30 : Rumah Pohon

1.1K 84 0
                                    

"Terimakasih malam"

Happy reading

30 : Rumah Pohon

Kerlap-kerlip jalanan Bogor cukup indah meski tak seindah di Jakarta setidaknya disini lebih asri dengan udara tanpa polusi, tapi hawanya cukup dingin. Untung saja Moza menggunakan Hoodie yang cukup kebesaran miliknya tapi percuma juga sih diakan pake jeans pendek jadi udara dingin tetap menghampiri kaki jenjangnya.

Selepas selesai makan bersama tadi, Agra, Moza, dan Johan tidak langsung pulang malah memilih menghabiskan waktunya di jalanan kota Bogor. Mereka menghabiskan waktunya dengan berjalan-jalan malam menggunakan motor CBR hijau. Untung saja Ayah Agra menyimpan beberapa sepeda motor di garasi vila jika ada hal mendadak. lebih tepatnya Agra meminta di simpan motor-motor itu di Bogor agar jika suntuk ia bisa menggunakannya kalau-kalau ia mampir kesini. Tapi nyatanya Agra tak pernah kesini setelah dia lulus SMP.

Motor mereka menjelajahi setiap kota Bogor dengan tiupan angin malam. Moza duduk di atas motor yang dikendarai oleh Agra. Gadis ini tak henti-hentinya berteriak di setiap majunya motor, entah apa maksudnya tapi hal yang dilakukannya cukup membuat telinga Agra sedikit terganggu.

Tapi bagi Moza berteriak di tengah malam sambil naik motor seperti ini rasanya menyenangkan. Beban Moza rasanya terangkat semuanya, teriakan yang ia keluarkan adalah bentuk dari masalahnya serta penat yang berusaha ia keluarkan.

"Aaaa..., Gue sayang Agra!" Moza berteriak cukup kencang dengan kalimat yang ia ucapkan. Agra memberhentikan motornya sebentar lalu menyuruh Moza untuk diam.

"Diem jangan kaya orang gila!"

Moza mencabik kesal kemudian melihat ke sisi-sisi jalan yang tampaknya sangat sepi. Seperti hutan? Entahlah moza tak tahu. Tapi ini menyeramkan!

Moza bergidik ngeri lalu menggelengkan kepalanya.

"Iya gue diem." ucapnya menurut.

"Bagus." jawab Agra kemudian menyalakan motornya dan menyusul Johan yang sudah sangat jauh.

Berbeda dengan dua remaja yang kian berdebat tak karuan tadi, Johan berhenti di tepi jalan yang sedikit ramai saat menyadari dia hanya sendiri. Ia berdecak kesal saat tau Agra tak ada dan bisa-bisanya ia tak menyadari akan hal itu. menyebalkan.

Johan menengok ke kanan dan kirinya kemudian menggeleng kesal sebentar. Selepas memastikan bahwa memang kedua pasangan itu tidak ada Johan memilih nyalakan kembali motornya.

"Bisa-bisanya pacaran gak izin dulu sama abangnya."

Dia kembali menyalakan motornya kemudian memilih untuk pulang ke Villa, dibanding luntang-lantung di jalanan sendirian.

"Gue pulang aja lah kalo kaya gini." pikirnya.

***

Cukup kurang lebih dua jam Moza dan Agra mengelilingi jalanan kota, dirasa hari mulai larut Moza memilih untuk meminta Agra secepatnya untuk pulang. Setibanya di Vila mereka tidak pergi ke kamarnya masing-masing melainkan langsung pergi ke area rumah pohon yang terletak di belakang villa.

Moza menarik Agra menuju tempat ini katanya ingin melihatkan desain rumah pohon yang Moza buat. Tapi nyatanya sudah keduluan Agra yang sudah langsung kesini. Akhirnya mereka hanya duduk di lantai kayu beralaskan karpet bulu sambil memakan beberapa cemilan yang sudah Moza bawa sebelumnya.

"Gue kira lo belum tau ini."

"Mama yang ngasih tau" ucap Agra.

Agra tak henti-hentinya meneliti tiap sudut ruangan rumah pohon yang terbilang cukup kecil ini tapi sangat nyaman.

Salah Mantan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang