59-Mengigau

2.5K 285 106
                                    

"Denan, dingin. Kay pengen pulang."

Mendengar suara lirih Kayesa yang meminta untuk pulang, Denan segera bangkit berdiri. Mengamati sekitarnya, hujan masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti dan justru semakin bertambah deras.

Denan memainkan ponselnya sejenak dan kembali memasukkannya ke dalam saku celana. Tatapannya kembali fokus kepada Kayesa yang terlihat memucat.

"Sebentar, ya. Kita tunggu Jagat jemput," ucap Denan seraya mengusap pipi Kayesa dengan lembut. Kali ini tidak ada penolakan dari Kayesa, ia hanya mengangguk patuh.

Denan duduk di samping Kayesa. Hening kembali tercipta. Setelah ungkapan perasaan yang diutarakan oleh Kayesa dan penjelasan yang disampaikan oleh Denan, kini keduanya memilih diam dengan menanggung beban pikiran masing-masing.

Denan menghela napas berat, ia masih belum tahu apa yang bercokol di kepala kecil milik Kayesa saat ini. Namun, melihat tanda-tanda Kayesa yang memilih bungkam tidak seperti biasanya, membuat Denan dilanda rasa bingung yang tidak berkesudahan.

Istrinya memang tidak lagi menangis dan Denan sangat lega akan hal itu, tetapi melihat Kayesa yang diam, tidak cerewet seperti biasanya, membuat Denan merasa kosong. Ia sungguh merindukan sifat asli Kayesa.

Kembali, Denan menghela napas berat. Ia menatap lekat Kayesa yang terlihat sibuk mengamati turunnya hujan. Sesekali Kayesa memeluk tubuhnya sendiri, mungkin sedang kedinginan.

"Kay..." Denan memanggil dan Kayesa langsung merespon. Keduanya bertatapan dengan waktu yang cukup lama dan hanya saling diam.

Melihat Denan yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan bersuara, Kayesa kembali memusatkan tatapannya ke arah jalan raya, menikmati turunnya hujan.

"Mau aku peluk?"

Kayesa menggerakkan kepalanya dengan kaku, kembali menyoroti Denan yang terus saja menatapnya lekat. Tidak tahan ditatap seperti itu, Kayesa akhirnya menunduk dan dengan pelan sedikit menggeser posisi duduknya menjauh dari Denan. Penolakan halus yang ia lakukan tanpa harus membuka suara.

Berdecak sebal, Denan turut menggeser posisi duduknya hingga kini ia duduk menempel dengan Kayesa. "Kay, nggak mau aku peluk?"

Kayesa sontak menggeleng cepat. "Nggak."

"Kenapa nggak mau aku peluk?"

"Nggak apa-apa."

Denan menatap Kayesa protes. "Kamu kenapa sih nggak mau aku peluk? Cuma peluk, Kay!"

Sepenuhnya Kayesa memalingkan wajah ke arah Denan. Menatap suaminya itu dengan dahi berkerut. "Kenapa maksa? Rese banget jadi orang!"

Denan memasang mulut manyun. "Kay, peluuuk..."

"Manja!" seru Kayesa sembari memasang lirikan sinisnya disertai desisan pelan keluar dari mulutnya. Sementara Denan mengamati sang istri melalui ekor matanya dan tersenyum. Detik berikutnya, tanpa sempat menolak, Kayesa telah ditarik masuk ke dalam pelukan hangat miliknya.

"Ish, Denan!"

"Terima aja, Kay, daripada kedinginan. Gratis ini nggak bayar."

Denan tertawa kecil merasakan respon Kayesa yang memukul pelan dadanya. Pelukannya mengetat, Denan tak berhenti menghujani puncak kepala Kayesa dengan bibirnya. Sesekali ia menjauhkan wajah Kayesa yang menempel di dadanya hanya untuk memberikan kecupan mesra dan mengusel manja di sana dan berakhir dengan menenggelamkan wajahnya dilekukan leher milik sang istri.

"Kangen banget sama kamu," ungkap Denan, bersungguh-sungguh.

Denan kangen? Padahal bertemu setiap hari.

SyuamitonirrajimWhere stories live. Discover now