Chapter 40 : Reason

4.1K 602 48
                                    

'Kita tidak perlu alasan untuk mencintai, tetapi kita selalu punya alasan untuk membenci.'

*****

Pesta ulang tahun hari ini benar-benar dipersiapkan dengan maksimal. Bu Yena memberi izin chapelia di-booking selama seharian penuh. Meregangkan lehernya yang terasa kaku, Arin mulai menarik kedua sudut bibirnya samar. Sejak beberapa puluh menit yang lalu sibuk berkutat, akhirnya kue tart yang ia buat tersebut sudah selesai dihias. Arin bisa sedikit bernapas lega, sebab ia bisa menyelesaikannya lebih cepat sebelum pestanya dimulai.

"Bisa-bisanya ibu nyuruh aku datang ke sini, padahal aku punya rencana main game di rumah seharian! Aku harap pestanya cepat selesai!" Jino tiba-tiba saja datang ke dapur dengan wajah yang ditekuk. Laki-laki itu mendesis seraya mengambil satu apron dari lemari dan memakainya dengan gerakan kesal.

Arin yang melihat kelakuan Jino pun menyahut jengah. "Pestanya masih belum dimulai tau! Emangnya kamu nggak dengar? Hari ini pesta ulang tahunnya bakal diadain seharian penuh, tuh!"

"Serius?" Jino menatap Arin tak percaya dan ketika seseorang di hadapannya tersebut mengangguk, laki-laki itu mengerang pelan. "Kenapa?" tanya Jino dengan sorot protes. "Kenapa harus seharian? Kan biasanya juga cuma sampai tiga jam!"

Arin menggedikkan bahunya. "Ya, mana aku tahu!"

"Kak Arin tahu nggak? Siapa yang ulang tahun hari ini?" tanya Jino spontan. "Dia satu kampus sama aku. Dia bahkan terkenal karena sering berbuat seenaknya di kampus, tapi nggak ada satu pun yang berani marahin dia! Cewek itu bukan cuma anak dari orang kaya, tapi dia juga sombong dan gila! Pokoknya aku nggak suka dia!"

"Yah, kalo begitu kamu tinggal tunggu di sini aja sampai pestanya selesai."

"Mana bisa begitu!" Jino kembali mendesis. "Ibu pasti nyariin aku sambil marah-marah!" selaknya cepat, menatap Arin yang kini tengah membersihkan meja dari sisa-sisa krim kue, kemudian menghela napas pelan. Jino melirik Arin agak ragu. "Aku dengar, dia juga salah satu pemilik fanbase terbesar dari aktor terkenal."

Arin yang mendengar ucapan itu langsung menoleh. Menatap Jino tanpa mengatakan sepatah kata pun, sebab sorot matanya sudah menunjukkan kalau gadis itu kini sedang tertegun.

Menyadari raut wajah Arin, perlahan Jino menatap gadis itu dengan serius. "Kak Arin ngerti maksud aku, kan?" tanyanya memastikan, membuat Arin mengerjap. "Aku harap dia bukan salah satu penggemar Vi. Kalo sampai itu terjadi, aku rasa Kak Arin harus berhati-hati. Orang kaya gitu, dia bisa melakukan apapun yang dia mau."

Sesaat terdiam, Arin kemudian tersenyum samar dan mengangguk pelan."Kamu nggak perlu khawatir. Kan bukan cuma Vi doang aktor yang terkenal di sini. Masih banyak aktor lain yang sama-sama populer," katanya, berusaha meyakinkan Jino, tetapi Jino sepertinya tidak begitu yakin dengan ucapan gadis itu.

"Yah, tetap aja Kak Arin harus berhati-hati."

Arin kembali mengangguk sembari mengangkat kue tart di hadapannya. "Aku mau anterin kue ini dulu ke depan, nanti kamu tolong cek kue yang masih di oven, ya! Mungkin sekarang udah mateng. Nanti aku balik lagi. Okey!" titahnya seraya melangkah keluar dari dapur. Meninggalkan Jino yang justru menghela napas di tempatnya.

•••••

"Cut!"

"Kerja bagus semuanya!"

I'm Your FanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang