26th Card

141 40 14
                                    

Hi there? How was your day?

----

Kehidupan terus bergerak dan menolak untuk ditebak.

Jihye kira, detik ketika dia tanpa ragu menyobek pergelangan tangan sekaligus urat nadinya adalah akhir dari perjalanan hidupnya. Jihye kira, kisah yang sama sekali tidak disukainya ini tidak akan berlanjut. Jihye kira dia tidak perlu lagi bertemu Hoseok. Memandang wajahnya, mendengar suaranya, merasakan kehadirannya, Jihye kira dia tidak akan lagi berurusan dengan laki-laki itu. Namun nyatanya, takdir tidak mengizinkannya untuk kabur. Jihye tetap selamat.

Perempuan itu tersenyum miris memandangi pergelangan tangannya yang masih terbalut perban. Sesekali nyeri terasa pada bagian yang terluka, mengingatkan Jihye pada tindakan bodohnya kala itu. Terlalu menuruti emosi dan tidak memikirkan akibat ke depannya. Di pikirannya saat itu Jihye hanya tidak ingin terus tersakiti. Dia juga takut jika anaknya akan merasakan penderitaan yang sama dengannya. Jihye ingin menyudahi semuanya. Ingin menutup lembaran kisah hidupnya yang tidak begitu baik. Namun Jihye lupa, dia bukan Tuhan yang Maha Berkuasa. Jihye tidak berhak atas nyawanya apalagi nyawa anaknya yang bahkan belum terlahir ke dunia. Jihye tidak punya kuasa untuk memastikan masa depan. Bisa saja keputusan sepihaknya kemarin memutus tali kebahagiaan yang akan diterima anaknya. Jihye kini merasa kecewa pada dirinya sendiri yang terlalu mudah menyerah.

Jihye tidak mau egois lagi.

Sementara di sisi lain, Hoseok tampak ragu mendekati Jihye yang tengah menghabiskan sore harinya di taman belakang. Mereka kembali tinggal di rumah orangtua Hoseok dengan pertimbangan kesehatan Jihye dan kehamilannya yang sudah semakin tua. Ibu Hoseok benar-benar memberikan perhatiannya pada sang menantu, begitu juga dengan ayah Hoseok. Tiga hari yang lalu Ibu Jihye akhirnya pamit pulang dan berjanji akan kembali mengunjungi Jihye secepatnya. Perempuan baruh baya itu masih begitu tampak khawatir. Namun orangtua Hoseok menjanjikan bahwa mereka akan menjaga Jihye sebaik mungkin. Sebagai gantinya Nyonya Jung akan menghubungi Nyonya Han setiap malam untuk menceritakan perkembangan Jihye.

Hubungan Hoseok dengan ayahnya sendiri malah semakin mendingin. Kemarin malam sebuah tamparan keras diterima Hoseok saat berbicara hanya berdua dengan beliau. Sudut bibirnya bahkan masih terasa perih hingga saat ini, mengingat betapa kerasnya pukulan Tuan Jung kemarin. Dan Hoseok menerimanya. Tidak menyangkal bahwa dia memang bersalah.

“Ayah tidak pernah mengajarimu menjadi pengecut Jung Hoseok!” Hoseok mengingat jelas bentakan ayahnya kemarin malam saat Hoseok mengatakan belum punya rencana untuk pernikahannya ke depan. Hoseok buntu. Tidak menemukan jalan keluar. Dia tahu jika tidak segera mengambil langkah hubungan keduanya tidak akan bisa diselamatkan. Hoseok jelas tidak menginginkan semuanya berakhir seperti ini. Dia ingin tetap bersama Jihye. Dia ingin menghabiskan sisa hidupnya hanya bersama Jihye. Namun Hoseok takut. Hoseok takut menghadapi Jihye. Katakan saja Hoseok memang pengecut, tapi Hoseok tidak ingin, Jihye kembali menyakiti diri hanya karena tidak mau ada Hoseok di dekatnya. Hoseok takut menyakiti Jihye. Hoseok tahu sebenci itu Jihye pada dirinya.

Ayah memang tidak pernah mengajariku menjadi pengecut, ayah hanya kerap kali menempatkanku pada situasi yang pada akhirnya membuatku tidak bisa memilih.”

*

“Bicara dengan Jihye, Hoseok,” ujar Nyonya Jung, mengetahui kegamangan hati putra bungsunya dalam menghadapi masalah pernikahannya. Makan malam bersama sudah selesai dilaksanakan, tapi anak bungsunya tampak belum ingin berlalu dari meja makan. Istrinya bahkan sudah masuk kamar sejak beberapa menit yang lalu, ayahnya juga sudah pasti tengah sibuk dengan buku bacaannya.

“Apa yang membuatmu ragu? Kau sendiri yang meminta pada kami untuk tidak membahas tindakan nekat Jihye dengan alasan menjaga perasaannya, tapi jika kita hanya berpura-pura segalanya baik seperti sekarang, itu tidak akan menyelesaikan masalah, Nak. Kita tetap tidak tahu perasaan Jihye yang sebenarnya. Apa yang dia pikirkan? Apa yang dia rasakan? Apa dia masih memiliki pemikiran untuk menyakiti dirinya sendiri?”

House of Cards✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora