10-Beban

11.2K 1.1K 22
                                    

"Denan, gue izin nginap di rumah Abah Umi, ya?"

Denan menatap Kayesa tajam. Tanpa basa-basi, laki-laki itu langsung menolak. Belum sampai dua belas jam ia pindah rumah, tetapi gadis itu sudah meminta izin untuk menginap di rumah orang tuanya.

"Cuma semalam, Denan!"

"Nggak."

"Please, gue kangen Abah sama Umi."

"Nggak, jangan ngeyel lo!"

"Denan, pokoknya gue mau nginap!"

"Kalau gue bilang nggak, ya, nggak. Lo kapan, sih, bisa nurut?"

Kayesa berdecak. Kemudian, gadis itu duduk di samping Keynan yang sejak tadi menyaksikan perdebatan keduanya. Adik laki-laki dari Kayesa itu memang datang hanya untuk mengantarkan semua barang-barang kakaknya yang terbilang sangat banyak, tetapi sepertinya Kayesa berkehendak lain. Gadis itu memang kadang kalanya berbuat semaunya.

"Tapi, gue mau nginap di rumah Abah, Umi. Cuma semalam, lo harus izinin!" Rupanya Kayesa masih belum berhenti.

"Sampai mulut lo berbusa, gue nggak bakal kasih izin!"

"Den-"

"Keynan pamit pulang dulu, ya. Mau bantuin Umi nyuci piring tadi numpuk pas Keynan tinggal."

Keynan beranjak berdiri lalu menyalami kakaknya.

"Kalau suami bilang 'nggak', ya, berarti 'nggak', Kak." Bisiknya di telinga Kayesa, lalu mengecup sekilas pelipis sang Kakak.

Kayesa mendengus. Memilih mengabaikan wejangan adiknya.

"Sejak kapan lo, Dek, nyuci piring bersih?"

Keynan terkekeh. "Sekarang gue sudah bisa nyuci piring, dong. Memangnya lo, Kak, yang masih minim apa-apa," ejeknya lalu bergegas keluar rumah setelah menyalami Denan.

Kayesa mengamati pergerakan adiknya. Dasar, baru bisa mencuci piring aja bangga!

"Keynan pamit, bang. Assalamu'alaikum."

Denan mengangguk dan menjawab salam, lalu mengalihkan tatapannya ke arah Kayesa yang telihat kesal. Denan menatap Kayesa tajam. Gadis itu selalu terang-terangan menunjukkan rasa tidak suka setelah menjadi istrinya.

"Bisa nggak, sih, lo jangan keras kepala? Lo pikir cuma lo yang terbebani sama pernikahan ini? Nggak. Bukan cuma lo, tapi gue juga."

Kayesa balik menatap Denan tajam. Tanpa diperjelas pun ia tahu jika laki-laki itu juga terbebani. Siapa, sih, yang mau menikah dengan orang yang sama sekali tidak disukai sejak kecil? Tidak ada.

Termasuk Kayesa dan Denan.

"Kalau gitu, lo harusnya nggak usah peduli kemana gue nginap. Nggak usah larang-larang gue!" Kayesa membalas.

"Peduli?" Denan mendengus. "Gue sama sekali nggak peduli sama lo! Lo pikir gimana tanggapan kedua orang tua lo yang yakin banget gue orang yang bertanggung jawab? Gue cuma peduliin diri gue sendiri. Jadi, lo stop bertingkah!"

Denan menatap Kayesa dengan seyum sinis. "Lo pikir aja, memang lo siapa yang harus gue peduliin? Lo cuma orang asing yang tiba-tiba jadi istri gue dan tiba-tiba jadi beban buat gue!"

Kayesa mengepalkan kedua tangannya. Kedua mata gadis itu berkaca-kaca menatap Denan dengan emosi.

"Lo harusnya sadar diri, siapa lo buat gue!" Denan beranjak, sungguh kesal dengan gadis itu yang selalu saja berbuat semaunya.

"Lo juga sadar diri, emang lo siapa berani bilang gitu ke gue? Lo juga cuma orang asing yang tiba-tiba jadi suami gue. Lo pikir adil? Sejak kecil gue dibesarkan sama orang tua gue dan karena nikah sama lo, gue harus patuh dan berbakti ke lo! Lo pikir adil? Gue cuma sayang Abah, Umi, Keynan, cuma mereka yang ada sejak dulu. Terus, dengan lo yang tiba-tiba jadi suami gue dan berbakti ke lo, itu adil?" 

SyuamitonirrajimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang