28-Hamil?

9.7K 786 22
                                    

Pagi ini sungguh cerah. Matahari tidak segan-segan untuk memamerkan sinarnya. Abah, Umi, dan Keynan begitu menikmati sarapannya seraya mengobrol ringan. Namun, berbeda dengan Kayesa yang kini memasang wajah muram.

Sarapannya sama sekali belum terjamah. Tatapan gadis berwajah muram itu tak luput dari ponsel di tangannya tengah menunggu balasan dari pesan yang ia kirimkan. Namun, sejauh ini, tidak ada tanda-tanda pesannya itu akan berubah warna menjadi dua centang biru. Padahal selama yang Kayesa perhatikan, status laki-laki yang ia kirimkan pesan itu dalam keadaan online. Bahkan, laki-laki itu masih sempat memamerkan matahari terbit di ufuk pantai lewat story akunnya.

Namun, mengapa pesannya tidak kunjung dibalas?

Kesal karena pesannya yang tidak kunjung dibalas padahal status laki-laki di sana sedang online, Kayesa akhirnya menekan tombol panggilan suara.

Dan... Berdering.

Kayesa menatap layar ponselnya dengan intens dan detik berikutnya mata gadis itu membulat tidak percaya. Denan menolak panggilannya?

Kayesa tak habis pikir. Mengapa Denan kekanakan sekali?

Kembali ia menghubungi Denan. Dua kali. Tiga kali. Empat kali. Lima kali. Hingga akhirnya Kayesa tidak lagi dapat menghubungi kontak tersebut. Profil foto yang suaminya pasang di sana tiba-tiba menghilang dan status yang menunjukkan jika Denan online atau yang biasa disebut dengan istilah last seen pun tidak terlihat. Pesan yang kembali ia kirimkan kini hanya centang satu.

Darah Kayesa sontak mendidih. Denan memblokir dirinya?

Kayesa yang notebene-nya adalah istrinya sendiri diblokir?

Kayesa tidak menyerah. Ia kembali menghubungi Denan melalui panggilan seluler. Namun, suara operator di seberang sana semakin membuatnya bertambah emosi.

"Nomor yang anda tuju tidak tersedia. Silakan periksa kembali nomor tujuan anda!"

Heh, Denan benar-benar mencari perkara dengannya.

"Kay, sarapannya kok dianggurin? Nanti gak enak lagi, loh." Teguran sang Umi membuat Kayesa akhirnya meletakkan ponselnya. Gadis itu menunduk menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca karena emosi.

"Ini dimakan, kok, Umi."

Kayesa mulai menyentuh sarapannya seraya melirik ponselnya dengan tajam. Lihat saja, setelah ini Kayesa juga tidak akan lagi menghubungi Denan. Terserah laki-laki itu ingin apa. Ingin tinggal di Kalimantan selamanya juga tidak apa-apa. Tidak pulang untuk selamanya juga tidak apa-apa. Memblokir dirinya seumur hidup juga tidak apa-apa. Tersesat di Pedalaman Kalimantan juga tidak apa-apa. Kayesa tidak peduli lagi.

Namun, nyatanya, Ketidakpedulian Kayesa hanya berlangsung singkat.

Siang harinya sembari menikmati makan siang di ruang tengah ditemani dengan siaran Televisi, Kayesa sesekali melirik layar ponselnya yang menyala di atas meja. Menjadi CCTV di grup chat kelas yang terdapat Denan di sana. Ia sungguh berharap Denan akan memunculkan diri membalas guyonan teman-temannya di grup chat tersebut, namun lagi-lagi tidak ada tanda-tanda laki-laki itu akan memunculkan diri.

"Makan mulu lo, Kak?"

Suara Keynan mengambil alih atensi Kayesa. "Emosi buat gue laper."

Keynan duduk di samping Kayesa dan menatap piring Kayesa yang diisi dengan sedikit nasi dan sayur serta satu ikan bakar besar yang menjadi lauknya.

"Besar banget ikannya," komentar Keynan lalu tangannya terulur untuk mencuil daging ikan di piring sang Kakak.

"Keynan, cuci tangan dulu!" Protes Kayesa seraya mengerucutkan bibirnya.

SyuamitonirrajimWhere stories live. Discover now