kematian?

208K 26.1K 2.1K
                                    

Rauangan tangis menyedihkan tak henti hentinya terdengar dari seorang laki laki remaja yang kini duduk dibangku kelas satu SMA. Allan, cowok itu menangis meraung raung sambil memeluk batu nisan diatas makam yang tanahnya masih berwarna merah

Helena Gain Xera.

Semalam Galen yang sudah sangat kalap semakin kalap ketika menemukan Helena yang sudah berlumuran darah. Namun naasnya ketika Galen membawanya kerumah sakit. Galen terlambat, Helena menghembuskan nafasnya yang terakhir tepat ketika Helena dibaringkan diatas brangkar rumah sakit.

Galen mengamuk, ia menyalahakn dirinya sendiri karena kondisi Helena yang mengenaskan. Galen tak bisa ditenangkan membuat Axell dan Derrel terpaksa meminta dokter untuk menyuntikkan obat penenang untuk Galen.

"Udah Lan, ikhlasin Lena ya kasian dia."

Allan menoleh kearah Derrel disampingnya, matanya memerah ia sudah menangis sejak saat dimana Galen memberitahunya bahwa Helena meninggal. Keluarga satu satunya yang ia miliki kini telah pergi meninggalkannya. Sekarang ia harus apa? Ia sudah sendiri sekarang, apa ia harus menyusul kakak dan orangtuanya sekarang?

"Ka Lenna boongin gue kak, katanya dia gak akan pergi. Kenapa sekarang dia  pergi ninggalin gue."

"Sekarang gue sendirian kak, gue hidup sendiri apa yang harus gue lakuin sekarang kak."

Derrel memalingkan wajahnya, ia menangis. Ia tak kuat melihat cowok yang selalu bertengkar dengannya itu terpuruk sampai keadaannya jauh dari kata baik. Derrel tak pernah melihat Allan serapuh ini, Allan adalah seorang pria judes yang menyebalkan. Tapi meskipun Allan menyebalkan ia sudah dianggap seperti adik sendiri oleh Derrel, Derrel mana bisa melihat Allan menangis seperti ini.

Galen yang melihat Allan serapuh itu berjongkok. Ini semua salahhya, kalau saja ia mengantar Helena saat itu. Mungkin sekarang Helena masih baik baik saja. Helena pasti masih bisa mengganggunya saat ini. Masih memaksanya untuk tersenyum.  Sekarang Helana sudah pergi, siapa yang akan menenangkannya ketika Galen emosi, siapa yang akan menenangkannya saat ia bersedih.

"Maafin gue Allan, harusnya gue bisa jagain Helena. Kalau aja gue bisa jagain Helena, dia pasti masih baik baik aja sekarang" Gumamnya lirih namun masih bisa didengar oleh Allan dan kedua temannya.

***

Disisi lain.

Rumah sakit Amanah Sehat.

Seorang gadis berkulit kusam masih terbaring diatas brangkar rumah sakit. Ini sudah hari ketiga, tapi gadis itu masih belum juga membuka matanya. Tak ada siapapun diruang serba putih itu, hanya ada dirinya. Dan tak ada yang menjenguknya juga, hanya ada beberapa dokter yang berkali kali mengecek keadaannya.
Mata gadis itu mendadak mengerjap, jari jari tangannya Mulai bergerak sedikit demi sedikit. Dahinya mengernyit ketika cahaya terang memasuki retina matanya. Gadis itu menatap sekitarnya dengan bingung, ruang serba putih yang sama sekali tak ia kenali.

"Ini dimana si? Yakali surga? Gue kan dosanya banyak yakali masuk surga." Gadis itu membatin heran. Dosanya terlalu banyak membuat ia tak yakin jika dirinya masuk surga.

Cklekk

Pintu ruangan terbuka, gadis itu tidak menoleh ia hanya melirik sedikit dari ekor matanya. Ia dapat melihat seseorang dengan baju serba putih yang tengah tersenyum lebar.

"Apa itu malaikat maut? Tapi kok bajunya putih putih? Perasaan si martin bajunya item item dah." Dia kembali berpikir, ia juga sebenarnya tidak tau malaikat maut itu rupanya seperti apa. Tapi ia mengingat salah satu karakter animasi yang sering adiknya tonton. Martin, si Malaikat magang.

"Kamu sudah sadar?"

Helena, gadis itu mengernyit heran ia menatap orang didepannya dengan tatapan bertanya tanya.

"Lo malaikat ya?" Tanyanya polos membuat orang didepannya terkekeh.

"Saya bukan malaikat, saya dokter nona." Katanya

Helena hanya mengangguk paham, ingatannya kembali pada saat terakhir kali ia membuka mata. Perutnya ditusuk dan kepalanya terbentur berkali kali. Tapi dilihat dari keadaannya yang sekarang, mengapa Helana tak melihat luka sedikitpun. Tak mungkinkan kejadian itu hanya mimpi. Masa mimpi tapi sakitnya beneran si.

Cklekk

Pintu kembali terbuka, kini Helena bisa melihat  seorang wanita paruh baya yang tidak ia kenali.

Siapa wanita itu?

"Bagaimana keadaan nona Helen dokter?"

Dokter tadi tersenyum "nona Helena baik baik saja, kondisinya sudah mulai membaik. Tapi memang pill penenang yang ia konsumsi dalam jumlah yang banyak pasti menimbulkan efek yang tidak sedikit. Terlebih lagi nona Helen membenturkan kepalanya dengan keras."

Helena membola, apa katanya mengonsumsi obat penenang? Hey dia tidak sedepresi itu dengan mengonsumsi obat penenang. Dia masih memiliki otak dan memikirkan adiknya Allan. Ia tak mungkin dengan sengaja mati. Ckk apa dokter ini tengah mefitnahnya.

"Dokter, saya tidak pernah mengonsumsi obat penenang! Dokter jangan asal bicara ya!!" Sentaknya dengan kesal, ia tak terima. Hei ia berada disini karena kecelakaan dan juga ulah salah satu musuh yang menusuknya. Jikapun ia mau mati, ia tak akan memilih dengan mengonsumsi obat penenang dalam jumlah banyak. Tidak elit sama sekali, gak ada tantangannya.

Dokter dan wanita itu menatapnya sendu. Kemudian wanita itu menghampirinya dan mengenggam erat tangannya.

"Nona, meski keluarga nona nembenci nona. Seharusnya non gak perlu minum obat obatan itu."katanya sendu, bukannya luluh Helena malah semakin menatap wanita itu kesal.

"Siapa kau?"

Helena dapat melihat bibi itu menengang dalam seperkian detik,

"nona gak inget bibi?" Dengan polosnya Helena menggeleng, karena kan ia tidak mengenal bibi ini seumur hidupnya.

Bibi itu kemudian berbalik menatap dokter yang ternyata masih berada disana. "Dokter,apa nona Helen hilang ingatan?"

Hilang ingatan? Helena semakin kebingungan. Ia masih mengingat dengan jelas semua kejadian yang terjadi dalam hidupnya. Tak mungkin ia hilang ingatan. Tapi mengapa ia sama sekali tidak mengingat wanita ini. Siapa sebenarnya dia?

"Akhhhhh......"

Helena menjerit kesakitan ketika tiba tiba kepalanya terasa ditimpa batu yang sangat besar. Ini sakit sekali!!.
Bibi yang melihat nonanya kesakitan mendadak panik begitupun dokter yang mulai bergerak "nona nona kenapa?"

Helena tidak memperdulikannya, kepalanya terasa pecah dan pecahan ingatan yang mulai mengalir dalam pikirannya. Ingatan siapa ini? Ia tak pernah merasa kejadian ini terjadi dikehidupannya.

"KAU ITU ANAK PEMBAWA SIAL!!"

"AKU TAK SUDI MEMILIKI ADIK SEPERTIMU"

"KAU SEHARUSNYA MATI SIALAN!!"

"DASAR CUPU,"

"Sok banget lo suka sama Nata."

"Nata mana mau sama cewek cupu dan norak kaya lo!!"

"Helena Helena, kenapa lo gak mati ajasi. Keluarga lo tuh lebih sayang sama gue. Bukan cewek gak berguna kaya lo"

Nafas Helena terengah engah, ingatan itu kenapa ada dipikirannya? Dan lagi siapa Helana Adiva namanya bukan itu namanya Helena Gain. Dia tidak memiliki kakak apalagi orangtua. Orangtuanya telah mati beberapa tahun yang lalu.

Lalu ingatan siapa itu?

"Akhhhhhhh...."

Helena menjerit kesakitan, sebelum akhirnya ia pingsan ketika sudah tak mampu lagi menahan rasa sakit dikepalanya.

Helena TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang