16

2.7K 804 98
                                    

Jihoon mengetuk-ngetuk meja makan di hadapannya dengan jarinya. Ini sudah tengah malam dan ia masih belum bisa tidur. Kehilangan seseorang sudah pasti berdampak pada mental dan pikirannya.

Terkadang Jihoon berpikir ia lebih baik mati terlebih dahulu daripada melihat kematian teman-temannya satu persatu. Namun, ia harus bertahan sampai akhir, setidaknya ia harus bertahan dan berpikir bahwa mungkin saja pembunuhan itu akan berhenti.

"Belum tidur lo?" Junkyu masih dengan topi baretnya keluar dari kamar Doyoung. Laki-laki itu menghampiri Jihoon ke arah dapur yang hanya berjarak 10 meter dari kamar Doyoung.

Jihoon hanya berdehem menjawab pertanyaan Junkyu, masih canggung setelah pengusiran kemarin. Tapi, tampaknya Junkyu sendiri hanya menganggapnya angan lalu.

"Kenapa?" tanya Junkyu.

"Apanya yang kenapa?"

"Kenapa kok belum tidur?" tanya Junkyu lagi.

"Nggak papa, nggak bisa aja," jawab Jihoon asal. Junkyu sendiri hanya mengangguk dan ikut duduk di sebelah Jihoon.

"Ngapain lo?"

"Duduk lah, emang gue ngapain?" tanya Junkyu balik dengan bingungnya.

"Maksud gue ngapain lo duduk sini, bagong," dengus Jihoon.

"Oh, cuman mau duduk aja," sahut Junkyu mengikuti ucapan Jihoon tadi.

Jihoon pengen geplak kepala Junkyu, tapi terhalang karena rasa canggungnya. Jadi ia hanya dapat menghela napasnya sebal.

Junkyu melirik sebentar ke arah Jihoon. "Lo nggak usah canggung kali sama gue," ujarnya yang mengerti bagaimana kondisi sekarang.

"Siapa yang canggung?" sahut Jihoon galak, padahal mah dalam hati udah dugun-dugun.

"Ya elo lah, kelihatan kali di wajah lo. Kenapa juga harus nyembunyiin dari gue? Lo nggak inget gue ini bisa baca ekspresi orang dengan mudah?"

"Ya udah, gue emang canggung. Terus kenapa?"

Junkyu tertawa kecil mendengarnya. "Kalau gitu nggak usah canggung. Masak cuman masalah kemarin kita jadi canggung gini."

"Gue canggung bukan karena merasa bersalah sama elo, tapi canggung karena masih curiga sama elo," ujar Jihoon yang bikin Junkyu elus dada aja. Lelah dicurigain muluk, walaupun ia mengerti kenapa Jihoon curiga padanya.

"Ya udah curigain gue aja sepuas lo."

Lalu hening, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing, sampai akhirnya Jihoon bersuara.

"Waktu Kak Hyunsuk mati, gue ada di luar buat nemuin Ayah gue," ujarnya tiba-tiba.

"Udah tahu."

"Kok bisa?"

"Gue tahu kok waktu itu lo sempet telpon sama Ayah lo sebelum pergi. Jadi gue nyimpulin kalau lo pergi atas permintaan Ayah lo."

Jihoon melirik Junkyu dengan malas. "Ya udah, berarti lo nggak punya alasan buat curiga sama gue."

"Elah." Junkyu merotasi bola matanya sebal.

"Junkyu."

"Apa?"

"Menurut lo, di antara kita semua, yang bohong siapa?"

Junkyu tersenyum miring saat mendengar pertanyaan Jihoon.










































"Semuanya, semua dari kita berbohong, Jihoon."




























































Crafty | Treasure ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang