermaksud menawarkan gadis itu, Moza yang peka kemudian mengambil dua sosis bakar lalu dimakannya satu persatu. Rasanya enak tapi kurang pedas dan terlalu banyak mayonaise. Ah ia Moza lupa! Johan tidak suka pedas makanya makanannya favoritnya  banyak yang manisnya tapi gak semanis muka Johan.

"Kurang pedes kebanyakan mayonaise elo mah." komentar Moza.

"Harga cabe udah mahal sekilonya," balas Johan sambil asik memakan baso bakar di tangannya.

Johan berhenti memakan makanannya ia baru mengingat sesuatu yang seharusnya di katakan dari tadi, niatnya kesini untuk menyampaikan pesan Agra. Kenapa dia malah asik memakan sambil bersantai melihat senja?Ah penyakit pelupanya kumat lagi.

Johan menepuk bahu Moza yang akhirnya sang empu menoleh sambil menaikan satu alisnya.

"Di tunggu di rumah pohon sekarang."

Moza mengerutkan keningnya sebentar otaknya mencerna kalimat yang baru saja diucapkan oleh Johan. Merasa otaknya sudah berjalan lancar Moza mengangguk sebagai jawaban kemudian mengangguk dan berjalan meninggalkan Johan sendirian dan menyusul Agra yang telah menunggunya.

Selepas Moza meninggalkan Johan sendirian, ponsel Johan berbunyi nyaring menampilkan deretan nama yang beberapa hari terakhir ini mengganggu kesehatan hatinya, 'Sindy'.Nama itu tertera di ponselnya.

Johan menelan salivanya. Jujur saja ia gugup dengan kesadarannya Johan memilih menolak panggilan dari wanitanya itu. Tapi tak cukup disitu Sindy menerornya dengan satu pesan menyakitkan.

Ibu dokter 🤧 : Pernikahan aku di percepat Minggu depan. Kamu bisa datang kan Jo?

Dengan segera mungkin Johan mematikan ponselnya dan kembali di simpan lagi di saku celana selututnya.
Johan mengusap wajahnya kasar menggunakan telapak tangan. Rasanya baru kemarin ia dekat dengan Shindy tapi sekarang seseorang yang sudah ia klaim sebagai wanitanya itu akan sesegera mungkin akan dipinang oleh orang lain. Lebih tepatnya oleh Gio Sahabat dekatnya sendiri. Selucu ini kisah percintaannya tapi ini bukan salah Gio atau Shindy tapi salah dirinya sendiri yang belum siap menikahi anak orang.

Salah Mantan (End)Where stories live. Discover now