Chapter 23

242 30 9
                                    

Happy reading..
Tumben banget kan update secepat ini.?? Hahahaaa














 




Ucapan Renjun tentang membantu Jeno ternyata bukanlah bualan semata. Dia benar-benar melakukannya. Entah apa yang menjadi dorongan terbesarnya, namun yang pasti, Renjun hanya ingin dirinya membantu dan sedikit sakit yang dia rasakan perlahan memudar. Semoga.

Meja makan yang biasa hanya dipenuhi denting sendok dan garpu yang beradu, kini nampak berbeda sebab dua manusia yang biasa saling diam kini bercakap-cakap. Siapa lagi kalau bukan Jeno dan Renjun.

Winwin tentu tersenyum bahagia sebab merasa anak-anaknya kini sudah bisa menerima satu sama lain. Tapi tidak untuk Jaehyun. Dia menyadari bahwa ada suatu hal dibalik akurnya kembali hubungan Jeno dan Renjun.

"Pah, tumben nasi gorengnya gak dihabisin.?" Tanya Winwin pada sang suami saat melihat Jaehyun menenggak habis air putih di gelasnya.

"Cukup, aku kenyang" timpalnya singkat.

Jaehyun berdehem setelahnya, kemudian menarik diri dari meja makan. Dia segera pamit meninggalkan ketiga orang disana setelah ponselnya berbunyi.

Tersisa Winwin, Jeno, serta Renjun.

Keheningan yang biasa melanda, kini berganti dengan tanya mengalun tanpa henti. Membahas hal random apa saja sebelum kedua anaknya bergegas pergi.

"Yaudah, kalau gitu kalian hati-hati ya. Jeno bawa mobilnya jangan ngebut, Renjun juga, jangan lupa makan siang ya. Jangan sampe lambungnya kumat." Ucap Winwin pada kedua anaknya.

Blup ..

Pintu mobil Jeno tertutup rapat, dan mobil Audy hitam itupun melaju meninggalkan halaman rumah mewah keluarga Jung.

Semakin menjauh mobil sang putra, senyum yang tersungging sedari tadi kini lenyap, berganti dengan raut tak terbaca Winwin. Tentang ucapan Jaehyun kemarin, benarkah Jeno terobsesi dengan Renjun? Jika iya, ketakitan mulai mendera sebab Winwin tidak ingin Renjunnya mendapat luka baru.

Winwin, tolong jangan jadi manusia bodoh

Sepanjang jalan, hanya tercipta hening sebelum akhirnya Jeno berdehem. Mencairkan suasana. Tepat saat lampu merah menyala, mobil Jeno berhenti. Kecanggungan tak dapat terelakkan, namun sebisa mungkin keduanya terlihat biasa saja.

"Kak" dengan nada ragunya Jeno memanggil Renjun. Kedua obsidian mereka bersitatap cukup lama, hingga terlihan simpul senyum tercetak di wajah tampan Jeno.

Kelu, tentu saja. Rasanya sesak kala menyebut nama Renjun dengan sebutan kakak. Pun Renjun, dadanya mencelos kala mendengar Jeno menyebutnya dengan sebutan itu. Sejak dulu, hal yang paling Renjun benci adalah ini, status mereka yang membuat keduanya terjebak dalam kisah dan kebencian tak berujung.

"Boleh, aku ajak kakak ke suatu tempat?"

"Aku harus kerja" jawab Renjun

"Ada hal penting yang aku mau omongin"

Renjun melirik kearah Jeno yang kini tengah menatapnya, dalam, tatapan Jeno entah mengapa tak pernah berubah sejak dulu. Begitu dalam dan lembut kepada Renjun.

Sedikit menimang, pada akhirnya Renjun menyerah juga. Dia merogoh sakunya kemudian mengeluarkan benda pipih dari sana. Dia mengetikkan beberapa pesan kepada asistennya jika hari ini dia tidak akan datang ke galery.

"Terimakasih" setelah Jeno menangkap persetujuan dari Renjun.

☆☆☆☆☆☆

Dear U || NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang