07.Mengerti

75.4K 9.1K 309
                                    

Pukul 20.30 WIB

Setengah jam yang lalu Lera sudah menyelesaikan tugasnya, kini perutnya sedari tadi sudah berbunyi dan minta diisi. Sejak tadi pagi ia belum makan nasi sama sekali, hanya memakan roti yg ia beli sepulang dari kampus.

Lera berdiri dari kursi belajarnya dan menutup novel yg ia baca. Melangkahkan kakinya menuju pintu kamar kemudian keluar dan menuruni anak tangga satu persatu.

Ia menuju dapur untuk mengisi perutnya dengan makan nasi. Disana Lera menemukan ada ayah dan bundanya sedang menikmati makanannya. Lera fikir mungkin ayahnya pulang telat dan bundanya menunggu untuk makan malam.

Lera duduk di kursi depan ibunya, sedangkan kursi tengah didukki oleh ayahnya.

"Baru pulang yah?" tanya Lera pelan.

Gino mengangguk tanpa mengalihkan pandangan pada makanan dihadapannya.

"Kamu tadi belum makan Ra?" tanya Dewi.

Lera menggeleng menjawab apa adanya,karna kali ini ia benar-benar lapar dan perutnya minta diisi dengan nasi. Tak cukup bila hanya diganjal dengan roti saja.

Lera berdiri untuk mengambil piring dan diisi dengan nasi. Saat ia hendak menaruh nasinya ke piring tiba-tiba Gino berucap.

"Kamu itu udah besar, seharusnya tau pekerjaan rumah yg harus dikerjakan. Jangan hanya diam saja dikamar, masak enggak, nyuci enggak. Mau jadi apa kamu jika terus begitu?."

"Umur bunda mu udah nggak muda lagi, bantu dia masak atau membersihkan rumah. Jangan hanya datang untuk makan lalu masuk kamar lagi, nggak ada manusia yg betah nantinya hidup bersama mu jika terus begitu. Nggak mau masak jangan makan, cari makan dengan usahamu sendiri dan jangan hanya mengandalkan orang tua". ucapan Gino tersebut seketika menghilangkan niat Lera untuk makan.

Lera menggigit bibir bawahnya kuat, bibir dan tangannya mulai bergetar mendengar ucapan ayahnya tadi. Ia menarik pelan tangannya dan menempatkan piring yg ia pegang ditempat semula.

"Maaf bunda Lera tadi nggak bantu masak." ujar Lera lirih.

Dewi menggeleng. "Iya ngga papa... Lagian tadi kamu kan masuk pagi jad-" ucapannya terpotong begitu Gino bersuara.

"Seharusnya ia bangun lebih pagi, otak dan logikanya dipakai bagaimana ia bisa membantu bundanya masak jika ia masuk pagi."

Dewi menghela nafas lesu, ia ingin membela Lera, tapi percuma. Suaminya itu pasti punya banyak akal untuk menyalahkan Lera.

Lera mengulum bibirnya mencoba untuk tersenyum meskipun hatinya teriris karna ucapan ayahnya.

"Lera keatas dulu ya bunda, ada tugas yg harus Lera selesaiin." ucap Lera dan mulai melangkahkan kakinya menjauh dari dapur.

"Ra tapi kamu belum makan nan-"

"Nggapapa bunda..." Lera memotong ucapan bundanya dan tersenyum kecil. "Lera nggak terlalu laper kok" lalu ia melangkahkan kakinya dengan cepat agar segera masuk kamar dan mengunci diri disana.

Air matanya jatuh begitu ia menutup pintu kamar dan menguncinya. Selama ini Lera hanya dianggap beban keluarga, ayahnya tak pernah tau apa yg Lera lakukan ketika dirinya tak ada dirumah.

Menyapu seluruh ruangan dan celah-celah rumah, mengepel, mencuci, dan bahkan memasak. Kadang bi Murni art yg bekerja dirumah Lera sampai tak enak hati, tapi ia juga tidak bisa memaksa kemauan tuan rumah, berkali-kali bi Murni berkata bahwa tugas ia disini untuk membersihkan rumah. Tugas Lera dirumah hanya diam dan belajar saja, tapi Lera tak pernah mengindahkan larangan bi Murni, ia tetap kekeh dengan pendiriannya.

Pernah sesekali Lera mengindahkan larangan bi Murni karna ia sedang benar-benar lelah. Jika untuk hari ini, mungkin ia sedang sial hari ini. Karna Lera ada kelas pagi, tugasnya pun juga harus di deadline hari ini, belum lagi ia harus senantiasa belajar keras untuk jaga-jaga ada kuis dadakan.

Lera menekuk kakinya dan menutupi wajahnya dengan bantal, ia tak mau jika suara tangisan nya didengar oleh siapapun.

"Hiks... Lera ngga boleh nangis, harus kuat" ia menghapus air matanya dan mengucapkan kata-kata untuk menyemangati dirinya sendiri.

Usaha pertama yg ia lakukan berhasil, mencoba untuk tak menangis lagi. Tapi lagi-lagi ia membungkam mulutnya dengan kedua tangan karna air matanya mengalir begitu ia melihat foto di bingkai kecil pada meja belajarnya.

Gadis itu pasrah, membiarkan air matanya turun. Memori masalalunya kembali memutar di otak, masih terekam jelas di ingatan nya kala kejadian yg membuat hidupnya seratus delapan puluh derajat berubah.

Satu jam berlalu. Selama itu Lera masih membiarkan dirinya menangis hingga puas, kadang sesekali ia merasakan perut nya sakit dibagian kiri.

Tok tok tok

Seseorang mengetuk pintu kamarnya dengan ketukan kecil, tapi Lera mendengar nya dengan jelas karna keadaan kamarnya yg sunyi.

Lera menghapus sisa-sisa air matanya dan menahan diri agar tak mengeluarkan isakan lagi. Ia berjalan menuju pintu kamar lalu membukanya.

"Bibi"

"Ssuutt pelan aja non ngomongnya." ucap bi Murni, lalu ia segera menarik Lera masuk kembali kedalam kamar agar Gino tak tau bahwa malam-malam begini ia datang ke kamar Lera.

Lera dan bi Murni sudah duduk manis di karpet bulu dekat ranjang Lera.

"Ngapain bi?" tanya Lera bingung.

Bi Murni tersenyum pada Lera sembari memperlihatkan apa yg ia bawa didalam tas kresek hitam tersebut. "Ini non tadi bibi beliin non soto, non Lera belum makan malam kan tadi? Ini nih bibi udah beliin makanan kesukaan non dari kecil." ujar bi Murni.

Wanita yg sudah berumur enam puluh tahun keatas itu sudah mengetahui makanan kesukaan Lera dari kecil, karna memang ia sudah bertahun-tahun kerja di keluarga ini. Tak heran jika ia juga mengetahui masalah yg Lera hadapi sampai kedua orang tuanya tak lagi akrab dengannya lagi.

Lera diam menatap soto panas yg masih terbungkus rapi didalam plastik, matanya memanas menahan agar air matanya tak lagi turun didepan bi Murni.

Ia beralih menatap bi Murni. "Bibi..." ucap Lera lirih dan langsung mendekap bi Murni dengan erat. "Hiks... Maaf bi Lera ngerepot-". ucap Lera disela-sela tangisnya yg sudah tak bisa di tahan.

"Ssuutt non jangan minta maaf, dan jangan pernah ngomong kalo non Lera ngerepotin bibi. Tugas bibi itu juga merawat non Lera yg cantik ini, non Lera sama sekali nggak pernah bikin bibi susah jadi jangan pernah minta maaf." ujar bi Murni sembari mengusap lembut rambut panjang Lera.

"Malah non Lera itu ngenakin bibi jadi asisten disini, masa iya ada bibi disini malah non Lera yg ngerjain semua tugas rumah. Bibi ngga dianggep dong?" ucap bi murni membuat guyonan agar Lera tak lagi menangis.

Lera menyudahi tangisan nya dan membersihkan air mata yg membasahi pipi mulusnya itu. "Iihhh bibi bukan gitu..."

"Hehehhehe bibi bercanda kok non, yaudah dimakan ini sotonya. Udah bibi bawain mangkuk sama sendoknya sekalian, jangan lupa nasinya diabisin ya non biar kenyang." ujar bi Murni.

Lera mengangguk lalu mulai membuka satu persatu bungkus soto tersebut dan dibantu oleh bi Murni.

"Maaf ya non, non Lera makannya kemaleman. Soalnya tadi pak Supri lama banget nyalain motornya ngga bisa-bisa." ucap bi Murni menjelaskan kejadian saat ia hendak membeli soto tadi.

Lera tersenyum haru, orang yg benar-benar peduli akan keadaannya dirumah hanyalah Bi Murni dan Pak Supri satpam sekaligus supir pribadi keluarganya.

"Iya gapapa bi, seharusnya Lera yg minta maaf ke bibi sama pak Supri. Lera ngerepotin kalian malem-malem kaya gini." ucap Lera tak enak hati, gadis itu menunduk lesu.

"Nggak ngerepotin non, udah non Lera jangan sedih ya. Non Lera itu anak perempuan paling kuat diantara anak perempuan lain seusia non." ujar bi Murni.

Lera tersenyum dan menganggukkan kepalanya, kemudian menyantap soto didepannya hingga habis.

°°°°

Jodohku Polgan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang