Chapter 45 : Pyrrhic

4.2K 611 170
                                    

'Mengagumi dari jauh adalah caraku untuk bahagia. Dan melihatnya dari dekat adalah bukti bahwa aku telah berusaha keras untuk menemuinya.'

*****

Arin tengah bersiap di depan cermin. Gadis itu menyisir rambutnya sebentar, kemudian mengoleskan liptint sewarna pink cherry pada bibirnya. Sore ini, sesuai dengan janji ia akan berkencan dengan Vi. Lekas Arin pun menoleh sewaktu ponsel di atas meja riasnya terdengar bergetar, menampilkan dua notifikasi pesan dari Vi. Tanpa menunggu lebih lama lagi Arin segera meraih ponselnya dan melihat isi persan tersebut.

|Kamu udah siap?
|Aku udah di depan.

Senyum di bibir Arin mengembang. Gadis itu cepat-cepat membereskan peralatan makeup-nya, kemudian melihat sekali lagi penampilannya di depan cermin. Dress putih selutut dipadukan dengan cardigan berwarna lilac, rambut panjang digerai, dan makeup tipis natural. Arin sudah siap sekarang. Gadis itu menyampirkan tas selempangnya, membalas pesan tersebut seraya berjalan menuju pintu.

Aku akan ke sana |
Tunggu sebentar|

Setelah pesan tersebut terkirim, tak lebih dari delapan menit akhirnya Arin keluar dari gedung apartement. Sekilas gadis itu melihat mobil Vi yang terparkir agak jauh dari tempatnya berdiri. Gerimis sepertinya baru saja turun membuat Arin harus berjalan dengan sedikit menunduk. Sementara kedua tangannya terangkat tinggi untuk menghalangi titik-titik air agar tidak membasahi wajahnya.

"Kenapa enggak bawa payung?"

Pertanyaan tersebut membuat langkah Arin terhenti. Gadis itu segera menurunkan tangannya setelah dirasa gerimis tidak lagi membasahinya, kemudian ia pun mendongak, melihat Vi yang sudah menatapnya lekat seraya menggenggam payung yang kini tengah menaungi keduanya.

"Wah..." Alih-alih menjawab Arin justru terpana melihat penampilan idolanya tersebut. Ternyata Vi mengganti warna rambutnya hari ini. Terlihat jelas jadi agak kecoklatan dengan dahi bagian tengahnya yang sedikit terlihat berhasil menambah kadar ketampanannya.

Dengan bibir yang masih sedikit terbuka, Arin memandangi Vi seakan enggan untuk berkedip. Di saat gerimis sore-sore seperti ini, berdiri saling berhadapan di bawah payung transparan, dan pandangan keduanya bertemu, Arin merasa seperti ia sedang berada di dalam adegan sebuah drama. Pikiran halunya muncul begitu saja tanpa bisa ia cegah. Bahkan dadanya jadi berdebar-debar tak karuan.

"Hei, kok malah bengong?"

"Ha?"

Vi terkekeh sesaat melihat ekspresi terkejut gadis itu. Sementara Arin lekas mengerjap untuk menarik diri dari keterpanaannya. Gadis itu berdeham pelan, kemudian mundur selangkah karena merasa jaraknya terlalu dekat. Ia jadi terbawa suasana terlalu jauh, sehingga tanpa sadar malah menikmati wajah idolanya tersebut secara terang-terangan.

"Emangnya aku seganteng itu, ya, sampai kamu terpesona?"

Kedua pipi Arin sontak memanas dalam tempo cepat. "Aku ketahuan ya?" tanyanya setengah meringis. Merasa malu karena Vi menyadari keterpanaannya.

Lekas Vi mengangguk sebagai jawaban. "Tapi aku suka," katanya seraya mengulum senyum. "Aku suka lihat kamu natap aku kayak gitu. Rasanya aku nggak perlu khawatir kalo kamu bakal berpaling ke cowok lain." Vi mengulurkan tangannya, menyelipkan poni panjang Arin ke belakang telinga. "Aku percaya sama kamu Arin. Kamu nggak bakal jatuh cinta sama cowok lain, kan?"

Arin terkekeh pelan. "Mana mungkin!" sahutnya singkat. "Kamu tahu enggak? Karena kamu semua cowok di mata aku itu ngeblur semua, cuma kamu yang paling HD."

I'm Your FanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang