Bab 43 (Kasak-kusuk tetangga)

3.6K 389 20
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdhulillah aku bisa berhasil melawan kemalasan untuk kembali update lagi guna memenuhi janji hehe.

kuy. langsung gas ae rek!

***

Sepeninggal Nadia. Kismi memasuki halaman rumahnya dengan langkah gontai. Kejadian yang menimpanya tadi membuat mentalnya nyaris breakdown. Untungnya Nadia bisa memahami dan memaklumi.

Jam masih menunjukkan pukul 20.20 WIB. Namun kompleks kawasan rumah Kismi sudah sepi. Biasanya pada jam segini, bocah-bocah masih berlarian kesana kemari, bapak-bapak nongrong di pos kampling depan gang sambil memanggang ayam, sedangkan ibu-ibunya beramai-ramai dipinggir jalan menanti grobak dorong nasi goreng keliling Cak Eman seraya Ghibah sana-sini atau sekedar membahas harga beras yang terus melambung tinggi.

Tapi kini, suasana menyepi. Yang terdengar hanya bisik suara jangkring dan lalu-lalang kendaraan di jalan raya sana. Membuat Kismi bergidik sendiri.

Kismi memutar pelan knop pintunya. Namun, terkunci rapat.

Tok tok tok! "Assalamu'alaikum Kapten, bukain pintunya dong!" jerit Kismi seraya yerus mengetok pintu rumahnya.

Tak ada sautan.

"Ya Allah, Kapten Gibran kemana sih? Masak iya belum pulang dari Masjid Jami'? Ah tapi mobilnya ada!" monolog Kismi dalam hati.

"Kapten Gibran? Ada di dalam nggak?"

Tetap tak ada sautan.

Kismi merogoh sakunya, mencari ponsel. Kemudian berniat menelepon Kapten Gibran yang mana nama kontaknya masih saja belum berubah. 'Mas Ipar'.

Belum saja Kismi sempat menekan tombol panggil, sebuah motor merapat ke halaman rumahnya.

"Astaghfirullah, Kapten Gibran dari mana aja sih? Masih I'tikaf ya di Masjid?" tanya Kismi setengah meledek. Tapi dia juga keheranan karena pakaian yang dikenakan tidak mencerminkan kedatangannya dari Masjid.

Seakan mengerti keheranan Kismi, Kapten Gibran mnegeluarkan sarungnya dari dalam jok motor.

"Tadi saya benar ke Masjid. Tapi maaf ya, saya tadi belum sempat bilang kalau mau pakai motor yang ada dibagasi."

Kismi terdiam, ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Dilihatnya dengan tajam penampilan Kapten Gibran mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Terasa tidak asing.

"Tunggu-tunggu! Barusan Kapten Gibran mampir ke kedai kopi daerah Suhat ya?" selidik Kismi penuh curiga. Tadi, ketika Kismi masih berbincang dengan Nadia di sana, kedua matanya tak sengaja menelisik seorang laki-laki yang berpenampilan serupa dengan Kapten Gibran saat ini. Bedanya, orang yang ditemuinya tadi mengenakan kacamata.

Dengan raut santai, Kapten Gibran mengangguk.

Tuh kan! Tebakan Kismi benar.

Kapten Gibran bergerak mendekat kearah Kismi yang sedang duduk di bangku panjang terbuat dari marmer asli yang berada di sudut kiri bale-bale rumahnya.

"Sebenarnya saya bykan dari Masjid Jami', melainkan dari Masjhid Nurul Iman dekat dengan rumah saya." ucap Kapten Gibran yang tentu saja membuat Kissmi terperangah.

"Harus di Masjid sana ya?" tanya Kapten Gibran heran.

Kapten Gibran menggeleng sebagai isyarat jawaban.

"Karena tujuan saya kesana sebenarnya untuk mengikuti kamu!" jawabnya seraya menyentil kening Kismi agak keras. Tentu saja membuat Kismi meringis kesakitan. Sepertinya, menyentil kening Kismi menjadi hobi baru Kapten Gibran.

Kisah kasih Kismi (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now