15

2.8K 820 160
                                    

"Lo nih kalau ngomong nggak usah sok misterius deh, Kak."

"Apa sih, Doyoung nggak jelas."

"Ah udahlah, Doyoung mulai ngelantur."

Doyoung tertawa kecil mendengar celotehan teman-temannya karena ucapannya.

"Doyoung, lo habis nangis ya?" tanya Yoshi yang menyadari mata Doyoung bengkak, sebenarnya ia sudah hendak bertanya dari tadi. Tapi bolak-balik Yoshi urungkan.

"Eh?" Doyoung terkejut dan refleks menyentuh matanya.

"Iya nih, Kak Doyoung habis nangis," timpal Junghwan.

"Kenapa nangis?" tanya Yoshi seperti biasa dengan nada lembutnya.

"G-gue nggak nangis kok."

"Nggak papa kali nangis, gue juga habis ini bakalan nangis karena ditinggal Jeongwoo si cabe-cabean itu," ujar Yoshi.

Haruto yang mendengarnya, seketika matanya juga ikut berkaca-kaca, namun buru-buru ia seka.

"Manusiawi, justru aneh kalau lo nggak nangis, Kak," ujar Junghwan lagi sembari tersenyum.

"Lo kenapa kumpulin kita di sini?" tanya Jihoon pada akhirnya.

Doyoung berdehem sebentar. "Gue cuman pengen kumpul-kumpul aja kayak dulu sebelum Kak Yoonbin, Kak Yedam, Kak Hyunsuk dan Jeongwoo nggak ada. Nggak salah kan?"

Semuanya mendadak hening.

Benar, semenjak semua peristiwa ini semuanya menjadi renggang. Mau itu pertemanan atau diri mereka sendiri. Mereka saling menatap curiga, mengawasi satu sama lain dengan seksama.

"Boleh-boleh aja kok." Yoshi menyahut sembari tersenyum, seperti biasanya.

"Gue sebenernya nggak papa, tapi di sini kan ada pembunuhnya. Gue nggak terima dia ikut-ikut kita ketawa sana-sini, sedangkan dia habis itu bakalan bunuh salah satu dari kita lagi," ujar Haruto lagi, merasa miris.

"Bukannya lo pembunuhnya?" ujar Jihoon memancing emosi Haruto.

"Pembunuh nuduh orang lain pembunuh," dengus Haruto.

Yang lainnya cuman bisa hela napasnya lelah. Perang dunia ke berapa sekarang?

"Lah, gue ngomong kenyataan kan? Lo kalau bisa bunuh Ayah lo, lo pasti juga bisa bunuh kita semua lah," kata Jihoon lagi. Hal itu membuat semuanya terdiam. Beberapa dari mereka terkejut, sementara beberapanya lagi hanya dapat menghela napas yang kesekian kalinya.

Itu topik sensitif dan tentu saja aib bagi Haruto, tapi Jihoon mengumbarnya seakan-akan hal itu adalah hal sepele.

"Ngomong apa lo?" Haruto berdiri dan menghampiri Jihoon dengan tatapan tajamnya.

"Emang yang gue omong salah? Lo sendiri mengakui kan?" tanya Jihoon, tidak takut pada Haruto.

"Cukup sudah," ujar Doyoung hendak melerai, mulai kesal dengan keadaan sekarang.

"Elo nggak ngaca ya, Kak? Ayah lo sendiri juga pembunuh, udah bunuh puluhan orang. Gue bahkan ngerasa aneh dia bisa bebas bersyarat, nyogok pengadilan kali ya?" kata Haruto remeh.

"Banyak omong lo." Jihoon berdiri dan langsung mencengkram kerah Haruto.

"Lo kalau nggak tahu nggak usah banyak omong."

"Lo juga nggak tahu apa-apa tentang gue, jadi lo juga mendingan diem!" Haruto berteriak pada Jihoon, satu hal yang jarang terjadi di rumah ini.

"Kalian kenapa sih? Suasananya kok tiba-tiba jadi serius gini?" bingung Junkyu.

Crafty | Treasure ✔Where stories live. Discover now