D U A P U L U H

19.3K 2.2K 430
                                    

"kakak hiks..hiks..hiks..hiks..hiks..hiks"

"Ma-af--in Laffa hiks..hiks..hiks La-Laffa ga-gak tahu hiks..hiks..hiks"

Kini Raffa sedang berada di depan ruang rawat Rasya, setelah tadi ia berteriak histeris meminta tolong hingga tubuh mungil nya hampir tersungkur kedepan karena berlari tidak melihat jalan. Beruntung sebelum ia menuruni tangga untuk sampai di lantai satu ia lebih dulu bertemu dengan 5R dan juga Bara yang baru saja turun dari lantai delapan, Mereka yang melihat Raffa menangis histeris seperti itu merasa tidak terima, Bahkan mereka berencana akan memberi pelajaran pada orang yang sudah membuat adik mereka seperti ini.

Namun, rencana mereka harus urung ketika Raffa menjelaskan masalah yang terjadi. Raffa kembali berteriak histeris agar mereka secepatnya menolong Rasya yang sudah terbaring tidak berdaya di dalam kamar, Raffa yang hampir berlari di cegah oleh Bara karena melihat telapak kaki Raffa yang sudah banjir dengan darah.

Untuk sampai ke rumah sakit pun Raffa di gendong oleh Rangga, tangisan Raffa yang membuat dada mereka yang ada di sana terasa di hantam benda keras tidak pernah mereda sedikit pun sejak tadi, Bahkan telapak kaki nya yang terus mengeluarkan darah segar tidak ingin ia obati. Ia benar-benar merasa bersalah, bagaimana pun ini semua terjadi karena ia yang memberikan cokelat pada Rasya.

"Udah dong dek, gak capek apa nangis terus dari tadi. Udah ya" bujuk Rere dengan lembut, tangan nya mengusap bulir-bulir air mata yang mengalir dari kedua netra adik nya, Raffa yang ada di pangkuan Rangga menggeleng mendengar bujukan Rere.

Bibir mungil Raffa terus menggumamkan kata Maaf, ia benar-benar merasa bersalah. Apalagi Mommy dan Daddy-nya belum sampai disini, Raffa takut, takut jika mendapat amukan kedua nya.

"Udah dek, nanti tenggorokan nya sakit. Udah, ya." Regan ikut membujuk, Berharap tangisan pilu adik nya segera mereda.

Namun Raffa tetap menggeleng merespon bujukan Regan, tangan mungil nya bahkan tidak segan-segan menjambak rambut hitam milik nya. Bahkan Rangga yang memangku Raffa menjadi kewalahan menenangkan Raffa yang terlihat sangat bersalah.

Bara, Regan, Raven, Revan, Rio, Rico dan juga Rere yang melihat nya merasa iba. Mereka tidak tahu harus bagaimana lagi membujuk Raffa agar tenang, beruntung di lantai lima ini hanya ada ruangan khusus untuk keluarga Miller.

Langkah kaki menggema di sepanjang lorong yang ada di lantai lima, Raina dan juga Raels berjalan tergesa-gesa menghampiri mereka yang duduk di kursi tunggu.

Dari kejauhan Raina melihat Raffa yang menangis dengan tersedu-sedu di pangkuan Rangga, hati nya merasa tercabik-cabik dengan kedua tangannya terkepal kuat. Langkah nya semakin cepat diiringi emosi yang menggebu-gebu, Raels yang mengikuti nya dari belakang mau tidak mau ikut mempercepat langkahnya menyusul Raina.

"RAFFA!!"

Teriakan Raina membuat mereka tersentak kaget, apalagi Raffa yang mendengarnya langsung terdiam, kepalanya menunduk takut. Kedua tangan nya saling bertaut ketakutan, Bahkan punggung nya masih bergetar karena ia menangis dalam diam.

Raina langsung duduk di dekat Rangga dengan lutut sebagai tumpuan nya, mereka yang melihat nya di buat heran dengan Raina yang seperti itu.

"Sayang, udah ya. Hati Mom sakit liat kamu nangis gini" Ujar Raina lembut, tubuh mungil Raffa ia bawa kedalam dekapan hangat nya.

Mereka yang ada di sana menghela nafas lega, mereka kira Raina akan memarahi Raffa tadi.

Raina meregangkan pelukannya pada tubuh mungil Raffa, tangan nya mengusap air mata yang masih mengalir di kedua pipi putra nya, tatapan nya memicing melihat kaki telanjang putra nya yang terus mengeluarkan darah segar. Dengan tiba-tiba tangan nya merobek ujung dress yang ia kenakan, melilit kan nya pada telapak kaki putra nya guna menghentikan darah yang semakin banyak keluar.

ARRAFFA | Selesai |Where stories live. Discover now