22-Bukan Pembantu

10.4K 1K 26
                                    

Pagi menjelang siang. Kayesa berkutat di dapur dalam keadaan meringis. Tahan. Tidak butuh waktu lama. Semuanya akan selesai. Gadis itu sekuat tenaga berusaha untuk tidak menangis.

Tangan kanannya melepuh akibat terkena minyak panas saat akan meletakkan ikan ke penggorengan. Salahnya yang melemparkan ikan begitu saja yang tidak dengan hati-hati.

Ditambah lagi dengan dua telapak tangannya yang telah berserabut akibat dari aksi membersihkan Ikan. Ternyata mempraktikkannya langsung lebih sulit ketimbang mempelajari teorinya.

Lengkap sudah penderitaannya.

Sejak tadi tangannya berdenyut sakit. Kayesa tidak berani menyentuh tangannya yang melepuh. Ia tetap lanjut memasak dalam keadaan yang terus menahan tangis. Jujur saja, selama ia hidup, ia tidak pernah berada dalam kondisi ini.

Usai menghidangkan hasil masakannya di atas meja makan, bel rumah berbunyi.

Kayesa beranjak cepat untuk membuka pintu. Pagi tadi Denan memang pergi bersama Jagat untuk mengurus pekerjaan yang ada di Restoran. Ia pikir yang memencet bel adalah Denan yang memang sudah waktunya laki-laki itu untuk pulang, namun saat Kayesa membuka pintu, bukan sang suami yang berada di balik pintu melainkan Keynan yang saat ini berdiri dengan senyum lebarnya.

"Kak Kayesa, gue datang berkunjung. Bawa banyak camilan...!"

Kayesa ikut tersenyum lebar lalu melangkah maju memeluk adiknya. Rasanya sudah lama sekali ia tidak melihat wajah tengil itu.

"Ciyee, kangen, ya?"

Kayesa mengangguk. "Kangen banget," lirihnya.

Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya pecah. Gadis itu mulai terisak di dada Keynan. "Umi sama Abah, kok, gak ikut?"

Keynan tertawa. "Jangan nangis, dong, kak. Umi sama Abah titip salam. Nanti kapan-kapan bakalan main ke sini."

Kayesa semakin terisak. Ia menengadah menatap Keynan yang menurutnya semakin tinggi. "Lo sudah besar, ya, sekarang. Dulu gue lebih tinggi daripada lo. Kenapa sekarang lo tinggi banget?"

Melepaskan beberapa bungkusan yang ada di tangannya, tangan Keynan terangkat menghapus air mata Kayesa yang terus saja mengalir. "Kan gue tumbuh ke atas bukan ke samping. Kakak gak berubah, ya? Masih aja cengeng!"

Kayesa melangkah mundur usai melepas pelukannya. Mengusap air matanya lalu menyuruh Keynan untuk masuk.

"Bang Denan mana, kak?"

"Lagi di luar ngurus restoran," jawab Kayesa di sisa-sisa tangisnya "Mau minum apa?"

"Apa aja, tapi kalau ada jus mangga boleh juga, sih." Keynan menyengir. Sementara Kayesa mendengus.

"Ada, tapi buat sendiri, ya."

Gantian Keynan yang mendengus. Ia tidak lupa, kakaknya itu memang tidak bisa diandalkan. Namun, mata laki-laki itu sontak meredup saat mengamati Kayesa yang tengah mengeluarkan berbagai camilan dari dalam bungkusan yang ia bawa.

Tatapannya fokus kepada tangan itu. Keynan mendekat. Menyentuh tangan itu yang membuat pergerakan Kayesa langsung terhenti.

"Itu..." Kayesa tidak bisa menarik tangannya, Keynan telah lebih dulu menahannya.

"Kenapa bisa gini?"

"Itu, tadi kena minyak waktu goreng Ikan."

"Sakit banget, ya, kak?"

"Gak, kok, biasa aja."

Beberapa detik setelah mengucapkan itu. Keynan terdiam.

Kayesa tidak tahan. Ia kembali menangis. Melihat mata Keynan yang memerah dan menatapnya iba membuat Kayesa tidak bisa menahan kesedihan. Ia tidak mampu jika diberikan tatapan seperti itu. Jiwa cengengnya pasti akan langsung naik ke permukaan.

SyuamitonirrajimWhere stories live. Discover now