Chapter 17

440 52 4
                                    

Enjoy reading....



 

Jeno mendengus kesal kala sang sahabat dengan tidak tahu dirinya malah tertawa disaat hatinya tengah dilanda kelabu. Dalam hati pemuda Jung tersebut merutuki keputusannya untuk mendatangi Jaemin disaat seperti ini.
Menyesal dia menceritakan kejadian dua hari yang lalu kepada si pemuda Lee itu.

"Lagian lo bodoh banget jadi orang, hahaha.." tawa itu tak lepas dari wajah menjengkelkan seorang Lee Jaemin

"Gue gak butuh lo ketawain asal lo mau tau, Na." Asap yang tadi masih berhembus kini telah hilang, setidaknya empat batang nikotin yang telah Jeno habiskan sejak dia berada disini.

"Oke sorry." Jaemin menghentikan tawanya, kemudian menatap Jeno dengan prihatin "Gue gabisa ngomong apa-apa Jen. Selain gue mengumpat dan ngebego-begoin lo buat saat ini."

Jeno terdiam, memainkan bungkus rokok yang hanya tersisa dua batang di dalamnya.

"Mana ada sodara yang kaya gitu, nyosor cium, shock lah dia bego."

Jeno memicingkan matanya tajam.

"Apa.??" Sulut Jaemin tak terima dia ditatap begitu

"Mending lo buang jauh-jauh pikiran buat pacaran lagi, apalagi kalo berharap sampe nikah. Gabisa, kecuali ya ortu kalian udahan." Lanjut Jaemin lagi.

Jeno tertohok, hatinya mengelak akan hal itu namun logikanya membenarkan. Kalimat Renjun semalam benar-benar membuatnya tak dapat lagi berfikir apapun.

"Takdir selalu bikin gue ketawa, Na. Selalu bikin gue jadi orang yang bahagia di muka bumi ini." Jaemin hanya mampu tersenyum tipis kala Jeno berucap kebalikan dari kenyataan pahit hidupnya.

Miris..

Takdir memang selalu mempermainkan hidup sahabatnya.

Bahu yang terlihat layu itu dia tepuk beberapa kali, berharap sedikit kekuatan tersalur didalamnya.

"Udahlah Jen, relain kalo emang kisah lo sama Renjun cuma sampe kakak adekan gini. Gue yakin ko, didepan sana ada seseorang yang bisa gantiin posisi Renjun di hati lo. Begitupun sebaliknya--aduhh." Jeno melempar bungkus rokok hingga mengenai tepat diwajah pemuda Lee.

Jaemin terlalu gampang berbicara batinnya.

"Ngomong doang mah gampang, praktekinnya yang susah bego." Kesal Jeno. Lagian Jaemin mana tahu seberat apa perjuangan Jeno selama ini, lalu apa harus begitu saja dia menyerah karena takdir yang bermain lucu.??

"Iya susah, tapi kan lo belom coba.."

Memilih mengabaikan ucapan Nana yang menurutnya terlalu asal, Jeno mengecek  ponselnya. Satu notifikasi masuk dari sang papa.

"Gue harus pergi."

"Kemana.?"

Kening pemuda Lee menukik, namun sebelum mendapat jawaban dari kalimat 'kemana' yang dia lontarkan, Jeno telah terlebih dahulu pergi darisana.

○○○○

Jeno melirik kesana dan kemari sesaat setelah sampai di gallery. Netranya mencati si empu yang tidak kelihatan batang hidungnya.

Dimana Renjun. Bahkan di ruangannya pun tidak ada. Dalam keramaian oleh sesaknya pengunjung gallery, satu-satunya sosok yang Jeno kenali hanyalah pemuda beralis camar yang kini perlahan menghampirinya.

Lengan kekarnya tanpa aba-aba menyeret Jeno ke sebuah ruangan yang tertutup. Ruangan khusus milik Renjun ketika melukis.

"Lo." Tunjuknya tepat dihadapan wajah Jeno "Dimana Renjun lo sembunyiin.?"

Dear U || NorenWhere stories live. Discover now