58-Hujan

8.2K 489 177
                                    

"Pak Indra masih ada rapat di Rektor. Kemungkinan jam empat baru kembali. Tunggu di ruangannya aja."

Setelah mendengar sedikit perbincangan antara Inneke dan Sekretaris Dekan, Kayesa akhirnya tau bahwa Inneke adalah keponakan dari dekan fakultas.

Kayesa terus memperhatikan Inneke yang terlihat anggun saat sedang berbicara hingga melangkah menuju ruangan dekan. Bahkan ketika perempuan tersebut berpamitan kepada Denan dan mengucapkan terima kasih.

Setelah perempuan cantik tersebut sudah tidak terlihat lagi, barulah Kayesa menuntaskan keperluannya, yaitu mengumpulkan tugas Mekanika yang seharusnya ia kumpulkan saat kelas Pak Indra berlangsung pagi tadi.

"Kay, nanti kita pulang bareng!"

Tidak terdengar sebagai kalimat ajakan melainkan kalimat perintah yang tidak ingin dibantah. Namun, Kayesa memilih abai. Ia terus melangkah hingga berhenti di depan lift. Masih ada satu kelas yang harus ia lewati hari ini.

"Kay...!" Denan berdiri di sampingnya. Entah apa tujuan Denan hingga juga ikut berada di lantai tiga tersebut. Padahal, ia sama sekali terlihat tidak memiliki kepentingan di sana.

Kayesa tersenyum miris. Tentu saja kepentingan Denan adalah mengantar Inneke dengan selamat hingga sampai pada tujuan.

"Kay bisa pulang sendiri, kok." Kayesa bergerak menjauhi lift dan memilih turun menggunakan tangga.

"Kay, aku nggak bisa kayak gini terus!" Denan bergerak mengikuti Kayesa. Ia benar-benar harus tau alasan di balik sikap Kayesa yang seperti ini.

Menghela napas panjang, Kayesa membalikkan badannya dan menatap Denan kesal saat tau bahwa lelaki itu ikut mengekor di belakangnya. "Jangan ikutin Kay! Kay lagi pengen sendiri!"

"Kay-"

"KAY CAPEK, DENAN!"

Suara Kayesa menggema di lantai tiga. Beruntung di lantai tersebut sepi dan hanya Sekretaris Dekan yang memperhatikan keduanya tanpa ingin ikut campur. Kayesa langsung berlari menuruni tangga dengan Denan yang diam, memilih untuk tidak mengejar.

Terduduk di undakan tangga. Kayesa, lagi-lagi ia hanya bisa menangis. Baru saja, ia berhasil meninggikan suara di hadapan Denan.

...

"Kayesa!

"Kayesa Azkiya!"

"Kayesa Azkiya Chayrani!"

"Kay...!"

"Kay...!"

Kayesa tersentak kaget. Suara Cia yang duduk di sampingnya baru saja mengusiknya. Ia menatap Cia dengan tatapan bertanya.

"Lo dipanggil Pak Danu," bisik Cia.

Kayesa sontak menatap dosen tua yang sebagian rambutnya telah memutih. Dosen tua yang terkenal sabar tersebut menatapnya dengan tatapan yang tidak dapat Kayesa deksripsikan.

"Kayesa, kamu tidak memperhatikan saya?"

Kayesa memilih diam. Jujur, ia memang tidak memperhatikan dosennya itu. Sejak awal, dirinya memang tidak pernah fokus kepada hal-hal yang menyangkut perkuliahan hari ini.

"Coba jelaskan prinsip kerja dari Detektor Geiger Muller!"

Kayesa menunduk, merasa bersalah. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang baru saja disampaikan. Materi umum yang sebenarnya harus ia ketahui.

"Tidak bisa? Kalau begitu, coba jelaskan teori atom berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Ernest Rutherford?"

Kayesa memilin jari jemarinya yang berada di atas pangakuannya. Ia semakin menundukkan kepalanya. Hanya hitungan detik, air yang menggenang di pelupuk matanya pasti akan terjatuh.

SyuamitonirrajimWhere stories live. Discover now