Berubah?

149K 23.7K 774
                                    


"Van lo yakin si Helena bolos?"

Vano memutar bola matanya malas ketika Septi menanyakan pertanyaan yang sama untuk kesekian kalinya. Baru semenit yang lalu Septi bertanya sekarang ia bertanya lagi.
"Iya."

Tetap sama, Vano menjawab seadanya saja satu kata tiga huruf yang membuat Septi kesal bukan main. Gadis berbando pink itu berdecak dengan kesal,

"Lo bisa gak si jawab yang jelas, iya doang coba jelasin kronologi kejadiannya." Ujar Septi.

Vano memutar bola matanya malas padahal ia sudah menjelaskannya saat mereka berada dijalan menuju kantin.

Awalnya Vano baru saja hendak mencari Helena atau paling tidak jika tidak ketemu ia akan kabur ke perpustakaan. Tapi baru saja ia setengah jalan ia malah bertemu dengan Septi yang hendak menjemput keduanya, Helena dan Vano. Dan seperti biasa gadis itu malah menarik Vano menuju kantin seraya mulai bertanya kemana Helena karena Vano sempat memberitahu Septi bahwa Helena membolos. Tapi Septi tidak percaya, mungkin bukan hanya Septi orang orang satu kelas atau bahkan satu sekolah pun tidak akan ada yang percaya cewek cupu dan pengecut macam Helena membolos.

Septi terus bertanya pertanyaan yang sama berulang kali, Vano jadi jengah sendiri ia lelah menjelaskan hal yang sama berkali kali.

"Kan saya udah jelasin Septi, Helena emang bolos dan saya juga udah jelasin kronologi kejadiannya." Jelas Vano kembali dengan prustasi.

Septi mengangguk anggukan kepalanya mengerti, matanya kembali kearah pintu kantin . Matanya berbinar ketika ia mendapati seseorang yang ia cari tengah berjalan dambil menggerutu tanpa memperdulikkan sekitarnya.

"HELENA." panggil Septi dengan berteriak sambil melambai agar Helena tau keberadaanya. mengabaikan para penghuni kantin yang berdecak kesal sambil menutup telinga mereka masing masing

Mendengar namanya dipanggil Helena menoleh, mencari cari keberadaan suara itu. Ketika ia berhasil menemukannya ia pun menghampiri Vano dan Septi masih dengan raut wajah kesal yang kentara.

"Lo dari mana aja si? Ini lagi, lo dapet mangga dari mana?"

Helena yang baru sana mendudukan bokongnya dikursi melayangkan tatapan tajam kearah Septi, ia mulai mengamankan dua mangga yang ia taruh diatas meja. Takut takut jika Septi meminta mangganya ia tidak akan rela.

"Gak usah minta!!" Ujar Helena memberi peringatan pada Septi dengan tatapan mata siaga.

Septi berdecak "ah elah Hel gak bakal kali, lo dapet dari mana si ni mangga?"

Helena menghela nafasnya lega "dapet nyolong." Balasnya santai ketika merasa Septi tidak akan meminta mangganya.

Septi dan Vano saling lirik dengan mata membola tak percaya "NYOLONG?!!"teriak keduanya serentak sampai sampai membuat keadaan kantin hening dan menatap keduanya dengan aneh.

Helena melotot tajam "berisik bego."

Septi dan Vano nyengir "ya sorry."

Helena berdecak ia pun bangkit dari duduknya dan menuju stand makanan.

"Mau kemana lo?"

"Pesen makanan."

***

Disisi lain Gibran, Helvan, dan Theo terduduk tidak jauh dari tempat dimana Helena dan teman temannya. Mereka bertiga sama sama bingung mencari keberadaan Nata yang entah ada dimana.

Ngomong-ngomong Gibran dan Theo itu berada satu tingkat diatas Helvan dan Nata. Mereka sudah kelas dua belas berbeda dengan Helvan dan Nata yang masih kelas sebelas. Gibran dan Theo sekelas tapi Helvan dan Nata tidak. Helvan duduk dibangku kelas sebelas ips satu.

Gibran adalah kakak tertua sipemilik tubuh nama lengkapnya adalah Gibran Agnan Mahendra. Sedangkan Helvan itu kembarannya Helena, Helvan Advio Mahendra. Kalian tentu tau siapa Nata kan. Dan satu lagi Theo dia sahabat ketiga orang itu dan bukan siapa siapanya Helena.

"Si Nata mana dah, tuh orang gak keliatan batang idungnya."

Gibran dan Helvan menggeleng pelan mereka berdua juga tidak tau dimana Nata.

Tak lama setelah itu, keadaan kantin mendadak ramai ketika seorang cowok tampan berlesung pipi masuk kedalam kantin. Tapi keadaanya sangat tidak baik, cowok itu berjalan sambil memegangi perutnya dengan wajah yang meringis sesekali.

"Lah itu si Nata."

Gibran dan Helvan menoleh, dan benar cowok yang tengah meringis memegangi perutnya itu memang Nata. Terlihat dari geraknya yang perlahan mendekat kearah meja ketiganya.

"Ngapa lo?"tanya Helvan ketika Nata telah duduk dan menyandarkan punggungnya kesandaran kursi.

"Kena bogem gue."

Gibran, Helvan dan Theo mengernyit "siapa yang nonjok lo?"

Nata menghela nafasnya, ia yakin teman temannya tidak akan percaya dengan apa yang ia katakan sekarang. Ia pun tak percaya.

"Tuh."ujar Nata seraya menjuk seorang gadis yang tengah asik mengupas mangga.

Ketiganya melongo ta percaya "Helena?" Beo ketiganya serempak.

Nata mengangguk lesu "gue gak tau kenapa dia bisa berubah sedrastis itu."gumam Nata ingatannya menerawang kemasalalu. Dimana Helena masih menjadi gadis manis yang lemah dan lembut. Tapi sekarang Helena terlihat sangat sangat membencinya.

Gibran dan Helvan hanya diam, wajahnya datar tidak menunjukkan ekspresi apapun.

"Ya wajar si menurut gue Helena berubah. Dia cape aja kali terus terusan disakitin."

Ketiga orang itu serempak menatap kearah Theo yang berujar santai sambil memakan keripik singkong yang dibelinya. Lalu beberapa detik kemudia atensi mereka kembali mengarah pada Helena yang tengah berdebat dengan kedua temannya.

Diantara keempat nya hanya Theo yang tidak pernah berlaku buruk pada Helena. Malahan Theo yang sering kali menasihati ketiganya. Ia juga heran karena tiba tiba sikap Gibran dan Helvan serta Nata berubah pada Helena. Padahal setaunya dulu saat mereka masih smp ketiganya nampak baik baik saja dan terbilang sangat bahagia.

Theo tau? Jelas karena Theo dan Gibran serta Helvan dan Nata berteman sejak smp. Tapi Theo tak tau apa yang membuat ketiganya jadi sangat anti dan terlihat membenci Helena. Mereka juga sering bersikap buruk dan menghina Helena.

"Ngomong-ngomong tuh cewek dapet mangga dari mana? Setau gue dikantin gak jual mangga."

Nata terdiam, begitu pula Gibran dan Helvan tapi tak ada yang tau bahwa kedua kakak beradik itu pun sama penasarannya dengan Theo.

"Dia nyolong."

"What?!!!"

Nata mengangguk ketika teman temannya terkejut, percayalah ia juga sama terkejutnya dengan mereka.

"Dia ngambil mangga ditaman belakang."

Gibran dan Helvan saling tatap mereka benar benar tidak percaya dengan apa yang didengarnya,

"dia manjat gitu?"

Nata mengangguk lagi, sebenarnya Nata benar benar terkejut dan panik apalagi ketika Helena meloncat dengan santai dari ketingggian lebih dari tiga meter. Mungkin jika Gibran dan Helvan mendengar itu mereka akan lebih terkejut lagi.

Faktanya Helena itu takut ketinggian, Helena juga tidak bisa memanjat tentu saja itu mengejutkan mereka.

"Kenapa dia berubah banget ya?" Gumam Helvan yang masih bisa didengar oleh Gibran, Nata dan Theo.

Theo meminum minumannya sedikit "jangan pernah bertanya kenapa seseorang berubah. Bisa jadi kan kalian sendiri yang buat dia berubah. Power ranger aja berubah karena ada yang gak beres." Katanya yang lagi-lagi berhasil membuat tiga orang dimeja itu terdiam.

Helena TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang