15-Caffee

10.1K 1K 7
                                    

Apa yang Kayesa pikirkan benar terjadi. Entah teman-temannya hidup di waktu Indonesia bagian mana yang katanya pergi setelah waktu Maghrib, tetapi nyatanya mereka baru bisa berangkat setelah waktu Isya berakhir. Ngaretnya benar-benar tak tertolong. Kayesa hanya bisa memasang wajah cemberut ketika berada di rumah Fira dan menonton keempat temannya yang dandannya melebihi perempuan yang akan duduk di pelaminan. Pengantin saja tidak makan waktu lama untuk berdandan.

Rumah Fira memang kadang dijadikan base camp untuk berkumpul dan berdandan. Namun, Kayesa sama sekali belum pernah mencoba rumah salah satu temannya itu untuk melakukan hal tersebut.

Sebenarnya, waktu untuk bersiap diri hanya sebentar, tetapi karena diselingi dengan mulut yang tidak berhenti berbicara itu-lah yang memakan waktu banyak. Seperti biasa, yang bekerja mulutnya bukan tangannya.

Setelah mendirikan shalat Isya dan menunggu teman-temannya selesai bersiap baru-lah berangkat pergi.

"Katanya ba'da Magrib, ini malah jadi ba'da Isya," protes Kayesa yang memasang wajah cemberut.

"Ba'da Magrib juga Ba'da Isya kali, Kay. Jam sembilan malam juga bisa disebut Ba'da Magrib," ucap Fira tanpa dosa.

"Gue cuma dikasih izin sampai jam sembilan malam."

Mendengar pengakuan Kayesa, teman-temannya sontak melirik benda yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Astaghfirullah, serius lo? Demi apa?"

"Demi Denan yang gak bakalan bukain gue pintu kalau gue pulang lebih dari jam sembilan!"

"Suami lo tega bener, deh. Untung gue zomblo," celetuk Cia lalu terkekeh.

"Itu artinya dia mau ngejaga lo, Kay. Memang gak baik sih cewek tuh keluar malam apalagi pulang larut malam tanpa mahramnya. Takutnya malah jadi fitnah dan nimbulin pikiran yang gak benar di mata orang-orang," ucap Nayra tiba-tiba. Gadis itu memang yang paling berpikiran positif daripada teman-temannya yang lain.

"Bener, sih. Tetangga gue besoknya langsung melakukan investigasi," tutur Cia.

"Makanya, nanti sebelum jam sembilan kita harus sudah pulang, gimana?" Tanya Nayra yang kini menatap teman-temannya.

Lentera yang tengah menyetir memilih mengangguk.

"Iya, lain kali kalau kita mau pergi ada baiknya siang atau gak sore," saran Fira yang sekarang merasakan rasa tidak enak kepada Kayesa yang lebih banyak memilih diam.

"Gue sih setuju aja," ucap Cia menyetujui.

Kayesa mengerucutkan bibir dengan kening berkerut. Kurang tujuh menit untuk jarum jam terus bergerak mencapai angka setengah sembilan malam, namun mereka berlima baru saja selesai memarkirkan mobil di tempat tujuan.

Hanya butuh waktu setengah jam untuknya duduk di dalam Caffee, lalu setelahnya pulang. Jika tahu begini, lebih baik tidak usah pergi. Cukup di rumah Fira saja ia berkumpul dan memesan banyak makanan. Namun, karena tidak tega menggagalkan rencana Lentera yang ingin melihat pujaan hatinya yang tak tergapai, jadi-lah Kayesa memutuskan tetap ikut pergi.

"Salah gak sih gue suka sama dia? Duh, lama gak pernah liat malah makin ganteng aja," celetuk Lentera tiba-tiba. Mata gadis itu kini berbinar bahagia tanpa mempedulikan sekeliling Caffee yang ramainya pengunjung.

Meskipun bukan malam Minggu, tetapi Caffee itu memang selalu ramai. Setiap malam.

"Mana, sih? Perasaan yang kelihatan cuma punggungnya, ganteng dari mana coba? Mukanya aja kagak kelihatan," celetuk Cia yang kini menatap ke arah barista yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Pasalnya para cowok di sana sedang sibuk dengan kegiatannya dan berdiri membelakanginya. Jadi, otomatis, wajahnya sama sekali tidak terdeteksi.

SyuamitonirrajimWhere stories live. Discover now