7th Card

304 52 39
                                    

Kehidupan selalu punya cara sendiri untuk memberimu kejutan. Entah melalui pertemuan atau bahkan kehilangan. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan diri, karena jika bisa, akan banyak peristiwa yang batal terjadi. Akan banyak kejutan yang tak memiliki arti.

“Maka tidak perlu berterima kasih, mari kita pertahankan bersama. Pernikahan ini dan juga bayi kita.”

Jihye menatap Hoseok dalam. Mencari kesungguhan dari pandangan laki-laki di hadapannya. Dalam kepalanya muncul pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah Hoseok yakin dengan tawarannya? Apakah Hoseok mengatakan ini bukan karena tertekan? Apakah menerima tawaran Hoseok adalah langkah yang benar?

Belum sempat Jihye mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang menganggu pikirannya, Hoseok menariknya dalam dekapan. Menghapus semua ragu yang Jihye rasakan. Mengosongkan pikirannya. Sejenak perempuan itu menegang, sedikit waspada. Namun, tidak ada hal lain yang dilakukan Hoseok. Mungkin laki-laki itu hanya berusaha menenangkan istrinya.

“Percayalah padaku,” bisik Hoseok yakin. “Aku minta maaf.”

Tidak ada jawaban dari Jihye. Dia hanya diam, membiarkan Hoseok memeluknya walau tidak terlalu erat. Hari ini semuanya terlalu penuh dengan kejutan. Kehamilannya dan sikap Hoseok sekarang ini, bukankah terlalu tiba-tiba?




Nyatanya, Hoseok sendiri yang saat ini tidak percaya pada dirinya. Mengingat kejadian kemarin, dia mulai memikirkan keputusan tentang mempertahankan pernikahan. Kedengarannya memang tidak ada yang salah, tapi Hoseok tidak begitu yakin.

Ini bukan lagi tentang perjanjian antara dia dan ayahnya, tapi lebih serius dari itu. Komitmen? Mungkin. Hal yang tidak bisa diputuskan dengan terburu. Pernikahannya dengan Jihye yang tidak pernah menjadi keinginan murni dari keduanya. Apakah ini akan berhasil? Atau malah menarik kemungkinan yang lebih buruk untuk hidupnya?

Apakah … jika Hana yang menjadi pasangannya Hoseok akan sebimbang ini?

Sialan! Bahkan perempuan itu sudah mengkhianatinya secara terang-terangan dan Hoseok masih saja sempat memikirkannya.

Hoseok menghirup udara banyak-banyak, sepertinya dia perlu menjernihkan pikiran. Pria itu bangkit dari kursinya dan berjalan masuk ke dapur restoran. Jam makan siang sudah lama berlalu, dapur tidak begitu sibuk. Taehyung adalah orang pertama yang menyadari kedatangan Hoseok. Pemuda itu menyapa dengan senyum kotaknya.

“Bos! Ada sesuatu yang kau butuhkan?” sapa Taehyung ramah, dari balik bahunya Hoseok bisa melihat Seokjin yang tengah sibuk menumis sesuatu.

“Tolong buatkan aku kopi dan antar ke ruanganku,” kata Hoseok singkat, sebelum kembali pergi.

Namun, bukannya Taehyung yang datang mengantar kopi. Sosok Seokjin yang tampan―setidaknya begitu kata para pelanggan remaja, menyapa dengan secangkir kopi pekat dengan asap yang masih mengepul.

“Seseorang kembali punya masalah?” tanya Seokjin, meletakkan cangkir di atas meja, duduk di hadapan Hoseok.

“Setiap orang memang punya masalah masingh-masing kan, Hyung,” balas Hoseok datar seperti biasa. Meraih tatakan cangkir.

“Jadi kali ini apa masalahmu?”

Hoseok tidak menjawab dan memilih menyesap kopinya. Masih panas.

Namun sedetik kemudian, laki-laki itu menatap Seokjin serius. “Menurutmu, Hyung. Apa yang dilakukan seorang pria ketika mengetahui bahwa dia akan menjadi ayah?”

Seokjin mengernyit heran. “Pertanyaan macam apa itu? Tidak ada yang lebih susah?”

“Nanti saja yang lebih susah. Sekarang jawab ini dulu,” ujar Hoseok gemas, tapi malah dihadiahi sentilan pedas oleh Seokjin.

House of Cards✓Where stories live. Discover now