48. Operasi

73.7K 7.7K 296
                                    

Matanya menerawang jauh, tatapan matanya kosong. Pikirannya berkecamuk kemana-mana, ini sulit. Sulit sekali bagi Dito.

Ia belum sempat menikmati masa bahagia dan membuat bahagia Lera, namun kenapa cobaan seberat ini datang kepadanya. Andai ia lebih cepat dipertemukan dengan Lera, pasti ia bisa membahagiakan anak itu meskipun dalam waktu sebentar.

Sebegitu kejamnya garis takdir Lera. Dito menyandarkan kepalanya dibahu Rista. "Dito goblok ya ma.."

"Dito goblok banget ngga bisa jaga Lera,, ngga bisa tanggap sama Lera" ucap Dito lirih.

Rista mengusap punggung tangan Dito. "Engga nak, kamu ngga salah. Emang ini jalannya.."

"Kamu harus kuat ngadepin cobaan ini, ngga boleh nyerah" ucap Rista.

Jika biasanya mata Dito akan selalu memancarkan kebahagiaan, ceria bahkan tengil. Kini tak lagi ada, matanya berubah menjadi tajam, cahayanya seakan langsung redup.

"Mama udah nyuruh pak Joko buat nganterin baju kamu kesini nanti bersih-bersih dulu abis itu kita makan" ucap Rista.

Dito menggeleng lemah. "Dito mau disini nunggu Lera"

Rista mengusap pipi Dito yang basah. "Kalo kamu ngga mau makan terus sakit nanti siapa yang jagain Lera?"

Mata Dito kembali meneteskan air mata lagi. "Lebih baik Dito ma... Jangan Lera,, udah cukup ma dia sakit karna keluarganya sendiri" ucap Dito lirih.

Tiba-tiba pintu ruangan ICU terbuka, menampakkan dokter perempuan yang tadi menangani Lera. Mendengar suara pintu terbuka pun Dito langsung menoleh dan berdiri paling awal.

"Alhamdulillah, masa kritis ibu Alera sudah terlewati, tapi keadaannya masih melemah. Sekarang kami akan membawanya keruang operasi untuk pengambilan peluru diperutnya. Mohon doanya agar operasi berjalan lancar" ujar dokter tersebut sembari tersenyum hangat.

Lega. Tentu, rasa cemas semua orang kini sudah berkurang. Meskipun Lera harus menjalani operasi, dan operasi peluru itu tak mudah. Apalagi ditambah kepalanya yang terbentur aspal, sungguh membayangkan nya pun ngilu.

"Saya bisa liat keadaan istri saya dok?" tanya Dito.

"Maaf sebelumnya, pasien belum bisa dijenguk sampai nanti selesai operasi. Karna keadaannya belum memungkinkan" ujar dokter tersebut.

Dito menghela nafas kecil. Pria itu mati-matian menahan diri agar tak menerobos masuk, tapi mau bagaimana lagi, itu sudah aturannya.

Dewi dan Gino mendekat pada dokter. "Anak saya akan selamat kan dokter? Bantu dia dok, saya akan tanggung semua biaya rumah sakit ini asal dia selamat" ucap Gino.

Dito menatap Gino tajam. "Semua biaya Alera biar saya yang tanggung. Bukan kah anda sudah tidak peduli lagi pada putri anda? Mengapa jika disaat dia sudah ada dititik terlemah baru peduli?" tanya Dito tegas.

"Ardito!" Rafi menegur tegas anaknya.

Dito hanya mengeluarkan senyum remehnya. Setinggi apapun jabatannya, se-tua apapun dia. Jika tak bisa menghargai dan menghormati orang lain, ia akan bersikap adil-seadil mungkin. Sekalipun itu mertuanya sendiri, jika masih ditoleransi tak apa. Tapi ini sudah keterlaluan, lewat batas dari penegak hukum yang telah diterapkan.

"Saya akan berusaha semampu saya, insyaallah semuanya akan berjalan dengan lancar. Saya permisi" ucap dokter tersebut lalu kembali masuk dalam ruangan Lera.

"Ini udah malem, sebaiknya kalian pulang dulu untuk membersihkan diri. Biar aku yang nunggu Lera waktu operasi" ucap Rafi pada Dewi dan Gino.

Dewi menggeleng. "Enggak, aku mau disini nunggu Lera" ucap Dewi lirih, wanita itu benar-benar tampak rapuh.

Jodohku Polgan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang