2nd Card

310 61 9
                                    

Bagi seorang Jung Hoseok, ada tiga sosok perempuan di dunia ini yang begitu dia sayang melebihi apa pun. Perempuan pertama dalam hidupnya adalah sang ibu. Malaikat tak bersayap yang melahirkan dan membesarkannya. Selalu ada di sisinya dalam segala keadaan. Tidak pernah mengeluh meski Hoseok jauh dari sosok anak laki-laki yang bisa dibanggakan. Hal itulah yang membuat Hoseok kerap merasa berdosa dan tidak ingin menyakitinya. Dia akan mengusahakan yang terbaik untuk tidak mengecewakan ibunya.

Kakaknya, Jung Jiwoo, meski begitu cerewet dan kerap mengomelinya, adalah sosok perempuan yang paling dia hormati setelah sang Ibu. Terlahir sebagai dua bersaudara dan hanya saling memiliki satu sama lain membangun kedekatan yang kuat di antara mereka. Hoseok tumbuh menjadi adik laki-laki yang protektif, begitu juga Jiwoo. Perempuan itu bahkan kerap menonton ketika Hoseok sedang perform, sekadar untuk memberinya dukungan.

Perempuan terakhir yang begitu dia puja adalah perempuan yang saat ini duduk di hadapannya, Lee Hana. Kekasihnya.

Hoseok tahu dia sudah menjadi laki-laki yang sangat berengsek dengan tidak melepaskan Hana ketika dia bahkan sudah memiliki istri. Dia tidak punya pilihan lain. Hoseok begitu mencintai Hana, sedang pernikahannya dengan Jihye sama sekali bukan sesuatu yang dia inginkan. Jadi dia berharap, ketika perjanjiannya dengan sang ayah bisa berhasil dia buktikan, dia akan berpisah dengan Jihye dan kembali bersama Hana. Meresmikan hubungan mereka di mata hukum maupun agama. Jelas mempertahankan Hana adalah satu-satunya hal yang harus ia lakukan.

“Kau mau pesan apa?” tanya Hoseok lembut, meneliti menu yang disediakan kafe tempat mereka bertemu saat ini. “Macha Latte?”

“Tidak. Terima kasih,” tolak Hana halus. Gadis itu tampak cantik hari ini. Ralat, tampak selalu cantik bagi Hoseok, hanya saja sekarang penampilannya sedikit lebih anggun. Hoseok kerap melihat Hana dengan rambut kuncir kudanya saat latihan, tapi kali ini dia membiarkan rambutnya tergerai panjang. Polesan make up natural dan sapuan lipstick tipis yang cocok dengan warna bibirnya membuat Hana tampak lebih segar. Hoseok tidak bisa untuk tidak jatuh sekali lagi pada pesonanya. Hana adalah partner dance yang juga diingkan Hoseok untuk menjadi partner hidupnya.

“Hoseok,” panggil Hana pelan, seperti hendak mengutarakan sesuatu. Pandangan matanya tampak sedikit gelisah, lalu dia menunduk, menghindari kontak mata dengan Hoseok. “Aku minta maaf.”

Ucapannya terdengar yakin meski begitu lirih. Hoseok mengernyit heran.

“Minta maaf?”

Hana mengangguk.

“Untuk?” Hoseok mengalihkan seluruh perhatiannya pada Hana. Menyadari ada hal serius yang sepertinya ingin dia bicarakan. Ada jeda panjang yang tercipta. Dan Hoseok tetap menunggu dengan sabar. Sama sekali tidak mendesak Hana untuk bicara. Meski dalam hati begitu penasaran dan menerka-nerka. Gadis itu tengah menimbang apa yang akan dia katakan. Berusaha meyakinkan diri bahwa keputusan yang akan diambil nantinya sudah benar. Dia harus mengatakannya. Hoseok harus tahu.

“Aku … sama sekali tidak meragukan perasaanmu,” katanya mengawali. Hana mengangkat kepala mencoba memandang Hoseok, tapi gadis itu menghindari matanya. Tatapan mata Hoseok, terlalu menyakitkan bagi Hana. Gadis itu melanjutkan, “Aku tahu kita berdua saling mencintai dan terikat oleh rasa itu. Aku berkali-kali mengatakan pada diriku bahwa kau dan aku tercipta untuk saling membahagiakan pada akhirnya. Tapi, semakin aku memikirkan hal itu, selalu ada satu kenyataan yang membuatku tidak bisa melangkah lebih jauh dari hanya sekadar membayangkan.”

“Hana, maksudmu―”

“Kau sudah menikah, Hoseok, dan itu bukan denganku.”

Hoseok terdiam mendengar penuturan Hana. Seperti ada tamparan keras yang menghantamnya. Menyadarkan Hoseok bahwa dia benar-benar keterlaluan. Dia sudah menyakiti Hana dengan meminta perempuan itu untuk tetap berada di sisinya. Tapi Hoseok tidak ingin berhenti. Dia tidak bisa.

“Hana kau tahu pernikahanku bukan seperti pernikahan yang sesungguhnya,” ucap Hoseok, berusaha meyakinkan Hana. “Ini hanya semacam syarat dari ayahku. Tunggulah sebentar. Aku mohon.”

Laki-laki itu berusaha meraih tangan Hana, menggenggamnya erat. Tidak berniat melepaskannya barang sekejap. Namun, Hana menggeleng.

“Aku bisa menunggu Hoseok. Aku bisa. Tapi aku juga perempuan di sini. Aku memikirkan istrimu. Bagaimana jika aku ada di posisinya. Kalau kau bisa mempermainkan pernikahan dengannya, seandainya kita menikah nanti pun, kau juga bisa melakukan hal yang sama.”

Hoseok menggeleng kuat. “ Tidak akan. Itu tidak akan terjadi. Aku mencintaimu Hana. Aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku denganmu.”

“Aku ingin kita berpisah Hoseok. Tolong hargai keputusanku. Semoga bahagia.”

***

Jihye memasuki kamarnya dengan lelah. Hari ini sama sibuknya dengan hari-hari biasanya. Banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan di kantor. Ditambah dengan deadline-deadline yang mengejar. Perempuan itu menjatuhkan diri pada ranjang tanpa repot-repot mengganti pakaian. Punggungnya perlu diistirahatkan, begitu juga pikirannya. Dia butuh tidur. Namun otaknya dengan kurang ajar malah kembali memutar kejadian pagi tadi. Saat ia menemukan suaminya sedang bersama dengan perempuan lain di sebuah kafe. Mungkin kekasihnya, pikir Jihye.

Tentu saja dia tidak membuntuti Hoseok. Dia sedang berdiskusi di luar kantor dengan penulis yang naskahnya tengah ia tangani. Entah mengapa dari banyaknya kafe yang ada di kota ini, dia secara kebetulan berada satu kafe dengan Hoseok. Pasti hanya dia yang menyadari hal itu, karena Hoseok terlalu serius dengan perempuan yang ada di hadapannya.

Jihye tidak cemburu. Sungguh. Hanya saja, melihat kejadian tadi membuatnya kembali berpikir, apa memang di dunia ini tidak ada laki-laki baik? Apa memang keputusannya untuk menikah sudah benar? Mengingat alasan keduanya menikah hanya karena sebuah perjodohan, Jihye tahu jawabannya tidak. Tapi apakah memang benar-benar tidak ada harapan?

Kenapa dia selalu dipertemukan dengan laki-laki yang tidak baik? Ayahnya berselingkuh, mantan kekasihnya mengkhianatinya, dan sekarang Hoseok. Laki-laki yang menikahinya tapi masih berhubungan dengan perempuan lain di luar sana.

Tapi biar bagaimana pun, Jihye akan berusaha mempertahankan pernikahannya. Bukan karena dia memiliki perasaan untuk Hoseok. Dia hanya tidak ingin kehidupan pernikahannya berakhir sama seperti apa yang dialami ibunya. Dia ingin membuktikan bahwa pernikahan masih merupakan suatu ikatan yang suci. Jika dia memilih menyerah dan bercerai, dia akan sama seperti ayah dan ibunya.

Dia tidak mau.

xxxxxx
Sedang rajin-rajinnya, Bung😂
Bagaimana pendapatmu sejauh ini? Boleh berkomentar dan terima kasih sudah mampir💕
Dydte, 14 Desember 2018

House of Cards✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang