•17

431 72 20
                                    

       Suara melodi dari tuts piano kian nyaring dipenjuru rumah, jari-jari tangan yang dengan cantik menari-nari diatasnya, dengan raut wajah yang menahan sebuah emosi yang tak kunjung tertuang, dalam detik jarum yang mengiring Yeonjun untuk melakukan hal pelarian dari pikiran kacaunya.

      Tiga jam yang lalu ia pergi ke rumah ibunya, menabur bunga dan membersihkan rumput-rumput liar yang kian menutupi gundukan tanah yang menjadi rumah terakhir sang ibu.

      Tak ada tangisan ataupun air mata yang Yeonjun keluarkan, hanya raut wajah tanpa ekspresi. Bahkan mulutnya enggan untuk terbuka, tak ada kosa kata yang keluar. Namun, tangan lembut itu tak henti mengusap batu nisan bertuliskan nama wanita hebat yang melahirkannya.

      Melirih mengucapkan selamat bertemu hari kelahiran, menatap sendu gundukan tanah dengan taburan bunga, mencium batu nisan sebelum ia pergi dari sana. Menyisakan bayangan sang ibu yang terdiam menangis melihat putra bungsunya.

      Detik berganti menit, jarum jam terus berputar, namun jari-jari itu masih terlalu enggan untuk berhenti menari. Tempo berganti seiring bergantinya waktu.

       Terdengar begitu nyaring dan emosional, tak lagi lembut dan indah. Kini jari-jari itu dengan cepat dan penuh tenaga menciptakan sebuah alunan mengerikan yang mengoyak relung hati.

       Mata Yeonjun memanas, siap meluncurkan satu tetes air dari kelopak mata indahnya. Tetapi, rasanya sungguh berat untuk meluncurkan, selama jarinya terus menciptakan sebuah alunan, air mata tak kunjung terjun.

      Yeonjun emosi dan semakin gencar untuk menimbulkan melodi mengerikan, dan air mata berhasil terjun melewati pipi halusnya. Tangan mengepal kuat, menutup kelopak mata erat sebelum mengebrak piano dengan sekuat tenaga.

      Hancur. Piano yang selama ini menjadi mainan pelarian dari pikiran kacaunya rusak. Hancur dalam sekejap waktu, tangan itu berhasil membuatnya tak berguna lagi.

      Yeonjun bangkit dari duduknya, menatap piano yang kini tampak tak berguna didepannya. Raut wajah dan pancaran matanya meredup, begitu polos dan teduh. Menengadah lalu menatap langit-langit ruangan. Memiringkan sedikit kepalanya seolah-olah ia tengah berpikir dari kebingungan.

     Ada apa dengan dirimu Kim Yeonjun?

     Sunyi, begitu tenang bak didalam air. Yeonjun terdiam berkedip lucu. Tersenyum tipis lantas menggeleng pelan. Berjalan gontai menuju sebuah aquarium, berjongkok lalu menatap ikan Betta Splendens yang nyaris ia lupakan.

     Ikan pemberian kakaknya dulu, ikan yang kerap menjadi teman berbincang semasa kecilnya.

     Jari telunjuk Yeonjun terulur, menyentuh dinding kaca aquarium. Sudut bibir terangkat samar, jarinya mulai bergerak, mengikuti ikan itu berenang. Menatapnya penuh kagum dengan ekspresi yang polos.

       "Ini untuk adiknya Hyung."

        "Uwahh ikan, Hyung dapat darimana?"

        "Dari sungai tak jauh dari rumahnya Jungkook."

       "Ikannya cantik, Yeonjunie akan menjaganya dengan baik."

        "Anak pintar."

        "Ini ikan apa Hyung?"

        "Namanya Betta Splendens."

        "Uhh namanya susah! Tapi ikannya cantik dan indah, Yeonjunie suka."

     

𝙱𝚘𝚐𝚘𝚜𝚑𝚒𝚙𝚍𝚊 | 𝚅𝚓𝚞𝚗 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang