39-Perasaan Asing

7.1K 828 73
                                    

Kayesa menggeser kursinya menempel jendela saat Levin mengambil posisi duduk di sampingnya. Saat ini posisi duduknya dapat dikatakan tidak menguntungkan, di samping kanannya terdapat jendela dan di belakangnya terdapat dinding, ditambah lagi laki-laki itu dengan seenaknya mengambil duduk pada bangku di sampingnya yang semakin membuat Kayesa tidak leluasa untuk bergerak melarikan diri. Saat sampai di Caffe itu, Kayesa dan Lentera memang mengambil posisi duduk yang berada di pojok dekat jendela.

Kayesa mengedarkan pandangannya ke segala penjuru dengan sorot gelisah. Kayesa sungguh tidak pernah merasa segelisah ini. Ia benar-benar merutuki Lentera yang juga belum kembali. Apa temannya itu sedang menabung di toilet? Astaghfirullah!

"Sudah pesan makan?"

Kayesa menahan napas seperkian detik saat mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Levin. Mengapa laki-laki ini mendadak bertanya seperti itu? Seakan-akan keduanya telah janjian untuk bertemu dan ceritanya Kayesa datang terlebih dahulu dibandingkan Levin. Begitu Levin datang, laki-laki itu akan mengucapkan kalimat sapaan terlebih dahulu lalu mengucapkan kalimat pertanyaan seperti yang baru saja ia tanyakan. Hal-hal seperti ini sangat sering Kayesa temukan di novel-novel yang ia baca.

Kayesa tersenyum garing tanpa menatap objek di sampingnya. "Be-belum, Bang. Masih tunggu Lentera."

"Oh. Lentera, ya?"

Kayesa mengangguk samar.

"Memangnya Lentera di mana?"

"Toilet."

Kayesa menggeser tatapannya ke arah jari Levin yang mengetuk-ngetuk pelan permukaan meja. Kira-kira mengapa laki-laki itu tidak duduk di tempat lain padahal masih banyak meja kosong?

Jika tidak terhalang jendela dan dinding, Kayesa pasti sudah akan menggeser bangkunya sejauh mungkin. Tidak etis sekali berduaan seperti ini, ibarat sepasang kekasih yang sedang janjian untuk bertemu. Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Kayesa hanya tidak enak hati untuk pergi meninggalkan tempat ini, terlebih Lentera belum kembali dari toilet. Ternyata memiliki sifat tidak enakan memang menyusahkan.

"Bicara tentang Lentera, kamu yang bagi kontak saya ke dia?"

Kayesa menelan salivanya mencoba untuk membasahi kerongkongannya yang mendadak kering. Hal ini yang membuat Kayesa sangat anti untuk bertemu Levin. Memang tidak sopan membagi kontak pribadi orang lain, terlebih jika tidak meminta izin terlebih dahulu kepada empunya.

"Maaf, Bang. Sebenarnya waktu di Cafee itu, Lentera minta tolong saya untuk minta kontak Abang. Jadi, waktu Abang kirim saya langsung teruskan ke Lentera," jelas Kayesa seraya menatap sekilas rambut Levin yang berjambul. Tidak berani menatap wajah seniornya itu, Kayesa hanya mampu menatap jambul legam yang tertata rapi. Entah mengapa Kayesa ingin Denan juga memiliki jambul seperti itu.

"Saya kira itu untuk kamu pribadi. Ternyata bukan, ya?"

Nada suara Levin terdengar seperti kecewa? Kayesa menggaruk dahinya yang tidak gatal. Jangan-jangan seniornya itu berharap bahwa Kayesa meminta kontaknya untuk dikonsumsi secara pribadi? Heh, mana bisa begitu.  Memangnya Denan mau dikemanakan? Begini-begini, Kayesa memiliki impian untuk menjadi istri yang baik meskipun impian itu belum terwujud sampai sekarang.

"Kalau saya tau kamu minta kontak saya untuk teman kamu, saya enggak akan kasih," ucap Levin melanjutkan.

Kayesa semakin merasa bersalah. Itu berarti Levin memberikan kontaknya karena mengira Kayesa memintanya secara pribadi.

"Maaf, Bang." Kayesa berucap pelan. Hanya kata itu yang dapat ia ucapkan. Lagipula, perempuan yang telah menikah rasanya tidak pantas sekali meminta kontak pribadi lelaki lain jika bukan karena alasan yang syar'i. Seharusnya Kayesa menolak saja permintaan Lentera waktu itu.

SyuamitonirrajimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang