Chapter 3

785 113 4
                                    


Happy reading guys...

 

   

  

 
 

Semalam yang Renjun ingat adalah dirinya yang duduk dilantai persis dibalik pintu kamarnya, merenung sendiri bersama bayangan masa lalu yang selalu membuatnya bahagia sekaligus jatuh, jatuh dalam luka yang entah akan hilang atau tidak.

Tapi saat ini ketika terbangun, dia berada diatas ranjangnya dengan sebuah plester penurun panas yang menempel di dahinya, dan juga kemeja sang papa yang menyelimuti tubuh bagian atasnya.

Shitt..

Renjun mengumpat kala dia mencoba untuk bangun. Rasa pening di kepalanya sungguh menyiksa. Dia layaknya pesakitan, begitu lemah.

Lemah, ya.??

Dia tersenyum sumir, dia tidak ingat apapun selain dia yang termenung sendiri semalam. Dan setelahnya...
Dia tidak tahu, siapa yang memindahkannya kesini, ke tempat tidurnya dan memakaikannya plester penurun panas ini. Ah ya, tentu saja orangtuanya. Iyakan.??

"Sayang, udah bangun.?" Dia meringis kala kepalanya berhasil dia tegakkan.

Diambang pintu, dapat Renjun lihat sang mama membawa nampan berisi bubur juga segelas air masuk diiringi dengan papanya dibelakang. Dia menoleh malas, membuang muka kala kedua manusia paruh baya itu nendekat.

Sang mama kemudian mengecek kembali suhu tubuh Renjun, menempelkan telapak tangannya ke dahi sang putra.

"Syukurlah panasnya udah turun," Renjun hanya diam kala sang mama memperlakukannya layaknya anak kecil yang tengah sakit. Karena jujur saja, dia rindu seperti ini.

"Jangan keseringan hujan hujanan, kamu sakit kan jadinya."

Namun kala sang mama menyalahkan hujan, dia tidak terima. Bukan hujan yang membuatnya sakit. Hujan tidak pernah membuatnya sakit. Tapi dunia, keadaan yang membuatnya sakit.

"Karena mama gatau rasanya jadi aku."

Hanya itu yang  mampu Renjun keluarkan, sang mama menatap lirih kearah Renjun yang kini memicingkan mata padanya "Renjun gak pernah halangin kebahagiaan mama, jadi mama juga gak berhak ngelarang Renjun ngerasain bahagianya Renjun."

Karena hujan, adalah satu satunya hal dimana rasa bahagianya muncul.

"Maaf, maafin mama nak.." bahu itu kemudian bergetar, sang papa yang berada dibelakangnya pun langsung mendekat. Mengusap bahu bergetar itu sambil berkata lirih "udah.. " katanya.

"Keluar.!!" Pandangan Renjun kini lurus menatap tembok kosong di depannya tanpa ekspresi

"Renjun.. "

"GUE BILANG KELUAR.!!" teriakan itu membuat mamanya berjengkit, terlalu kaget akan bentakan yang diberikan oleh Renjun padanya.

Meski enggan, dia akhirnya menuruti perintah sang anak. Dia keluar digiring oleh sang suami yang merengkuhnya. Hatinya terasa berdenyut, sakit.

"Renjun cuma butuh istirahat.. dia butuh waktu sendiri." Hibur sang suami kala mereka telah keluar dan menutup kembali pintu kamar.

●●●●

Renjun tidak tahu, apakah saat ini dia menjadi tokoh antagonis di kehidupannya atau tidak. Karena dia banyak membenci, karena dia banyak mengeluarkan emosi entah pada siapa saja.

Dear U || NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang