8th Card

264 43 22
                                    

Bersikap manis di hadapan ibu mertuanya memang Hoseok tidak perlu berpura-pura, karena pada dasarnya menghormati orang yang lebih tua adalah keharusan bagi Hoseok. Namun jika harus berpura-pura menjalani hubungan yang begitu hangat dengan Jihye sepanjang hari, Hoseok tentu tidak sanggup. Beruntung dia dan Jihye tidak harus melakukan itu.

Tadinya Nyonya Han ingin menginap satu malam dengan alasan menuntaskan rindu pada anak sewata wayangnya. Hoseok sudah kewalahan mendengar itu, apalagi Jihye. Untung saja Jungkook merengek mengajak pulang karena besok dia ada acara ke luar kota dengan temannya. Akhirnya Nyonya Han harus puas hanya bisa memberikan wejangan singkat kepada calon ibu muda itu. Jihye memeluk ibunya erat, seakan menyerap kekuatan dari perempuan hebat yang sanggup membesarkan anaknya seorang diri. Jihye tidak berharap nasibnya akan sama dengan perempuan yang telah melahirkannya. Namun, menjadi sekuat ibunya bukanlah suatu hal yang buruk.

Sepeninggal ibunya dan Jungkook, Jihye memilih menghabiskan waktunya di depan televisi. Menikmati cemilan buatan tangan sang ibu dengan rakus. Entah mengapa dia sedang ingin bermalas-malasan saat ini. Hingga tidak menyadari kedatangan Hoseok dengan segelas susu coklat di tangan.

"Minumlah," kata Hoseok, menyodorkan cairan berwarna pekat tersebut ke hadapan Jihye. Jihye hanya memandangi tanpa berniat menerima. "Aku tidak memasukkan apa pun, jika itu yang kaupikirkan."

Mendengar itu Jihye berdecih, meraih gelas susunya dan meneguk hingga habis. " Terima kasih," ujarnya. Meletakkan gelas kosong di meja.

Hoseok mengambil posisi di sebelah Jihye, ikut menonton apa yang tengah dinikmati perempuan itu.

"Terima kasih," gumam Jihye sekali lagi.

"Tak masalah, hanya segelas susu."

"Terima kasih sudah menghubungi ibuku."

Hoseok diam. Namun, segaris senyum samar menghias wajahnya. Dia melakukan hal yang benar. "Kapan aku bisa menemanimu check up?"

Jihye mengernyit mendengar pertanyaan itu. Kenapa Hoseok malah bertanya padanya, sementara yang tahu kesibukkan Hoseok hanya dirinya sendiri.

"Maksudmu kapan jadwal check up-ku selanjutnya?" Hoseok mengangguk kikuk, menyadari kesalahan bahasanya. "Dua minggu lagi aku akan kembali menemui Aerin. Jika tidak sibuk, kau boleh ikut."

"Aku tidak sesibuk itu. Tentu saja aku ikut."

Jihye memilih diam tidak menanggapi. Hoseok jadi sedikit bawel sejak mengetahui kehamilannya. Apa jika Jihye tidak hamil tetap ada kemungkinan bahwa Hoseok akan bersikap seperti ini? Atau hanya karena anak ini saja? Tentu saja begitu, batinnya mengingatkan. Memangnya apa lagi alasan Hoseok bersikap baik padamu Han Jihye?

"Jihye," tegur Hoseok pelan. "Ceritakan tentang dirimu."

Jihye tidak langsung menjawab. Pandangannya masih berfokus pada televisi, meski pikirannya tidak. "Tidak ada yang menarik dariku," gumamnya datar. "Editor tetap di sebuah kantor penerbitan yang kebetulan menikah dengan Jung Hoseok pewaris utama restoran. Kau sudah tau itu kan?"

Tentu saja.

"Semua orang yang dekat denganmu juga tahu hal itu. Tidakkah ada hal lain yang bisa diketahui suamimu?"

"Menggelikan Jung Hoseok. Jangan berubah secepat ini, aku tidak terbiasa." Hoseok tertawa kecil mendengar tanggapan jujur Jihye. Aneh juga menyebut dirinya sendiri suami, sementara dia hanya beberapa kali mau berbicara dengan istrinya. Belakangan, Hoseok berpikir, Jihye tidak melakukan kesalahan apa pun hingga harus mendapat perlakuan tidak baik darinya. Paling tidak, Hoseok berusaha memperbaiki.

"Kau tahu, Jihye. Menjadi ayah secepat ini tidak pernah ada dalam rencana hidupku," ujar Hoseok terus terang. Jihye terdiam mendengar itu. Ada bagian dalam dirinya yang seketika ingin marah, tapi ditahannya. Menunggu kelanjutan pernyataan Hoseok. "Tapi bukan berarti aku tidak senang mendengar kabar kehamilanmu. Aku hanya tidak tahu harus berbuat apa."

House of Cards✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang