05-Pingsan

12.8K 1.1K 12
                                    

Kayesa kini duduk di gazebo yang terletak di halaman belakang rumah mertuanya. Gadis itu hanya menatap Mama mertuanya yang sedang menggemburkan tanah. Ia dan Denan baru sampai sekitar satu jam yang lalu. Ingin membantu, tetapi mertuanya melarang dengan alasan kotor karena gadis itu terlihat segar sehabis mandi.

Memang, sebelum berangkat, Kayesa sudah wangi dengan sabun mandi dan lotion yang masih menguar segar dari tubuhnya.

"Masih sering berantem nggak sama Denan?" tanya Afra yang kini menatap menantunya sembari memasang tampang menggoda.

Mulut Kayesa mengerucut. "Kalau itu mah jangan ditanya, Denan itu nyebelin, Ma."

Afra terkekeh mendengar penuturan jujur dari menantunya. "Nyebelin gitu, tapi sekarang dia suami kamu, Sayang."

"Nah, itu fakta menggenaskannya." Kayesa menghembuskan napas panjang. Gadis itu kini menatap Afra lekat.

"Dulu Mama ngidam apa pas hamil Denan? Kenapa Denan nyebelin banget, sih."

Afra tertawa.

"Astagfirullah, Mama jangan ketawa terus, dong!"

"Kamu lucu. Sadar ngga sih kalau orang yang kamu katain nyebelin itu anaknya Mama?" goda Afra yang langsung membuat Kayesa mengerjap dan kemudian menyengir.

"Sadar, dong. Niatnya Kay ngadu ke Mama supaya Mama tegur Denan biar ngga nyebelin lagi. Kay capek, Ma, berantem mulu," jelas gadis itu.

"Nanti biar Mama tegur. Kamu tenang aja, Mama di pihak kamu."

Kayesa tersenyum, gadis itu berdiri dan langsung memeluk mertuanya. "Terima kasih, Mama."

"Sama-sama, Sayang."

"Duh, Kay jadi pengen mangga," celetuk gadis itu saat tatapannya jatuh pada pohon mangga yang buahnya bergelantungan. Kayesa sampai harus meneguk salivanya berkali-kali.

"Kamu mau?"

"Mau banget."

"Biar Mama suruh Denan panjatkan."

"Kay bisa manjat pohon mangga, kok, Ma." Kayesa melangkah cepat menuju pohon Mangga. Mana mau dirinya meminta bantuan Denan, yang ada hanya berakhir dengan jambak-jambakan. Mulut lelaki yang suka nyinyir itu pasti tidak akan tenang jika tidak mencibirnya.

"Kay, kamu masih pake ghamis. Yakin bisa?" tanya Afra ragu. Wanita paruh baya itu menatap punggung menantunya yang terlihat sekali sedang bersemangat. Pohon mangga yang terletak di belakang halaman rumahnya itu memang tidak terlalu tinggi, tetapi akan bahaya untuk menantunya jika memanjat dengan pakaian serba panjang seperti itu.

"Kay sudah sering, kok, Ma." Gadis itu mulai memanjat dengan lincah. Jika ada Denan yang melihat pasti mulutnya akan nyinyir mengatai istrinya monyet yang lincah sekali dalam hal manjat memanjat.

Afra menggelengkan kepalanya melihat menantunya yang dengan gesit sudah duduk di dahan pohon sembari memetik beberapa buah mangga. "Mama ke dalam dulu deh ambilin baskom untuk mangga."

Kayesa mengacungkan satu jempolnya. Melihat mertuanya yang telah berlalu, gadis itu mengayun-ayunkan kakinya dengan santai.

"Oy, sejak kapan lo bertransformasi jadi Monyet?"

Mata Kayesa memicing ke arah laki-laki di bawah sana. Denan terlihat segar dengan baju kaos berwarna hitam dipadu dengan celana kain berwarna senada. Jika diperhatikan, Denan memang tampan, tetapi sayang Kayesa tidak tertarik. Wajah tampan bukanlah tolak ukur untuk menjadi pendampingnya, yang ia inginkan hanyalah seorang suami yang berlaku lembut, sholeh, ramah, baik, dan dapat menuntunnya ke jalan yang lurus tidak berlika-liku, apalagi harus membuatnya memilih jalan di persimpangan.

SyuamitonirrajimWhere stories live. Discover now