Chapter 41 : Victim

3.9K 571 89
                                    

'Seseorang yang selalu memulai pertengkaran, pada akhirnya akan merasa paling tersakiti.'

*****

"Kan, aku udah bilang dia itu gila!"

Arin menghela napas mendengar Jino yang sejak tadi terus mengoceh. Telinga gadis itu terasa panas, tetapi melihat kostum maskot yang masih terbungkus dalam kotak besar itulah yang justru membuatnya semakin berkeringat. Arin sejujurnya belum siap--ralat, ia memang tidak mau. Membayangkan dirinya memakai kostum itu saja sudah berhasil membuatnya resah. Bisa-bisanya gadis itu menunjuknya, padahal tadi ia berdiri di jajaran paling belakang!

"Ini nggak bisa dibiarin, aku akan cari penggantinya."

"Tunggu!" Arin segera mencekal tangan Jino sebelum laki-laki itu pergi. Meski ia memang tidak mau, tetap saja tidak ada waktu lagi untuk sekarang ini. Beberapa tamu undangan bahkan sudah berdatangan. Itu artinya sebentar lagi pestanya akan segera dimulai. Arin kembali menghela napas. "Nggak usah. Biar aku aja yang gantiin," katanya agak pasrah.

Jino mendesis. "Pasti masih ada orang yang mau jadi penggantinya. Ibu sudah membayarnya kemarin. Aku tinggal datang ke sana dan meminta satu orang untuk ikut bersamaku. Kalo Kak Arin yang jadi maskot, kita akan kekurangan orang di dapur."

Sesaat Arin mengatupkan bibir. Ucapan Jino memang ada benarnya, tetapi Arin tetap menahan laki-laki itu agar tidak jadi pergi. "Kamu bisa panggil aku kalo nanti butuh bantuan di dapur. Asal kamu tahu, aku ini bisa mengerjakan dua pekerjaan sekaligus!" ucapnya terdengar meyakinkan, namun dalam hati sebenarnya Arin setengah meringis.

Arin tentu saja tidak bisa langsung menolak, terlebih gadis itulah yang menunjuknya secara terang-terangan. Bukannya Arin mau-mau saja di suruh seperti ini, hanya saja Arin tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Seperti gadis itu mengamuk atau semacamnya, dan pada akhirnya pegawai caphelia lah yang akan jadi kerepotan.

Jino mendesah pelan. Masih tampak kesal. Dengan cepat Arin melepaskan cekalan tangannya, kemudian membuka kotak tersebut. Toh ini hanya satu hari jadi tidak perlu diambil pusing. Arin berusaha menghibur diri. "Aku akan coba pakai kostumnya."

Jino mendesis. "Sudahlah, biar aku cari penggantinya aja. Aku pergi."

"Oh!" Arin berseru spontan, membuat langkah Jino terhenti. "Aku pikir aku bakalan jadi maskot kayak di acara sirkus, tapi bukannya ini lucu?" Arin menunjukkan kostum berwarna pink dan biru tersebut, sementara bagian kepalanya yang berwarna putih masih tersimpan di dalam kotak. "Bukannya ini maskot kelinci? Wah! Setidaknya aku nggak akan terlalu malu karena muka aku ketutup!"

"Tetap aja, emangnya Kak Arin tahan pakai kostum itu seharian?" tanya Jino agak sengit.

"Yah, akan aku usahakan," sahut Arin ringan. "Sekarang kamu keluar dulu, aku akan pake kostum ini!" titahnya, membuat Jino berdecak. Laki-laki itu pun mau tak mau keluar dari ruangan. Sementara Arin mulai menutup pintu dan menguncinya. Gadis itu memakai kostum maskotnya segera.


•••••


Pesta ulang tahunnya benar-benar dibuat dengan sangat meriah. Setelah gadis dengan balutan gaun berwarna pink itu meniup lilin, orang-orang mulai memberikan kado mereka dan mengucapkan selamat. Arin hanya dapat berdiri tak jauh dari gadis itu yang terduduk sembari memainkan ponselnya. Beberapa menit yang lalu ada tamu undangan yang memintanya untuk foto bersama dan sekarang Arin merasa tubuhnya semakin berkeringat.

"Aku haus! Ambilin aku ice vanilla late, aku nggak suka caramel macchiato!" ucap gadis itu sembari menyodorkan gelas minumannya kepada Arin. "Ganti!" titahnya, membuat Arin tanpa sadar jadi menghela napas dibalik kepala kelincinya. Tak bisakah gadis itu menyuruhnya dengan sedikit lebih sopan? Ia jadi malas mengambilkan minum jika diperlakukan seperti ini.

I'm Your FanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang