Chapter 24

289 33 4
                                    

Happy reading...









Hingga matahari memancarkan semburat jingga di ufuk barat, mereka berdua masih setia disana, duduk di hamparan rumput hijau nan luas beralaskan dedaunan kering yang berserakan.

Renjun sudah bisa menenangkan dirinya saat ini, hanya tersisa Jeno yang masih belum bisa menetralkan debaran jantungnya sebab perasaan campur aduk yang dia rasakan semenjak tadi.

"Apa lo benci setelah papa lo ngejual cerita omong kosong ke mama gue tentang kita?"

Yang Renjun maksud adalah tentang ucapan Jaehyun bahwa dia terobsesi dengan Renjun.

"Apa yang harus aku benci dari dia, sedangkan hal yang lebih buruk pernah dia kasih ke aku?"

Jeno menerawang jauh ke masa lalu, dimana hari-hari yang dia lalui bukanlah sebuah hal yang mudah. Kekangan dan tuntutan untuknya selalu menjadi yang terbaik sejak kecil, tak ayal pukulan Jeno dapatkan kala dirinya tak mampu memberikan hasil sesuai apa yang sang papa dan mama minta. Bukankah itu jauh lebih dari sakit jika dibandingkan dengan fitnahan Jaehyun tempo hari?

Mama, sosok yang Jeno cintai nyatanya pun tak jauh berbeda dari sang papa. Orangtua yang Jeno pikir akan memberinya kelembutan itu justru mendidiknya amat sangat keras, jika papa jarang berada di rumah sebab alasan bisnis, maka sang mama yang selalu berada di rumah akan mengajarkan Jeno segala hal meski saat itu usia Jeno belum pantas untuk mempelajari semuanya, teemasuk urusan bisnis dan management.

Jeno tersenyum sumir. Mungkin jika di dunia fiksi, anak SMP atau SMA sudah bekerja dan belajar mengelola perusahaan keluarga bukanlah hal yang aneh, sudah biasa dan terlihat keren. Namun Jeno hidup di dunia nyata, dan kenyataan pahit itu sayangnya dia alami, tidak ada keren-kerennya sama sekali, malah dia tersiksa, beban yang dipikul Jeno remaja sungguhlah berat. Dia dituntut agar selalu menjadi yang pertama, hidupnya hanya belajar, belajar, belajar, dan belajar.

Mama selalu bilang "jika bukan kamu yang mewarisi Jh group siapa yang akan meneruskan, belum lagi kalau Kim corporation juga ikut diwariskan ke kamu. Jangan bikin mama malu karena kamu bodoh Jeno"

"Seburuk-buruknya orangtua, aku masih percaya bahwa papa adalah orangtua yang baik buat aku, buat anaknya"

Benarkan, begitu?

Jeno hanya ingin berfikir positif sebab dia tidak mau terlalu memikirkan hal-hal yang tidak penting, tidak bagus untuk kesehatan otaknya.

"Omongan lo mungkin ada benernya. bagi gue, orangtua gue, cuma papa yang begitu, yang sayangnya tulus ke gue" 

"Kenapa begitu?"

"Apa yang bisa lo harapkan sama orangtua yang pura-pura saling mencintai dengan alasan supaya anaknya tumbuh dengan baik?"

Jeno tak bisa menjawab sebab dia juga masih belum menemukan jawaban untuk satu pertanyaan itu. Pertanyaan yang selama ini juga bercokol di hatinya.

"Lo tau kisah kedua orangtua lo?" Lagi, Renjun bertanya

"Mama sama papa gue nikah karena dijodohin, dunia bisnis emang sengeri itu, ya?. Sampe-sampe orang yang gak pernah kenal sebelumnya harus rela duduk di satu kursi pelaminan? Mereka nikah cuma karena kesepakatan kerja sama? Yang gue salut, mereka bisa ngejalanin hidup seperti layaknya suami istri hingga lahirlah gue sebagai anaknya"

Renjun mengambil nafas dalam, mengumpulkan keberaniannya untuk mengorek kembali luka-luka lama yang ingin dia singkirkan itu.

"Gue tumbuh jadi anak kecil yang bahagia makan disuapin, tidur ditemenin, setiap minggu kita jalan-jalan, meski kadang papa yang lebih banyak dirumah karena mama sering keluar kota. Tapi mama gak pernah sedikitpun mengabaikan tugasnya sebagai seorang ibu ketika di rumah. Masa kecil gue bener-bener indah. Hingga pada akhirnya... "

Dear U || NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang