Bab 21 (Gegana)

5.9K 454 5
                                    

 Bismillahirrahmanirrahim, semoga banyak yang suka hehe,,

Selamat Datang, salam kenal untuk para pembaca baru cerita Dear Kapten di lapak abal ini hihi..

***

Sayup-sayup suara adzan menggema di gendang telinga Kismi, kedua bola matanya terbuka perlahan. Disebelahnya, Anita tengah menungguinya dengan khawatir.

"Bunda, ini adzan apa?"

"Alhamdhulillah kamu sudah bangun Nak, ini sudah adzan isya'."

Kismi tersentak kaget, "Astaghfirullah Bunda, Kismi belum sholat Maghrib!" Ketika hendak bangkit, dia roboh lagi. Kepalanya begitu pusing.

"Pelan Kis, kamu masih sakit!" Kismi memegang kepalanya yang nyut-nyutan. Memorinya kembali mengingat kejadian yang dialaminya tadi.

"Ayo makan dulu, tadi kamu pingsan sebelum berbuka. Sini Bunda suapin!" Kismi meraih gelas berisi air putih dari tangan Anita. Kemudian meneguknya hingga hampir setengah gelas.

"Kismi makan sendiri deh Bun!"

"Enggak sayang, biar Bunda yang suapin!" Kismi membuka mulutnya perlahan. Bubur kacang ijo yang masuk ke mulutnya terasa hambar, tak berasa sama sekali.

"Bun, tadi itu,"

"Hush, bahas itu nanti saja ya, sekarang habiskan dulu saja makannya!" Kismi mengangguk, pasrah.

"Tapi Bunda janji nanti akan menjelaskan semuanya kan?" pinta Kismi, Kedua bola matanya sayu. Keceriaanya selama seharian tadi hilang sudah.

"Iya, nanti pasti Bunda jelaskan kok!" Anita mengelus lembut ubun-ubun putrinya.

Hening beberapa saat, yang terdengar hanyalah bunyi dentingan sendok yang beradu dengan mangkok.

"Bunda masih sayang Kismi, kan?"

"Bunda tidak punya alasan untuk tidak menyayangimu lagi Kis, sampai kapanpun!"

"Kak Kismi sudah bangun, Bun?" tanya Ziyad dari balik pintu, kemudian masuk menghampiri mereka.

"Sudah. Yad kamu temenin kakakmu dulu ya, Bunda ke dapur dulu!"

"Baik Bun," Ziyad duduk disamping kaki Kismi yang membujur.

"Yad, kamu kok nggak cerita sama kakak sih?" protes Kismi saat Anita telah keluar dari kamarnya.

"Hehe maaf Kak, Bunda sama Ayah nyuruh Ziyad tutup mulut sih. Lagian waktu itu Kakak kan lagi capek banget baru pulang dari Yogyakarta, mana tega kami langsung menghujani kakak dengan kabar yang membuat kakak langsung pingsan kayak tadi!" jawab Ziyad panjang lebar. Meskipun tontonan kesukaanya adalah Upin Ipin, tapi pemikirannya jauh lebih dewasa dari anak seusianya.

"Terus Kak Elsa kemana sekarang?" tanya Kismi, Ziyad menggeleng sebagai isyarat tidak tahu.

"Maksudnya? Jangan bilang Kak Elsa pergi dari rumah mendekati hari pernikahannya!" selidik Kismi. Ziyad mengangguk.

"Memang itu yang terjadi Kak!"

"Astaghfirullah," Kismi menyandarkan bahunya di kepala dipan. Padahal sebenarnya dia hanya asal menebak saja.

"Ya Allah, dimana Kak Elsa sekarang, Kok jadi seperti ini ya?" bathin Kismi dalam hati.

"Sejak saat itu tidak ada yang tau keberadaan Kak Elsa dimana Kak, tapi sepertinya Kak Elsa pergi ke Luar Negri. Mama mencari paspor nya tidak ada."

"Astaghfirullah, Takdir apa ini ya Allah," keluh Kismi dalam hati.

"Jadi disini ceritanya Kakak menggantikan posisi Kak Elsa begitu kah? Astaghfirullah, drama banget hidup kakak Zad!" tanpa terasa, sebulir dua bulir air matanya yang tertahan sedari tadi menetes ke pipinya, sebelum akhirnya mengalir drras hingga sesenggukan.

"Aduh, cup cup cup Kak, jangan nangis dong! Nanti Bunda jadi nyalahin Ziyad, kan?" Kismi tak menghiraukannya. Membuat Ziyad jadi keki sendiri."Ya udah deh, Ziyad pijit ya kakinya!"

***

Esok harinya, Kismi kembali masuk ke sekolah tapi tidak seperti haari-hari biasanya. Langkahnya berjalan lemas, kepalanya tertunduk, wajahnya pucat. Senyum manis yang biasa tergambar di wajahnya hilang tanpa bekas.

"Sayangku nyari apaan sih, kuperhatikan dari tadi jalannya nunduk terus, nyari opo toh kamu Kis, biar kubantu!" Nadia menundukkan wajahnya juga, mengamati jalanan aspal yang dilewati.

"Nyari opo toh Kis?" Nadia mengulang pertanyaan. Karena tak kunjuk ada sautan, Nadia menghentikan langkahnya lalu menyentuh lengan Kismi.

"Kis, coba liat aku!" Kismi tak menyahut, Pandangannya menunduk. Nadia mulai merasa ada yang tak beres dengan sahabat karibnya itu.

"Ya Allah, Kis! Ada apa he? Wajahmu kok pucat sekali sih? Kamu sakit?" Kismi masih bergeming.

"Atau ada masalah ya?" tanya Nadia. Tangannya menarik Kismi untuk duduk di pinggiran taman. Bel masuk kelas masih 10 menit lagi.

"Kis?" Kismi masih teguh pada pendiriannya, enggan berucap sepatah kata pun. Bola matanya mulai berkaca-kaca.

"Kita berteman udah dari jaman dekil loh Kis, Apapun tentang mu tak ada yang tidak ku ketahui, begitupun sebaliknya. Kamu sedang ada masalah apa? ­Monggo kalau mau cerita, biasanya kamu juga selalu curhat tanpa kusuruh!" Nadia mengusap lembut pundak Kismi.

"Nad," Kismi mengurungkan niatnya untuk bercerita, air matanya menerobos keluar cukup deras.

"Ya Allah, ya udah kamu tenangin diri aja dulu Kis!" Nadia menyandarkan kepala Kismi dibahunya. Kebiasaan dari dulu ketika salah satu dari mereka tengah dilanda kesedihan.

1 Menit,

2 Menit,

7 Menit kemudian,

Nadia masih membiarkan Kismi terisak di bahunya. Memberi isyarat tidak terjadi apa-apa lewat kedipan matanya kepada siapa saja yang bertanya.

"Gimana Kis, udah lumayan tenang? Apa kuantar ke UKS aja?" Kismi mendongakkan kepalanya. Mengusap lembut bahu seragam Nadia yang basah karena air matanya.

"Tuh kan, bajumu jadi basah Nad! Maaf ya!" Kismi mencoba tersenyum kembali. Menangis adalah salah satu wadah pelepas gundah gulananya, melepas meski sesaat. melepas walau pada akhirnya akan kembali lagi.

"Aduh santai aja Kis, Kamu udah lebih tenang kan, kalau ada apaa-apa cerita aja!"

"Nad, Pipin kucing kesayanganku hilang entah kemana huhu!"

"Oh, jadi kamu sedih karena itu?" Kismi menggeleng. Wajahnya menunduk, menatap kearah tali sepatunya yang copot.

"Ada hal lain Nad, aku pasti cerita ke kamu, tapi nggak sekarang!"

Nadia mengangguk, "Oke Kis, ceritakan kapanpun semaumu! Kamu tuh kalau habis nangis jelek banget tau!" Nadia membersihkan sisa cellak Kismi yang blobor di sekitaran klopak matanya.

"Makasih ya Nad! Sudah mau menjadi sahabat terbuwaik ku!" lirih Kismi, menatap lekat bola mata Nadia. Banyak dia jumpa ketulusan disana.

"Jangan gitu deh Kis, jadi pengen nangis!" Nadia mengalihkan pandangannya. Jika ia juga membalas tatapan Kismi sendu maka tangis tak akan lagi bisa dia bendung.

Renungan mereka berakhir ketika bel masuk kelas menggema di seluruh penjuru sekolah, bahkan terdengar sampai kantor kelurahan di ujung perempatan jalan sana.

***

pengen update panjang tapi gabisa hehehe

Salam sayang buat kalian semua emmuach,,,

@Alfiilayla Tugas UAS semakin menumpuk woy, pikiranku spannneng nih, main yuk! wkwkw

Kisah kasih Kismi (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now