Chapter 49 : Ineffable

2.3K 364 31
                                    

'Meskipun kamu menyukainya, tetap saja dia juga berhak untuk menyukai orang lain.'

*****

Mama

Kapan kamu ada waktu luang? Bisa pulang ke rumah sebentar? Mama sama orangtuanya Jeiren mau bicarain tentang perjodohan kalian.

Satu pesan tersebut mendadak membuat Arin seakan membeku. Gadis itu memandang layar ponselnya cukup lama. Bahkan sempat membuatnya lupa apa yang tadi hendak dilakukannya pada adonan kue di atas meja. Ternyata semua ini masih berlanjut, ya? Arin pikir setelah ia bertemu dengan Jeiren dan sama-sama belum menanggapinya dengan serius, orangtua mereka akan berhenti membahas perjodohannya tersebut.

Arin menggigit bibir bawahnya pelan. Otaknya seolah berputar memikirkan bagaimana ia harus menanggapinya. Meski Arin memiliki waktu untuk pulang ke rumah, tetap saja rasanya jadi terasa berat kalau yang akan mereka bicarakan itu tentang perjodohannya dengan Jeiren.

"Kalo kamu nggak keberatan, aku harap kita bisa lebih dekat lagi lebih dari sekedar teman, gimana menurut kamu?"

Untuk beberapa saat Arin teringat lagi dengan pertanyaan Jeiren waktu itu. Lekas ia pun menunduk sembari menghela napas panjang. Meski ia tidak tahu apakah Jeiren bertanya dengan serius atau tidak, tetap saja jika itu membutuhkan pendapatnya, Arin rasa ia agak keberatan. Bagaimana kalau Jeiren menerima perjodohannya?

Jeiren mungkin baik dan perhatian, tetapi ia sangat mencintai Vi. Ia tidak ingin melepaskannya sungguh. Kalau perjodohan ini tetap berlanjut, bagaimana dengan perasaannya selama ini? Bagaimana dengan Vi? Bagaimana caranya menolak dengan halus agar Jeiren tidak merasa sakit hati? Arin benar-benar merasa bersalah memikirkan ini.

"Arin?"

"Ya?"

Suara Bu Yena dari ambang pintu dapur terdengar, menuai atensi Arin yang sejak tadi sibuk dengan setumpuk pikirannya. Lekas Arin pun segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Mengurungkan niatnya untuk membalas pesan, sebab entahlah ia juga masih merasa bingung. Mungkin ia perlu menemui Jeiren terlebih dahulu. Mungkin ia perlu berbicara padanya.

"Tolong anterin pesanan ke kantor ini. Jino soalnya udah berangkat ke kampus. Katanya ada kelas mendadak hari ini."

Bu Yena menunjukkan alamat kantor tersebut, kemudian meletakkan lima cup ice americano dan satu bungkusan kue ke atas meja yang terlihat sudah siap untuk di jinjing. Arin menatap alamat itu sejenak. Tempatnya tidak begitu jauh dari caphelia, hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit menggunakan bus.

"Sekalian nanti pulangnya mampir dulu ke supermarket. Beli margarin, cokelat bubuk, sama strawberry. Ibu cek tadi stoknya udah mau abis," kata Bu Yena menambahkan.

Arin mengangguk, setelahnya Bu Yena pun kembali menuju kasir. Arin pikir wanita itu akan mengomelinya lagi tentang kejadian beberapa hari yang lalu. Namun syukurlah dari cara menatapnya barusan, sepertinya Bu Yena sudah melupakanya dan tidak terlalu ambil pusing.

Arin segera membereskan adonan kuenya, melepaskan apron, dan membawa pesanan tersebut. Gadis itu keluar dari chapelia dengan langkah yang mulai terasa ringan. Setidaknya ia bisa sedikit bernapas lega. Toh kejadian waktu itu juga bukan sepenuhnya salahnya. Arin cukup yakin Bu Yena juga mengerti, kemudian gadis itu menghentikan langkahnya di depan halte bus.






•••••





Gerimis baru saja turun setelah Arin melangkah masuk ke halaman kantor tersebut. Golden Interior. Yang Arin tahu ini adalah kantor yang membuat semacam barang-barang furniture. Gedungnya cukup tinggi dan besar. Ini kedua kalinya Arin datang mengantarkan pesanan ke sini. Dengan kedua tangan yang menjinjing pesanan, Arin melangkah lebar untuk cepat sampai di depan pintu gedung. Di sana terlihat ada dua satpam yang sedang bertugas menjaga pintu.

I'm Your FanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang