•24

284 62 23
                                    

     Tampaknya dua cone es krim hanya sebuah pajangan untuk menjadi saksi bisu, pemuda itu hanya melamun di petang hari. Sandyakala yang terlukis pada cakrawala sukses menghasilkan sebuah adiwarna.

     Senja selalu membuat orang terdiam dan terhanyut dalam kenikmatan mata. Menenggelamkan semua rasa penat sesaat dengan ringan.  Namun itu tak berlaku untuk Yeonjun saat ini. Pikiran yang benar-benar kacau membuat dia tak mampu menikmati karya Tuhan yang luar biasa indah.

     Matanya memang menatap langit, namun binar kekaguman seolah melayang tanpa ingin kembali, menyisakan sorot mata kekosongan yang benar-benar dingin.

     Dia hanya tertegun, tak perduli es krim yang kini perlahan mulai mencair, meluncur melewati cone dan tangannya hingga menetes menuju tanah.

      Dua jam berdiam diri di taman yang cukup sepi bukanlah hal yang mudah. Namun, untuk orang-orang yang hanya melamun untuk menenangkan diri, waktu seberapa banyak pun bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.

     Dia termenung dengan semua pikiran kacaunya. Kabur dari kantor hanya untuk mendinginkan pikiran, walaupun tak kunjung untuk tenang. Tak perduli sang sekertaris yang sudah pasti kini cemas mencari-cari keberadaan atasannya. Yang ia butuhkan hanya sendirian. Mengendalikan semua emosi, terlebih untuk menenangkan pikiran.

     Semuanya bagai berlalu begitu saja. Menyisakan luka bagi orang-orang yang terkena sasaran semua beban pikirannya. Dia benci, tak dapat mengendalikan diri. Obat bahkan bagai tak ada guna untuk menenangkan.

     Semua janji yang dia ucapkan malah berujung hal utama penyebab perdebatan yang benar-benar mengoyak hati. Siapa yang tidak akan terluka bila seseorang dikata parasit hanya karena menagih sebuah janji? Dia benar-benar ikut terluka setelah perkataannya beberapa saat lalu lewat jaringan telepon.

     Cone es krim jatuh, menjadikan sebuah lelehan es tercecer di atas tanah begitu saja. Mungkinkah tangan itu tak lagi mampu menggenggam sebuah cone es krim hanya karena hatinya yang saat ini tengah sakit?

     Dengan rasa pening yang menyelimuti kepala, kini kedua tangan terangkat hanya untuk menjambak rambutnya, melampiaskan rasa sakit. Sikutnya bertumpu pada paha yang terduduk apik diatas bangku taman. Dengan suara yang nyaris tak terdengar, lirih dan parau dia berujar dengan susah payah. "Apa semuanya bisa baik-baik saja?"

     Dia tak menangis ataupun terisak. Wajah tanpa ekspresi dengan gurat lelah benar-benar ketara di wajah tampannya. Perasaan tak lagi normal, hanya kesedihan yang duduk di hatinya.

     "Memikirkan bagaimana cara untuk sembuh dari penyakit aneh mu itu tuan Kim?"

     Bohong bila dia tak terkejut saat mendapati suara nyaring secara tiba-tiba dari sampingnya. Bukan kalimat itu yang ia perdulikan, tapi suara yang mengalun tak asing di telinganya. Suara yang ia benci bahkan sampai kapanpun.

      "Lama tak berjumpa Kim Yeonjun, bagaimana hari-harimu? Sepertinya kurang baik ya." Terkadang sebuah sapaan dan pembicaraan seseorang bukanlah hal yang sama dengan isi hati orang itu sendiri.

     Yeonjun hanya terdiam menatap wajah lawan bicara. Ia benar-benar benci menatapnya, bahkan saat pertama suara itu terdengar. "Untuk apa kau kesini?"

     "Hey taman ini adalah umum, bukan milikmu. Hak siapapun untuk datang kemari."

     "Terserah dirimu Kim Sungboo." Yeonjun beranjak dari duduknya, berniat untuk pergi.

      Namun sepertinya Sungboo ingin sedikit bermain-main. Terbukti dengan tubuh Yeonjun yang didorong kuat hingga kembali terduduk membentur bangku taman dengan kasar.

𝙱𝚘𝚐𝚘𝚜𝚑𝚒𝚙𝚍𝚊 | 𝚅𝚓𝚞𝚗 Where stories live. Discover now