Chapter 43 : Metanoia

4.8K 731 137
                                    

'Because of you, I know, how the true love is feels.'

*****

"Kamu beneran nggak mau cerita?" Vi meneliti wajah penggemarnya tersebut yang terlihat sembab sehabis menangis. Laki-laki itu terkekeh kecil. Sejak beberapa menit yang lalu ketika Arin ikut masuk ke dalam mobil, Vi tidak banyak berbicara, selain melihat hidung memerah dan bibir gadis itu yang masih merengut. "Aku bahkan masih nggak nyangka, kamu bakal bilang cinta sambil peluk aku, lho!" katanya, terdengar menggoda Arin.

"Itu karena kamu tadi pergi gitu aja—"

"Jadi, kamu nggak mau aku pergi?"

Arin mendadak gugup sewaktu Vi bergerak mendekatkan wajahnya menanti jawaban. Laki-laki itu menatapnya dengan sorot lekat. "Ak—aku cuma bilang perasaan aku aja, kok. Mungkin karena idolaku datang di saat aku lagi sedih, jadi aku merasa kecewa waktu kamu bilang akan pergi." Arin berdehem pelan. "Aku rasa nggak ada satu pun seorang penggemar yang mau idolanya pergi. Aku juga nggak nyangka kamu akan bilang cinta ke aku. Aku pikir, kamu akan bilang makasih."

"Yah, aku cinta sama kamu, makasih," ucap Vi ringan. Entah itu ucapan spontan atau disengaja, yang jelas kalimat tersebut berhasil membuat Arin agak terhibur. Pipi gadis itu terlihat bersemu. "Jadi, kamu nggak akan cerita?"

"Kamu mau dengar?"

Vi lekas mengangguk. "Aku akan dengerin sampai kamu merasa lega," ucapnya menatap Arin yang masih tampak ragu. "Aku juga pernah di posisi kamu, Arin. Setiap kali aku merasa sedih, aku ingin ada orang yang mendengar keluh kesahku. Setiap kali aku merasa terpuruk, aku juga ingin ada orang yang menjadi sandaranku. Jadi, ceritakan saja kalo kamu merasa itu perlu."

Arin tidak langsung menyahut. Melihat Vi yang menatapnya dengan sungguh-sungguh, malah membuat senyum di bibir gadis itu perlahan
memudar. Arin menghembuskan napas berat, lantas menundukkan kepalanya. "Aku minta maaf," ucapnya pelan, berhasil membuat Vi mengerutkan kening.

"Kenapa minta maaf?"

"Karena aku merasa, aku belum bisa menjadi penggemar yang baik," ungkap Arin dengan lirih.

Vi terdiam beberapa saat. Tidak menduga kalau ucapan itu yang akan keluar dari mulut Arin. "Memangnya penggemar yang baik menurut kamu itu yang kayak gimana?" tanyanya, menunggu Arin kembali berbicara. Vi jadi bertanya-tanya mengapa gadis itu bisa berucap demikian.

"Aku rasa, penggemar yang baik itu yang mendukung idolanya dalam keadaan apapun, yang menerima keputusan idolanya meski itu terasa berat, yang memberikan hadiah saat idolanya ulang tahun, dan yang paling penting dia menyempatkan dirinya untuk hadir di acara jumpa penggemar. Aku rasa itu adalah penggemar yang baik. Dan aku nggak termasuk ke salah satunya. Aku belum pernah merasakan semuanya."

"Begitukah?" Vi tampak berpikir sejenak, kemudian membenahi cara duduknya agar menghadap langsung ke arah gadis itu. "Arin, kamu harus dengar ini," katanya. Vi kembali menatap gadis itu dengan lekat.

"Aku memang senang punya penggemar yang mendukung dan menerima keputusanku, tetapi aku lebih senang jika ada penggemar yang berani menegurku saat aku salah. Itu artinya dia bukan hanya menyayangiku, tetapi dia juga benar-benar peduli denganku. Aku juga bersyukur punya penggemar yang begitu loyal, tapi bukan berarti aku tidak bersyukur kepada penggemar yang tidak memberikan apapun untukku. Memberikan apapun atau tidak, itu bukan masalah besar."

"Penggemar yang mendukung dan menerima keputusan idolanya mungkin terlihat lebih dewasa, penggemar yang memberikan hadiah kepada idolanya mungkin itu terlihat keren, tapi menurutku, penggemar yang menguatkan idolanya di saat masa-masa sulit itu yang terbaik."

Arin terdiam membeku mendengar penjelasan panjang tersebut. Ucapan Vi memang ada benarnya, tapi sebagai seorang penggemar Arin juga ingin merasa lebih beruntung. Gadis itu menghembuskan napas berat. Kembali berucap lirih. "Yah, tetap saja, aku merasa bersalah." Apalagi aku sudah melewati batas.

Aku mencintai idolaku sama seperti temanku yang mencintai kekasihnya. Dan inilah titik kesalahannya: aku menolak sadar dari kenyataan, aku merasa semakin serakah, dan aku cemburu jika idolaku bersama dengan gadis lain. Padahal aku seharusnya tidak boleh begini.

"Sejujurnya ada hal yang buat aku merasa bersalah juga kepada penggemarku."

Arin sontak menoleh. "Oh, ya? Kamu juga merasa begitu?" tanyanya agak terkejut.

Vi mengangguk pelan. "Aku merasa bersalah karena tidak bisa mengenali mereka satu-persatu. Entah itu karena aku yang tidak sempat menemui mereka, atau mereka yang tidak bisa menemuiku. Mereka adalah orang-orang yang tulus meski aku tidak mengenalinya. Karena itulah aku selalu berusaha melakukan yang terbaik. Aku ingin mereka bangga karena telah menjadi penggemarku."

Arin balas mengangguk. "Aku selalu berharap jika kehidupan selanjutnya itu memang ada, dan di kehidupan kali ini aku nggak bisa ketemu sama kamu, aku mau di kehidupan selanjutnya kita bisa bertemu. Bukan sebagai fans dengan idolanya, tapi sebagai dua orang biasa yang memiliki perasaan yang sama."

"Hmm, gimana kalo di kehidupan selanjutnya aku malah jadi kucing?" celetuk Vi.

"Mungkin aku akan berharap jadi wishkas?"

Vi sontak tertawa mendengar jawaban aneh gadis itu. Sebelah tangannya terulur mengacak rambut Arin yang masih agak basah dengan gemas. Kenapa penggemarnya yang satu ini lucu sekali, sih? Vi kira Arin akan menjawab dia akan jadi kucing juga. "Kalau aku jadi kunci, kamu mau jadi gemboknya?" tanyanya.

"Aku akan jadi pemilik kuncinya."

"Kenapa?"

"Aku mau bawa kunci itu kemana pun aku pergi, aku mau merawat kunci itu agar tidak mudah berkarat. Aku juga mau jagain kunci itu agar dia tidak jatuh ke tangan orang yang salah. Aku akan berusaha merawatnya dengan baik. Bagi orang lain kunci itu mungkin biasa saja, tapi bagi aku enggak. Kunci itu benar-benar istimewa."

Vi menatap Arin yang kini tengah memandangi kaca mobil. Entah apa yang sedang gadis itu perhatikan, yang jelas sekarang Vi merasa hatinya benar-benar menghangat. Tanpa sadar kedua sudut bibirnya sudah tertarik membentuk sebuah senyuman. "Arin," panggilnya kemudian, membuat Arin menoleh.

"Ya?"

"Jadi pacar aku mau?"

Bersambung.....

Huwaaa maaf banget nih bestie, aku baru bisa up lagi malem ini dan chapternya agak pendek 😭🙏 Akhir-akhir ini aku agak sibuk ngerjain tugas dan harus dikumpulin tepat waktu. Jadi, mohon pengertiannya yaa. Sampai ketemu lagi di next chapter 💜

I'm Your FanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang