Part 15

9.3K 393 20
                                        

Tata POV.

Malam setelah aku dan pak Jeff resmi menikah, pak Jeff langsung membawaku bersamanya. Dia bilang aku sudah tidak bisa lagi tinggal di kost'an karena lingkungannya tidak sehat untuk ibu hamil.

Soal ayah dan ibu, mereka sepertinya sangat kecewa karena kabar kehamilaku yang mendadak. Selama prosesi pernikahan berlangsung saja ayah tidak menunjukan ekspresi apapun, begitu juga ibu. Bahkan ketika kami berpamitan hanya ibu yang mengantar kami, melepas kepergianku bersama pak Jeff. Aku memang bodoh telah berani mengecewakan mereka, tapi aku juga tidak bisa menghindari takdir apalagi menolak kehadiran bayi dalam perutku.

Anak ini tidak bersalah, dia hanya korban dari nafsu kedua orangtuanya.

Selama di perjalanan tidak ada obrolan antara aku dan pak Jeff. Aku hanya menatap keluar jendela dengan berbagai pikiran memutar di dalam kepalaku. Aku berpikir apakah aku mampu menjadi seorang ibu? Apakah aku mampu membesarkan dan mendidik anakku dengan baik? Tapi yang lebih penting, apakah aku mampu menerima pernikahan ini?

Karena jujur saja aku menganggap ini adalah pernikahan yang salah.

"Nah kita udah sampe, turun yuk" Ucap Pak Jeff. Aku hanya mengangguk, lalu setelahnya aku mengikuti langkah pak Jeff.

"Pak, ini rumah siapa?" Aku bertanya saat melihat rumah yang cukup besar, interiornya juga bagus. Pikirku apa iya ini rumah pak Jeff? Karena seingatku pak Jeff hanyalah seorang dosen.

"Ini rumah kita" Jawabnya. Sontak aku menoleh mendengar jawaban itu, apa mungkin gaji seorang dosen mampu untuk membeli rumah?

"Hah? Rumah kita?"

"Iya, kamu suka?"

Aku masih diam menelisik ke penjuru rumah. Jika ditanya aku menyukainya atau tidak, tentu akan aku jawab suka! Sekarang bagaimana bisa aku menjawab tidak jika rumah yang aku tempati adalah rumah impianku. Aku sering memimpikan tinggal dirumah yang bagus bersama suami dan anak-anakku nanti. Tapi...bukan dengan cara seperti ini.

"Hei, kok kamu diam? Kalo kamu ngga suka saya bisa beli rumah yang lebih bagus dari ini. Biar kamu dan bayi nyaman tinggal sama saya" Ucap pak Jeff dengan memelukku dari belakang. Dengan cepat aku menoleh, memukul tangannya karena ucapan pria gila ini.

"Ngga usah ngaco! Ini udah bagus, mau diganti sebagus apa lagi?!"

"Yah siapa tau rumah ini kurang luas, saya bisa ganti dengan yang lebih luas. Mau seluas apa? Lapangan bola? Lapangan golf? Atau bandara? Kamu tinggal bilang"

Aku lantas mencubit perutnya karena ucapan pak Jeff semakin mengada-ngada! Dasar bercandaan orangtua memang kadang-kadang tidak masuk di akal.

"Kita cuma tinggal berdua, jadi buat apa punya rumah gede-gede banget?!"

"Siapa bilang cuma tinggal bedua?" Dia mengusap perutku, "--kita tinggal betiga, dan kayanya bakal lebih dari itu"

"Maksudnya?"

"Aku mau punya 9 anak, jadi rumah kita bakal diisi sama 11 orang"

Lantas saja mataku membulat. Apa dia bilang? 9 anak? Dia pikir mengandung dan melahirkan itu mudah? Ya walaupun aku belum merasakan bagaimana melahirkan, tapi setidaknya aku tau pasti itu rasanya sakit, aku tau itu dari drama keluarga yang sering aku lihat. Lagi pula anak yang pertama saja belum lahir tapi dia sudah ingin mempunyai anak segitu banyaknya. Di pikirnya aku kucing yang setiap tahun melahirkan terus!

"Bapak aja sana yang lahirin!"

"Ehh--Tata tunggu, hei sayang!"

"Ih pak Jeff kenapa ikutin saya sih?!" Aku menghempaskan tangannya saat pak Jeff menahan tanganku.

Wrong Marriage || JaeYong 21+ (✔)Where stories live. Discover now