Dirumah Septi

158K 23.9K 921
                                    

Mobil hitam itu berhenti didepan sebuah rumah yang Sangat mewah dan besar, halamannya luas membuat siapapun pasti akan betah tinggal dirumah yang bernuansa klasik modern ini.

Mata Vano tak henti menatap kagum rumah didepannya , cowo itu tidak pernah melihat rumah sebesar ini sebelumnya. Sedangkan Helena, jangan tanya ia sudah tidak aneh lagi dengan rumah besar. Karena sebelumnya ia pun tinggal dirumah yang tidak kalah besar. Walaupun tidak bisa dipungkiri, Helena sendiripun kagum dengan desain rumah yang terlihat Aesthetic dari segala arah. Tapi Helena berusaha menjaga sikapnya agar terlihat biasa saja.

"Wahhh rumahnya besar sekali."

Septi tersenyum "ayok kita masuk...."

Septi menggandeng tangan Vano menuntunnya masuk kedalam rumah itu. Helena hanya mengekori dari belakang dengan memasukan kedua tangannya kedalam saku jaket yang ia gunakan.

Vano terperangah, dilihat dari sisi manapun ruangan ini sangat indah. Ruang tamu yang luas dengan sofa yang hrr mewah Vano sampai meneguk salivanya kasar, walau hanya dilihat dari mata telanjang pun semua akan tau bahwa sofa itu sangat mahal.

"Kayanya gak ada orang, ayo kekamar gue aja."

Helena santuy saja mengikuti Septi dari belakang, tapi Vano cowok itu masih mematung dengan menautkan jari-jarinya ragu. Mau bagaimanapun dia ini seorang pria jantan heyy, ia takut akan menimbulkan kesalahpahaman jika masuk kekamar seorang gadis.

"Ehmm anu...."

Septi menaikan sebelah alisnya tak paham "kenapa?"

Vano menghela nafasnya gusar, apa Septi tidak paham dengan kegelisahannya "anu saya kan seorang laki-laki tidak mungkin saya masuk kekamar perempuan." Katanya dengan menunduk kearah lantai.

Septi tertawa keras dan memukul pundak Vano dengan keras. Ini salah satu kebiasaanya yang buruk jika ia salting atau sedang tertawa Septi pasti akan memukul orang didekatnya.

Vano sebenarnya kesakitan, wajahnya terlihat meringis tapi Vano berusaha menyembunyikannya.

"Vano vano... Lo tenang aja kali. Lo gak liat disini ada Helena yang jenis kelaminnya masih dipertanyakan" Ujar Septi membuat Helena mendelik, enak saja  jenis kelaminnya diragukan. Ia itu cewek tulen meski kerap kali disangka cewek jadi jadian. Tapi percayalah, dia seorang wanita asli bukan kaleng kaleng.

"Udah ayo masuk."

Akhirnya Vano pasrah dan mengikuti dua gadis itu menuju kamar Septi yang berada dilantai atas.

Baru saja Helena masuk kedalam kamar Septi, matanya sudah terasa pedih ketika melihat kamar Septi yang terlihat sangat mencolok  Helena sampai bergidik ngeri dengan dekorasi kamar Septi. Kamar dengan bernuansa pink dan hello kitty. sepreinya berwarna pink dengan motif garis garis. Dan yang paling membuatnya geli adalah wallpaper Hello kitty yang memenuhi kamar itu dan berbagai jenis boneka dalam segala ukuran. Sangking merindingnya Helena sampai mengusap leher bagian belakangnya.

"Kamar lo pinkish banget si Sep, merinding gue liatnya." Ujar Helena dengan julidnya.

Septi mendelik sini  bibirnya berfecak sebal, apalagi ketika nendengar panggilan Helena. Sep? Yang benar saja namanya itu Septi bukan Asep. Astaga!!

"Suka suka gue lah." Balasnya ketus, Septi tidak marah hanya saja Septi tidak suka ketika ada yang mengomentari warna kesukaannya.

Helena meringis, ia tau ia telah menyinggung Septi. Helena juga paham bahwa semua orang memiliki kesukaannya masing masing. Tapi mohon maaf, Helena hanya tidak terbiasa. Warna merah muda adalah salah satu warna yang paling tidak ia sukai. Karena menurut Helena, itu sangat tidak cocok dengan sikapnya yang bar bar menyerempet ke gila.

Akhirnya Helena memilih mengitari kamar itu yang sangat luas, ya hampir sama lah dengan kamarnya dikehidupan dulu. Tapi bedanya kamar Helena jauh lebih luas karena aksesoris dan perabotnya yang sedikit. Dan suasananya pun terasa berbeda. Jika kamar Helena dulu itu terasa suram maka kamar Septi kebalikannya. Terasa girly dan penuh warna.

Helena mengitarkan matanya keseluruh penjuru kamar, ia mengabaikan saja Septi yang mulai memoles Vano sedemikian rupa. Menyuruh cowok pendiam itu mencoba semua baju yang baru saja mereka beli.

"Wahhh vann lo ganteng banget gila, ini mah si Nata juga kalah."

Mendengar pekikan Septi Helena menoleh dan mendapati penampilan Vano yang sangat sangat berbeda. Rambutnya yang sudah dipotong bak idol korea seolah mengubah bentu wajah Vano yang awalnya terasa cupu dan tidak enak dilihat. Karena emang bener guys, potongan rambut itu sangat memengaruhi tingkat kegantengan seorang pria.

Apalagi sekarang Vano menggunakan kaos polos berwarna hitam dengan celana selutut. Kacamata yang terlihat membosankan pun sudah diganti dengan yang jauh lebih trendy. Karena memang Vano tidak bisa melepaskan kacamata itu.
Orang-orang mungkin tidak akan mengira bahwa cowok ini pernah berpenampilan cupu dan dijauhi. Vano terlihat tampan dan manis, apalagi kacamatanya itu membuat Vano terlihat sangat keren.
Vano yang dipoles sedemikian rupa hanya diam, meski dalam hati dan pikirannya ia kebingungan. Apa sekarang ia tengah dijadikan bahan percobaan oleh dua gadis ini?

"Van, coba lo liat kekaca deh."

Vano menurut, cowok itu terjengkang kebelakang ketika melihat sosok didepannya.

"Itu siapa? Ganteng banget."

Septi tertawa, Vano ini polos atau bodoh si astaga. Apa Vano tidak menyadari bahwa sosok dicermin itu dirinya. Apa Vano sekaget itu sampai hampir tejengkang kebalakang. Bahkan saat ditempat potong rambut pun Vano sama kagetnya.

"Itu lo begoo."

Itu bukan Septi, itu Helena yang menjawab. Helena sudah gemas sekali dengan kelemotan Vano. Padahal cowok itu cowok beasiswa yang terkenal pintar.

Vano masih tak percaya "benarkah? Tapi kenapa saya jadi ganteng?"

Helena dan Septi menepuk kening mereka secara bersamaan.

"Vano, lo tuh ganteng cuma lo cupu aja jadi kegantengan lo tuh tertutupi oleh kecupuan lo itu."

Vano menganggukan kepalanya paham, ia sudah percaya karena sedari tadi Vano terus melakukan berbagai gaya dicermin. Dan orang dicermin itu mengikuti setiap gerakananya. Jadi Helena dan Septi tidak berbohong.

"Septi, Helen saya harus pulang. Ibu saya pasti mencari saya dirumah."

Septi mengangguk, benar juga ini sudah sore sangat sore. Tidak terasa mereka sudah menghabiskan waktu selama lima jam hanya untuk berbelanja dan mengubah penampilan Vano.

"Oke gue ikut, tapi gue ganti baju dulu. Helen lo pake baju gue aja."

Vano awalnya bingung dan ingin bertanya tapi itu tidak jadi karena kedua gadis itu sudah terlebih dahulu masuk kedalam kamar mandi untuk berganti pakaian.

Beberapa saat kemudian keduanya keluar dengan Septi yang memakai celana jeans pendek warna putih dengan hoodie berwarna pink. Rambutnya ia ikat dan diberi jepitan kecil berbentuk bunga. Sedangkan Helena , cewek itu menggunakan salah satu baju dan celana yang dibeli dimall tadi. Sebuah kaos oblong berwarna hitam dan celana jeans. Sesimpel itu, rambutnya pun hanya dikuncir kuda.

"Ayok, gue anter balik."

Vano ingin menolak tapi tatapan Septi mengurungkan niatnya.

"Baik, tapi saya mau ganti baju dulu." Ujar Vano, karena menurut Vano ia tidak mungkin mengenakan baju yang bukan miliknya ini.

"Gak usah, semua baju ini buat lo."

"Hah?"

Septi berdecak "udah Van gue gak terima penolakan pokoknya."

"Tapi saya....

Helena memotong ucapan Vano sambil menepuk pundak cowok itu pelan,

"Udah gak papa, duit dia gak akan habis cuma buat beliin baju. Sekali kali morotin orang kaya gak papa Van. Sekalian bantuin mereka buat sedekah."

Mendengar ucapan Helena Septi mendengus namun ia menyetujuinya juga "noh denger, anggep aja ini hadiah dari gue."

Dan lagi lagi, Vano pasrah cowok itu terlalu sungkan untuk menerima tapi Septi terus saja memaksa dan mengancamnya dengan berbagai ancaman.

Helena TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang