Chapter 34 : Escape

4.8K 774 112
                                    

'Saat di mana kamu berusaha menghindar dariku, maka saat itulah aku berusaha menarikmu untuk lebih dekat denganku.'

*****

"Katanya kalo seseorang memberikan boneka Teddy Bear berwarna ungu, itu artinya dia memiliki harapan untuk menjalin hubungan dengan orang tersebut."

Arin masih mematung di tempat bahkan setelah Jeiren melangkah pergi menuju kasir. Jantungnya mendadak jadi berdebar-debar tak karuan dan Arin merasa darahnya berdesir. Sampai saat ini Arin masih belum tahu mengapa Vi memberinya boneka Teddy Bear berwarna ungu. Apakah Vi memberinya boneka tersebut karena dia ingin menjalin hubungan dengannya? Apakah itu benar?

"Tapi itu mungkin hanya pemikiran beberapa orang saja. Nggak usah terlalu dipikirin."

Benar. Poin pentingnya di sini adalah pemikiran tersebut hanya menurut beberapa orang saja, tidak begitu umum seperti memberikan setangkai bunga mawar atau cokelat di hari valentine. Lagipula Vi tidak mungkin membelikannya boneka sampai mencari tahu dulu apa makna dari boneka tersebut.

Arin yakin Vi tidak memiliki banyak waktu untuk repot-repot melakukan hal seperti itu. Dia pasti sudah sibuk dengan jadwalnya di agensi. Apalagi sekarang banyak berita yang mengatakan bahwa Vi baru saja menandatangani kontak drama baru dan akan memulai syutingnya bulan depan mendatang.

"Ayo, sadar! Sadar!" Arin bermonolog seraya menepuk-nepuk sebelah pipinya agak keras, kemudian gadis itu kembali menyimpan boneka di dekapannya ke tempat semula. Ia lantas mundur beberapa langkah, melihat dirinya di depan cermin yang berukuran besar di hadapannya tersebut, dengan bando mata kodok yang masih melekat di kepalanya.

"Vi nggak mungkin suka sama kamu. Emangnya kamu bisa apa selain ngehalu?" Arin merutuki dirinya seraya menatap cermin tersebut dengan sorot sengit. Beruntung di bagian toko tersebut agak sepi sehingga tingkah anehnya tidak dilihat pengunjung lain. "Udah tahu nggak mungkin bisa digapai, Masih aja ngarep."

Arin menghembuskan napas berat. Ia melepaskan bando di kepalanya, kemudian berbalik hendak menyimpannya kembali ke tempat semula. Seperti apa yang ia bilang ke Jeiren tadi, ia memang merasa tidak cocok memakai benda seperti itu dan detik selanjutnya Arin tidak sengaja menabrak seseorang di belakangnya dengan keras, sehingga bando di tangannya jatuh terlempar ke lantai.

"Ah, maaf." Arin lekas mundur ketika gadis yang tidak sengaja di tabraknya itu terdengar meringis. Setelahnya gadis itu langsung membungkuk, mengambil barang miliknya yang sama-sama jatuh. Sebuah mini fan portable berwarna biru langit, kemudian dia kembali berdiri dan tampak terkejut melihat kehadiran Arin.

"Wah!" serunya setengah mengejek. Gadis bercelana training dengan kemeja SMA itu berkacak pinggang. Dia tersenyum miring seraya menyugar rambutnya ke belakang dengan jari. Sementara Arin mengernyitkan alisnya, merasa bingung sebab gadis itu kini tampak menatapnya dengan sorot sengit.

"Guys! Lihat ada siapa di sini!"

Setelahnya empat gadis yang berpakaian sama itu mulai melngkah mendekat. Mereka sempat bertanya ada apa kepada temannya dengan suara agak keras, kemudian sama-sama terkejut begitu netranya tak sengaja melihat Arin yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Oh!"

"Si penculik!"

"Hai, Kak?"

"Ternyata masih hidup, ya?"

Tubuh Arin melemas. Ia kembali mengingat kejadian beberapa minggu lalu di pengadilan. Apakah... Apakah mereka akan menyerangku? Dengan wajah yang mulai memucat, Arin mundur beberapa langkah. Telapak tangannya terasa berkeringat. Ia luar biasa panik dan dalam sekali hentakan ia berbelok di ujung rak. Berlari keluar dari toko tersebut dengan sisa-sisa tenaganya yang hampir lenyap. Meninggalkan Jeiren yang mungkin masih membayar belanjaannya.

I'm Your FanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang