09. Pilihan Ayah

85.8K 9K 246
                                    

Selepas pulangnya teman ayah Lera atau lebih tepatnya keluarga Dito, orang yang akan dijodohkan dengan Alera.

Alera tak ikut mengantar keluarga Dito sampai depan, ia menunggu diruang tengah sembari memikirkan ucapan ayahnya tadi benar atau tidak.

Alera pikir ia akan diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri suatu saat nanti, tapi angan-angannya kini pupus begitu saja. Keputusan ayahnya juga tak mungkin ia tentang, apalagi ayahnya bukan pejabat biasa. Jika ia menolak dan menantang mentah-mentah mungkin keluarga Dito sedikit tersinggung dan itu akan mencoreng nama baik ayahnya jika berita ini menyebar.

Gino dan Dewi kembali masuk ke ruang tengah, Alera segera bangkit untuk berbicara pada ayahnya.

"Yah.. apa yang omongin tadi nggak serius kan?" tanya Lera hati-hati.

"Saya tak pernah main-main dengan ucapan saya." ujar Gino tenang, lalu melangkahkan kakinya menuju kamar.

Alera langsung mencekal lengan ayahnya. "Yah Lera tau kalo Lera salah, tapi untuk yang satu ini Alera mohon biar Alera sendiri yang nentuin ya yah.." ucapnya memelas.

Gino menghempaskan tangannya. "Tau apa kamu soal kehidupan seperti itu? Kamu itu hanya merepotkan saya."

"Apapun alasan kamu, keputusan saya tidak akan pernah berubah. Jangan pernah mempermalukan keluarga Winata, jika kamu tak mau menanggung akibatnya." lanjut Gino, setelah mengucapkan itu ia melangkahkan kakinya cepat menaikkan tangga.

Lera diam, matanya berkaca-kaca. Tak mungkin ia hidup bersama orang asing yang tak ia kenal, ia juga tak memiliki secuil perasaan pun pada orang itu. Apa bisa jika hidup selamanya dengan orang yang sama sekali ia tak cintai?.

Dewi mendekati anaknya lalu mengusap pelan punggung Lera. "Maaf nak, bunda nggak bisa bantu. Tapi bunda yakin suatu saat nanti kamu sama Dito pasti bisa nerima satu sama lain."

"Bunda tau kalo pernikahan itu bukan mainan, tapi kamu percaya sama pilihan ayah nak. Orang tua pasti akan memberikan yang terbaik untuk anaknya, bunda tau ini berat tapi bunda harap kamu mau ya nak.."

Dewi menghadap Lera penuh agar bisa melihat wajah anaknya, ia menghapus air disudut mata Lera.

"Kamu emang pintar, berani, pekerja keras, dan nurut. Untuk soal perasaan bunda yakin kamu pasti bisa mencintainya perlahan nak, jangan nangis ya bunda nggak suka liat anak bunda nangis." ujar Dewi.

Lera mengahapus sudut matanya yang berair lalu mengangguk mengiyakan ucapan bundanya. "Maafin Lera bunda, kalo aja waktu itu nggak terjadi dan Lera gampang tanggap. Pasti kejadian itu nggak pernah ada."

Dewi menggeleng. "Semua udah diatur sama Allah sayang, jangan pernah nyalahin diri sendiri. Bunda nggak akan pernah nyalahin kamu, karna itu bukan sepenuhnya salah kamu."

"Udah sekarang Lera bobo ya besokkan kuliah." ucap Dewi sembari mengelus pelan kepala anaknya.

Lera mengangguk. "Bunda juga ya."

Lera melangkahkan kakinya menaiki tangga, Dewi melihat punggung anaknya dengan mata berkaca-kaca.

Lera sungguh malang, masa kecilnya terenggut begitu saja karna masalah yang bukan sepenuhnya salah Lera. Ia harus dewasa, dan mengerti keadaan sebelum waktunya.

••••

Pagi ini Lera pergi mengendarai motor nya tanpa tujuan, jam kuliah nya dimulai nanti siang. Karna fikirannya sedang bruwet, ia membutuhkan tempat untuk merenung.

Cafe coffe. Tempat itu menjadi kunjungan untuk merenung dan mendamaikan fikirannya kali ini. Cafe itu belum terlalu ramai pengunjung, jadi pas untuk suasana damai. Fikirannya kembali berputar memikirkan kejadian kemarin.

Jodohku Polgan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang