Chapter 21

286 32 9
                                    

Jari telunjuk panjang itu mengetuk-ngetuk meja, rahang tegasnya dia topang dengan satu tangan dengan arah pandangnya yang tak lepas dari pintu utama. Sore itu, Jeno menunggu sang papa tiba dengan tekad yang bulat untuk satu hal.

Tiga permintaan yang akan sang papa kabulkan. Dia akan meminta salah satunya kali ini.

Menit berlalu, akhirnya pintu besar itu terbuka membawa tubuh tegap sang papa yang melangkah pasti mendekati arah Jeno.

"Jen, tumben udah pulang" Jaehyun menaruh tas kerjanya diatas meja, lalu duduk di samping Jeno saat sang putra menepuk sofa kosong di sebelahnya.

"Jeno mau ngomong sama papa.. "

"Ada sesuatu yang kamu butuhin.?"

"Bukan," Jeno menggeleng "tapi Jeno mau minta satu dari tiga permintaan yang papa janjiin ke Jeno."

Jaehyun hanya mengulas senyum tipis sebelum meraih ponsel miliknya dari dalam saku jas. Entah apa yang dia ketik, namun setelahnya pria paruh baya itu menatap sang putra dengan tatapan tajamnya, raut wajahnya juga berubah tak seperti tadi "memangnya kamu sudah melakukan hal apa smpai sudah berani menagih janji itu ke papa.? Sudah bisa kamu mengemban tugas perusahaan.? Sudah bisa kamu memajukan perusahaan melebihi kinerja papa, Jeno.?"

Jeno sudah menduga bahwa sang papa akan berlaku demikian, makanya dia sudah menyiapkan segalanya. Jeno menyodorkan sebuah dokumen yang dia persiapkan sebelumnya. Hasil kemajuan perusahaan yang beberapa bulan ini dia pimpin, kemajuan yang signifikan hingga nilai jual saham yang tadinya rendah kini meroket kembali. Bukankah itu sudah cukup untuk ditukar dengan satu permintaan yang papanya janjikan.?

"Belum cukup, pa.? Bahkan ini melebihi ekspektasi papa, bukan.?" Ucap Jeno tenang, namun disambut decihan meremehkan dari Jaehyun.

"Tau dari mana kamu.? Tcih, bahkan ini belum seberapa.. "

"Lalu yang papa mau seperti apa.? Apa papa baru menuruti keinginan Jeno setelah Jeno merebut semua perusahaan milik papa dan mengatasnamakan semuanya dengan nama Jeno.? Kalau memang yang papa mau seperti itu, oke, Jeno bakal lakuin hal itu." Satu tarikan nafas, tanpa jeda, tanpa koma. Jeno berbicara dengan intonasi dinaikkan membuat sang papa tersenyum miring. Berani sekali anak ini, pikirnya.

"Pah.." seru Jeno memanggil Jaehyun yang kini beranjak dari sofa.

"Papa capek, buang-buang waktu kalo cuma bahas hal gak penting seperti itu, paham kamu."

Jeno tak mau tau.. permintaannya terasa diremehkan oleh sang papa. Dengan cekatan dia meraih lengan sang papa yang kini akan menaiki anak tangga "jadi begini yang katanya sosok Jung tidak pernah mengkhianati ucapannya."

"Gak nyangka ya, ternyata Jeno punya orangtua pengecut.. orangtua yang ngejilat ludahnya sendiri, persis kaya anjing" Jeno mengucapkan kalimat terakhirnya persis di hadapan wajah Jaehyun yang kini mulai memerah. Dia yakin, bahwa saat ini sang papa tengah menahan emosinya.

"Jaga ucapan kamu Jeno.!!"

"Untuk apa? Bukankah apa yang aku ucapkan itu benar, tuan Jung Jaehyun yang terhormat.?" Sarkas Jeno lagi

Jaehyum meremat kerah kemeja Jeno membuat Jeno sedikit tercekik namun tak menggentarkan nyalinya, dia masih menatap sama tajamnya kepada sang papa.

"Berani kamu berlaku tidak sopan kepada orangtuamu, hanya karena obsesimu itu terhadap kakak kamu sendiri.. "

Jeno semakin geram mendengar ucapan sang papa. Kenapa bisa-bisanya dia menuduh Jeno terobsesi kepada Renjun? Dia hanya menagih janji, dan ayolah.. apa selama ini perasaan cintanya hanya terlihat seperti sebuah obsesi? Untuk apa Jeno berjuang keras jika itu hanya sebuah obsesi? Demi Tuhan, dia mencintai Renjun dengan tulus, dengan sepenuh hati.

"Obsesi?"

Jeno melepaskan cengekaram tangan Jaehyun di leher kemejanya. "Pikiran papa terlalu picik kalo nuduh Jeno cuma terobsesi sama dia, pa. Jeno bukan lelaki gak punya otak, bukan seorang pecundang yang mengedepankan nafsu ketimbang perasaan."

Senja itu, keheningan yang mengakhiri perdebatan sepasang papa dan anak. Jeno melangkah pergi kembali, keluar dari rumah yang semakin lama semakin terasa seperti neraka.

Sementara Jaehyun masih mematung dibatas tangga, dia menatap nanar punggung sang putra yang kian menjauh.

"Maafkan papa, nak. Papa hanya belum siap mewujudkan segala yang kamu inginkan. Papa belum siap kehilangan segalanya."

Jaehyun memejamkan matanya yang perlahan terasa berat, pria itu meraih pegangan tangga saat tubuhnya terasa oleng. Lalu dia terduduk, dia meremat kepalanya yang terasa pening. Tanpa terasa dia menangis, entah sejak kapan hanya saja satu tetes itu lolos begitu saja mengenai telapak tangannya.

"Doyoung hyung, maafkan aku terlalu pecundang menjadi seorang ayah"

"Jadi, bisa jelasin apa yang kamu maksud dengan Jeno terobsesi sama kakaknya, Jae.?" Ditengah keterdiamannya itu, suara Winwin membuat Jaehyun mematung seketika.

Tuhan, harus bagaimana Jaehyun saat ini.?

.

.

.

.

.

.

Rumah yang terasa seperti neraka tampaknya telah lama tersemat dalam hati Renjun. Tanpa siapapun tahu, Renjun terasa di kerangkeng saat berada disini. Di rumah yang seharusnya menenangkan, di rumah yang seharusnya menghangatkan.

Rumah yang selama ini menanamkan luka di hatinya semakin dalam.

Dengan kedua mata yang terbuka sempurna, Renjun menikmati tiap adegan yang tersaji dihadapannya. Dimulai dari perdebatan antara Jeno dan Jaehyun, drama tarik menarik keduanya, dan diakhiri oleh kehadiran sosok mamanya yang kini masih tetap sama berdiri disana menodong jawaban dari Jaehyun.

Renjun hanya tersenyum miring, tetap diam dan menikmati detik demi detik yang sepertinya terasa berat bagi Jaehyun.

Apa yang akan pria itu jawab kepada mamanya.? Apakah dia akan jujur dan membongkar semua fakta yang sejak dulu di tutupi. Atau, malah membuat semuanya semakin rumit.? Membiarkan rumah tangga yang mereka bangun berpondasi kebohongan dan pengorbanan paksa oleh kedua putranya.?

Renjun akui. Dia adalah seorang pengidap depresi akut. Tapi demi Tuhan, dia masih punya akal sehat untuk menjalani hari-harinya tanpa harus berbohong demi sebuah kebaikan.

Dan pada akhirnya, ketika kedua telinganya menangkap jawaban dari Jaehyun, tawa mengejeknya menggelegar begitu saja memecah ketegangan di dalam rumah megah ini.

"Tuan Jung Jaehyun yang terhormat.." ucapnya seolah mengejek sambil menampakkan dirinya yang sejak tadi bersembunyi di belakang pilar ruang keluarga "..saya harap Tuhan masih menaungi kebahagiaan pada diri anda dan keluarga"

Benar dugaannya. Jaehyun akan lebih memilih menutupi kebohongan yang dia buat, juga menambah lagi skenario baru untuk menutupi kebohongan sebelumnya.

'Jeno mulai terobsesi dengan Renjun, sebab dia enggan dijodohkan' katanya.



-,-

Selamat berhari minggu💚

Maaf ya, book ini ngaret terlalu lama. Bagi yang masih nunggu makasih banget, aku harap kedepannya aku bisa cepet update biar cerita ini cepet rampung.

Have a good day, stay healthy and love you💚

Dear U || NorenWhere stories live. Discover now