49||

28.5K 2K 275
                                    

Mau nya si harus selalu bahagia, tapi kata itu seakan-akan mustahil untuk jalan hidup kita.
_____________________________________

Kangen ga?

Sehabis dari rumah sakit, Arkan tak langsung membawa Disa untuk pulang kerumah. Ia membawa Disa untuk mampir terlebih dahulu ke supermarket jumbo yang biasa mamanya kunjungi untuk berbelanja. Tepat, Arkan selalu menemani mamanya jika belanja bulanan.

Arkan menggandeng Disa untuk masuk kedalam supermarket ini. Menggenggam erat jari jemari Disa ke genggaman tangan nya. Tak membiarkan celah sedikitpun dan enggan memberikan ruang agar Disa jauh dari dekat nya. Sedangkan Disa yang di perlakukan seperti itu oleh Arkan hanya menurut. Membiarkan begitu saja perlakuan dari Arkan.

"Kok gak bilang-bilang dulu kalau mau belanja. Tau gitu gue bisa nge list dulu apa-apa aja yang mau dibeli." Ujar Disa yang berada di sisi kiri Arkan.

"Biar surprise aja." Arkan tersenyum kecil, tangan kanan nya menarik trolli belanjaan ini.

"Sok-sok an surprise." Cibirnya sembari mengulum sebuah senyuman.

Arkan hanya merespon nya dengan kekehan kecil. Melanjutkan langkah nya menyusuri lorong rak yang terdapat berbagai macam belanjaan. Disa yang berada tepat disisi kiri Arkan itu juga ikut mengikuti langkah suami nya ini.

"Mau beli apa dulu nih?" Tanya Arkan melirik ke arah wanita yang tinggi nya hanya sebahu nya ini.

"Liat-liat keperluan ibu hamil dulu gimana?" Disa ikut melirik ke arah wajah Arkan.

"Yaudah cus." Arkan langsung membelokkan haluan pada rak belanjaan yang akan mereka tuju.

Disa ingin melepaskan genggaman tangan Arkan. Hal itu dikarenakan dirinya dapat merasakan bagaimana sulitnya pergerakan Arkan, terlebih saat mendorong trolli belanjaan ini.

Namun, aksi itu tidak dibiarkan begitu saja oleh Arkan. Dengan sangat sigap Arkan menghambat aksi Disa tersebut. Dengan cekatan menahan tangan Disa supaya tak terlepas dari genggaman tangan nya. Tatapan Arkan juga reflek tertuju pada wajah Disa.

"Kenapa? Mau nyoba-nyoba lepas? Iya?" Arkan menaikkan kedua alisnya.

Hanya sebuah respon cengiran lebar dari Disa untuk detik ini.

"Malah nyengir." Arkan menoel gemas hidung Disa.

"Udah gini aja, jangan coba-coba ngelepas genggaman tangan gue. Gak betah banget kayanya tangan lo gue genggam gini." Arkan kembali memalingkan wajahnya, fokus menatap lorong rak yang sedang ia telusuri.

"Ihh bukan gitu. Takut nya lo susah gerak, apalagi sambil dorong trolli."

"Susah dari mana? Gak ada kata susah bagi gue."

"Selagi gue nyaman, gue troboss."

"Lagian ga bisa tunda dulu apa? Dirumah juga masih banyak waktu."

Lagi-lagi secara spontan wajah Arkan terpaling menatap wajah Disa. "Lo ngasih kode? Ngasih lampu ijo buat gue?"

Arkan mengulum senyum nya. "Kalau udah kaya gini, gue gak bakalan nyia-nyiain kode dari lo. Lagian lo selalu aja mancing, selalu ngasih kode tersirat buat gue. Padahal lo tau kalau gue gampang kepancing kalau soal begituan."

"Pulang dari sini langsung start ya. Dan tandanya sama sekali gak boleh ada kata penolakan." Arkan menekan kalimatnya, senyuman miring yang sulit diartikan sudah terbit disudut bibirnya.

Disa meneguk saliva nya kasar. Sepertinya ia tak sadar akan kata-kata yang baru saja ia lontarkan. Dan alhasil sangat berdampak besar pada lelaki bernama Arkan ini.

DISA | brokenWhere stories live. Discover now