25. Te Amo

8.3K 438 49
                                    

[ ᵀʰⁱˢ ᵖᵃʳᵗ ᶜᵒⁿᵗᵃⁱⁿˢ ᵃᵈᵘˡᵗ ˢᶜᵉⁿᵉˢ 🔞 ]
Happy Reading

ᴿᵉᵛⁱˢᵉᵈ ⱽᵉʳˢⁱᵒⁿ

DARA :

Ahhh....”

Yesssshhhh... fuck me....”

“Oh... God! STOP! STOP!”

Aku tahan lengan Arka kuat saat dia berusaha untuk melepaskan celanaku. Aku tidak bisa membiarkan Arka bercinta denganku dulu. Kehamilanku masih muda dan rawan. Bahkan aku belum cek ke dokter kandungan. Aku takut jika kita berhubungan akan berdampak buruk dengan bayiku.

"Why?" tanya Arka tampak kebingungan.

"AKU TIDAK BISA MELAKUKAN HAL INI!" jawabku panik.

"KENAPA?!"

"Aku sedang menstruasi!" sanggahku cepat. Maafkan aku, Arka. Aku tidak bisa memberi tahu kebenarannya saat ini.

"Seriously, honey?! I'm already... sudahlah...." Arka tampak kecewa. Mengacak-acak rambutnya kesal. Padahal nafsu kita sedang berada diatas awang-awang.

Seharusnya kita pergi ke mall, tapi malah mampir ke hotel untuk meluapkan nafsuku yang tadi meletup-letup. Wah, sangat gila dan binal jika diingat. Seperti bukan Dara yang biasanya. Dan sekarang aku merusak semuanya.

"Maafkan aku.... Aku kadang tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Emosiku sering naik turun. Itu pasti membuatmu sangat kerepotan," gumamku lirih.

"It's okay, don't worry. Itu bukan kesalahanmu." Arka mengangkat daguku. Mencium bibirku lembut. Penuh kelembutan sehingga aku bisa merasakan kelembutan dan ketulusannya. Rasanya berbeda dari ciuman kita yang telah lalu. Ciumannya terasa lebih membekas di bibirku.

Te amo, Dara....”

te amo.... te amo....”

"Hmm...." Aku tidak mengerti apa yang dia katakan disela ciuman kita. Yang pasti sekarang aku sangat tergila-gila dengan Arka. Arka aku mencintaimu, meski kau tidak mencintaiku.

Aku dorong leher Arka untuk memperdalam ciuman kita hingga tanpa sengaja Arka menekan perutku dengan tangannya. Sontak aku terkejut dan melepaskan ciuman kita. Langsung aku mengelus-elus perutku untuk memastikan bayiku baik-baik saja.

"Ada apa? Perutmu sakit?" tanya Arka khawatir lalu ikut mengelus perutku lembut. Hatiku terasa lebih hangat entah kenapa. Belaian tangan Arka diatas perutku membuatku sangat bahagia. Tapi Arka tidak boleh tahu aku hamil anaknya. Belum saatnya dia tahu. Sekarang aku harus cari alasan yang tepat.

"Aku lapar. Ayo kita cari makanan," jawabku bohong.

"Aku kira kau kenapa-kenapa! Baiklah kita cari makanan. Tapi sekarang...." ucap Arka menggantung diakhir.

"Sekarang apa?"

Arka menyingkapkan selimut yang menutupi tubuh bawahnya. Menunjukkan penisnya yang terlihat membengkak didalam celana dalamnya. Sepertinya harus memuaskannya dulu.

"Rasanya sangat berdenyut-denyut, Dara. Kumohon bantu aku," pinta Arka kepadaku.

Aku hela napas berat. "Baiklah, kemarilah adik manis." Arka tersenyum lebar. Selebar semprotan spermanya yang membasahi wajahku.

×××

"Dara... kau ingat saat kita ciuman tadi," tanya Arka sambil sesekali mengelap bibirku yang belepotan karena aku makan terlalu lahap.

"Sepertinya tidak. Kita banyak sekali berciuman tadi," jawabku sambil mencoba mengingat-ingat ciuman kita tadi. "Memang kenapa? Arka?" tanyaku kembali.

Arka tersenyum lalu menggelengkan kepalanya pelan. Membelai rambutku lembut. Memintaku untuk meneruskan makan malamku. "Makanlah yang banyak. Setelah ini kita istirahat."

"Bisakah kita nonton film saja setelah ini. Aku bosan jika terus istirahat," pintaku. Bukan ini seperti permintaan anakku. Anak Arka juga 'kan. So, tidak masalah.

"Baiklah apa saja yang ingin kau lakukan, mari kita lakukan. Makanlah dengan lahap." Aku mengangguk senang. "Kau juga makanlah dengan lahap, Arka. Jangan memperhatikan aku terus. Aku merasa tidak nyaman. Kalau begitu mau aku suapi?"

"Tidak, terima kasih. Aku bisa makan sendiri." Arka tampak aneh. Tapi aku tidak begitu mempermasalahkan keanehannya. Aku terlalu fokus dengan makananku. Kenapa makan nasi goreng terasa sangat enak sekali. Padahal aku jarang sekali makan nasi goreng. Apa ini kesukaan anakku?

Refleks aku langsung menyentuh perutku sendiri. Tersenyum kecil dan menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutku. Dalam hati aku tertawa sekaligus merasa sangat bahagia. "Ternyata kau sangat suka nasi goreng, ya. Baiklah bunda akan makan banyak nasi goreng!" ucapku dalam hati kepadaku anakku. Aku bahkan tidak perduli Arka menatapku aneh.

"Kau terlihat sangat bahagia, Dara?" tanya Arka.

"Aku memang selalu bahagia. Kau saja yang tidak pernah memperhatikanku!" jawabku merasa kesal.

"Iya-iya, mulai sekarang aku akan selalu memperhatikanmu, Daraku sayang,"  ucap Arka gemas mencubit pipiku yang penuh dengan nasi goreng. Aku tepuk tangan Arka kesal.

"Jangan cubit-cubit! Selera makanku bisa hilang!" protesku lalu tiba-tiba handphone Arka yang diletakkan diatas meja berdering.

Sekilas aku melihat panggilan dari nomor yang tidak di kenal. Arka buru-buru mengambil handphonenya dan berdiri. Pamit untuk mengangkat telepon di luar. "Aku tidak akan lama," katanya.

"Baiklah, jangan lama-lama." Mungkin telepon penting soal pekerjaannya. Aku tidak perlu ambil pusing atau curiga. Arka memang seorang yang gila kerja. Apalagi seharusnya hari ini dia menyelesaikan pekerjaannya tapi malah menghabiskan waktu bersamaku.

Aku lanjutkan makan malamku sendirian hingga semua makanan habis tanpa sisa. Aku lihat jam tanganku menunjukkan pukul delapan malam lebih sepuluh menit. Namun Arka belum juga muncul. Sudah sepuluh menit aku menunggu. Kenapa Arka lama sekali mengangkat teleponnya.

Aku mulai bosan akhirnya menyusul Arka yang tadi berjalan keluar restoran. Tapi diluar restoran Arka tidak ada. Sebenarnya dia pergi kemana?! Kenapa tidak memberi kabar atau apapun. Aku jadi khawatir.

Akhirnya aku putuskan untuk pergi ke kamar. Mungkin saja Arka pergi ke kamar, karena laptopnya ada disana. Dia membutuhkan laptopnya untuk bekerja. Ya pasti Arka pergi ke kamar duluan tanpa sempat pamit. Dengan sedikit berlari kecil aku pergi menuju kamar yang telah kita pesan tadi siang. Rencananya malam ini kita akan bermalam di hotel. Kemudian pagi-pagi sekali kita pulang karena aku ada bimbingan ujian nasional di sekolah.

Entah kenapa hatiku sedikit sakit melihat kamar yang gelap dan sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Arka disini. Bahkan laptopnya masih seperti posisi awal, tergeletak diatas nakas. Sebenarnya dimana Arka pergi. Dia bahkan tidak menelfonku juga!

Baiklah aku coba untuk menelfon Arka. Dengan jantung yang berdegup kencang aku berusaha untuk menenangkan diriku sendiri. Sialnya tidak ada jawaban dari Arka. Panggilan telepon dariku justru ditolak, setelah hampir sepuluh kali lebih aku berusaha untuk menelfonnya.

Aku merasa sangat kesal, marah, dan ingin menangis. Aku ditinggalkan sendirian. Arka pergi entah kemana tanpa kabar. Bahkan telepon dariku ditolak. Arka kau dimana?

To Be Continued

Jangan lupa untuk selalu vote dan komentar, ya 😉

Makin banyak yang komentar, makin semangat author untuk update!

MY PASSIONATE IT'S YOUWhere stories live. Discover now