43 : Ruang BK

1.2K 79 3
                                    

Happy reading

43 : jauhi gue

Moza kembali ke kelas, keadaannya sempat hening tapi riuh seketika saat Moza datang, Devan dan Fatih masuk berbarengan. Mereka menatap Moza tak percaya, salah satu diantaranya maju kehadapan Moza, dia Shopi, anak gadis itu menjambak rambut Moza kasar, "Gue gak suka lo ganggu Shiren, dia sahabat gue, lo gak pantes ganggu dia!" Devan mencekram  tangan Shopi cukup keras lalu melepaskannya kasar dari rambut Moza, Moza merapihkan rambutnya tanpa bicara sedikitpun sedangkan Devan dia menatap benci pada Shopi, "Kalo gak tau apa-apa mening lo diem." desis Devan.

Shopi terkekeh sinis ia mendorong bahu Moza, "Ngakang gratis kan lo sampe semua cowo ngebelain lo hah?!" Fatih hendak maju tapi ditahan oleh Moza, Moza menampar Shopi lalu kembali duduk tanpa berucap sedikitpun diikuti oleh Fatih di belakangnya, Devan keluar entah akan kemana sedangkan Shopi yang tidak di respon kembali lagi ke tempat duduknya sambil memegang pipinya yang panas, dia menatap Moza tajam.

Moza yang di tatap seperti itu hanya menaikkan satu alisnya, "Kenapa? lo gak mampu jadi gue sampe akhirnya lo milih ngehina gue? Cara lo sampah banget Pi."

"Oh ya gue bersyukur Dirlan jadian sama Kejora karna mereka cocok, gak pantes sama lo yang berani rendahin diri demi sebuah cinta. Jadi yang murahan itu siapa, gue atau lo?"

Shopi hendak berdiri tapi tertahan kembali saat melihat salah satu guru datang dan membawa satu surat, "Aindah Moza Pratiwi di tunggu di ruang BK sekarang." guru lelaki tadi menyerahkan kertas izin kepada sekretaris kelas lalu pergi mendahului Moza.

Moza mengangguk lalu berdiri dan bergegas untuk ke ruangan BK, "Huh drama." gumam Moza.

Shopi menatap Moza sampai akhirnya gadis itu menghilang dari pandangannya, Shopi mengepalkan tangannya kesal ia meremas bukunya sendiri saking marahnya pada Moza, Devan yang baru saja masuk setelah membeli air mineral terkekeh ringan saat tak sengaja melihat Shopi memendam marah, "Gak tau diri, udah pernah di tolongin, udah dianggap bestie eh malah milih jadi setan, gampang kehasut gara-gara cinta sih gitu. Generasi miris!" Sindir Devan lalu duduk di tempatnya.  Berhubung semenjak Shopi sering terang-terangan menatap benci pada Moza, Devan memilih bertukar tempat duduk, dia memilih berada di bangku belakang Moza dan Fatih agar bisa leluasa diajak ngobrol, kalo Agra? Ah dia jadi beda semenjak pacaran sama Shiren. Susah diajak becanda bawaannya serius mulu.

***

Moza berjalan santai di koridor meski beberapa pasang mata menatapnya benci tapi Moza tidak peduli, toh itu hanya berita yang di besar-besarkan. Salah satu siswi yang mengenakan baju berlengan panjang menatap Moza intens dia menggeleng kasian saat melihat Moza telah hilang masuk kedalam ruahan BK, "Gue gak nyangka kak Moza bisa kayak gitu." dia berucap pada teman di sampingnya yang menggenakan hoodie biru, "Gue malah gak percaya kak Moza mulai duluan, dia anaknya kocak gak pernah mulai duluan kecuali kalo di senggol." balas temannya yang menggenakan hoodie biru tersebut.

Moza membuka pintu berwarna putih tersebut lalu mendapati selain Bu indah ternyata Shiren yang di temani Agra di sampingnya telah sampai duluan, "Assalamualaikum," selepas mengucapkan salam Moza duduk di satu kursi terpisah dari Shiren, lebih tepatnya kursi tunggal. Shiren menunduk sambil menggenggam tangan Agra, "Aku takut Gra." bisiknya

Agra tersenyum menyemangati lantas mengusap punggung tangan Shiren, "Lo gak salah gak perlu takut."

Bu indah melepaskan kaca mata kotak yang bertengker di hidungnya lalu menatap Moza intens, "Atas dasar apa kamu melakukan pembullyan?" Moza menggeleng, "Saya gak bully siapa-siapa."

"Tapi Shiren terluka karna lo." sambar Agra sambil mendelik.

"Berarti mata lo yang buta, gak liat siapa yang banyak terluka?" balas Moza.

Bu indah mengangguk lalu mengamati luka keduanya, Shiren tampak hanya bajunya yang kotor tapi sedikit merah di pipinya mungkin bekas tamparan. Sedangkan Moza selain bahu, dan pipi, serta pergelangan tangannya yang memar bagian kepalan tangannya juga di perban dengan kain kasa yang mulai kembali memerah. Bu indah meringis melihat keadaan Moza yang kacau, "Tapi penjelasan Shiren kamu yang memulai duluan dan kamu yang menampar juga menyiksa Shiren duluan." Moza mengangguk lalu menatap Shiren yang sedan menunduk di dalam pelukan Agra, "Ibu kalo gak lupa dua taun lalu saya pernah dapet kasus yang sama, bedanya dulu ada saksi dan jelas saya gak mula duluan. Saya cuma bakal lawan kalo dia keterlaluan saya gak akan mukul atau bahkan nyakitin siapapun kalo dia gak mulai duluan."

"Tapi gue liat langsung!" sambar Agra lagi.

"Lo gak liat dari awal monyet!"

Moza mengembuskan nafasnya, "jadi hukuman buat saya apa Bu?" Moza bertanya dia ingin segera keluar dari ruangan yang sama dengan Shiren, Moza muak melihat muka caper itu. Bu indah menganggukkan kepalanya, "Scoresing dua hari untuk kalian masing-masing." Bu indah lalu menulis surat Scoresing dan diberikan kepada keduanya, "Jangan buat masalah lagi." ucap Bu indah mengingatkan keduanya.

Moza mengangguk lalu keluar mendahului Shiren dan Agra, dia kembali ke kelas dan mengambil tasnya yang ketinggalan karna memang berhubungan bel sudah berbunyi beberapa menit lalu. Kelas sudah kosong hanya tersisa dirinya dan Agra yang menyusul masuk mengambil tasnya sendiri dan milik kekasihnya. Moza hendak pergi namun Agra memegang pergelangan tangannya, "Jangan bikin masalah!" peringat Agra.

Moza mengangguk santai lalu melepaskan kasar cengkraman Agra pada pergelangan tangannya, ia mengusap-usap tangannya jijik "Gue bikin masalah cuma kalo di pancing doang." balas Moza, dia berjalan mendahului Agra.

"JAUHIN GUE ZA!" Agra berteriak.

Moza berhenti melangkah suara Agra terdengar nyaring di gendang telinganya, suasana yang sepi membuat suara Agra yang keras terdengar berkali-kali lipat lebih keras. Moza meremas roknya menyalurkan segala emosinya lalu berbalik menatap Agra yang berdiri anteng sambil menjinjing satu tas berwarna biru muda di tangan kanannya.

Moza tersenyum dia mengangguk setuju dengan ucapannya, "Tanpa lo minta gue bakal mulai jauhin lo Gra." ucapnya.

Moza berucap lembut, tidak seperti biasa yang dengan nada nyaring. Agra menatap Moza yang sedang menatapnya balik dengan pandangan kosong.

"Karna cowo yang udah berani main tangan, gak pantes buat gue." lanjut Moza.

Moza menghembuskan nafasnya lalu berbalik kembali, Moza berlari menuju parkiran dan segera mungkin untuk kembali pulang kerumahnya. Shiren tak sengaja melihat kepergian Moza dari balik kaca mobilnya, ia tersenyum tipis."Cuma gue yang pantes Za." gumam Shiren sambil merapihkan helaian rambutnya ke belakang telinga.

Agra berdiam mematung menatap kepergian Moza seperdetik berikutnya Agra melihat kearah tangan kanannya sendiri, tangan ini--tangan yang tak sengaja ia gunakan untuk menampar pipi putih Moza, yang mencekram bahkan yang membuat Moza terluka karna di dorongnya.

Agra mengepalkan tangannya lalu mengusap wajahnya kasar, hatinya tak menentu sedikit rasa tidak suka dalam dirinya saat mendengar tutur kalimat yang beberapa waktu lalu diucapkannya. Ia mengembuskan nafasnya berat lalu mulai kembali melangkahkan kaki menuju gadisnya yang sudah menunggu terlalu lama di dalam mobil.

"Maaf Za." gumamnya.

***

Jangan lupa tinggalkan jejak

Terimakasih

Salah Mantan (End)Where stories live. Discover now