10. TEMAN KECIL

2.6K 257 7
                                    

Aro memutar-mutar pulpen ditangannya sambil berpikir keras menghadap monitor. Sebenarnya menjadi seorang CEO bukanlah keinginan Aro. Ia tidak berbakat sama sekali, seringkali Aro gagal padahal ia sudah berusaha keras. Tapi, otaknya itu memang otak udang.

"Grafiknya udah bagus, tapi promosi pemasarannya yang kurang. Mungkin dari kemasannya yang kurang menarik, jadi konsumen juga gak bakal ada yang melirik." ujar Poppy tidak sengaja melihat layar laptop Aro.

"Kok lo bisa tau?"

"Saya kan lulusan manajemen ekonomi, pak. Yang kayak begini mah masalah sepele perusahaan."

"Oh ya?"

"Kalau bapak gak keberatan, saya bisa ajarkan."

Aro mengangguk seraya berdiri dari kursinya. Ia mempersilakan Poppy untuk duduk di kursi kekuasaannya dan mengajarkannya berbisnis yang baik.

Bukannya fokus pada penjelasan Poppy, Aro justru malah melihat wajah Poppy yang jaraknya tidak jauh darinya.

Manis sekali.

"Gimana, pak? sudah paham?" tanya Poppy membuat lamunan Aro buyar.

"Saya masih gak paham bagian ini." kali ini Aro harus sportifitas, ia harus benar-benar menyimak penjelasan Poppy.

Aro mengigit ujung pulpen berusaha untuk menyerap semua penjelasan Poppy. Kali ini Poppy justru yang jadi salah fokus, saat ia menoleh pada Aro ia bisa melihat wajah pria itu dari jarak yang dekat. Ternyata Aro sangat tampan sekali kalau diperhatikan sediteil ini. Mengigit pulpen dengan dasi yang tidak diletakkan ditempatnya dan dua kancing kemeja putih yang terbuka, kenapa Aro sangat terlihat....

 Mengigit pulpen dengan dasi yang tidak diletakkan ditempatnya dan dua kancing kemeja putih yang terbuka, kenapa Aro sangat terlihat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Seksi banget." gumam Poppy yang terdengar oleh Aro.

"Hah?"

"E-ehhhh tadi sampe mana?" tanya Poppy gelagapan.

"Sampe lo bilang seksi banget, siapa yang seksi?" tanya Aro membuat Poppy semakin gugup.

"Nggak! kapan gue bilang gitu, ngaco lo!" elak Poppy.

"Salah denger kali gue, yaudah lanjutin jelasinnya."

"Lagian lo gimana sih masa CEO gak tau masalah beginian."

"Gue itu sebenernya mau jadi pemain basket, tapi nyokap maunya gue jadi penerus perusahaan bokap." cerita Aro membuat Poppy tahu satu fakta tentang pria itu.

Aro mau jadi pemain basket? ya cocok sih.

"Terus kenapa lo gak nolak aja?" tanya Poppy penasaran.

"Kenapa ya, mungkin karena gue gak mau Bunda sedih. Udah cukup dia sedih setelah kepergian Ayah, jangan sampe dia juga sedih punya anak satu-satunya yang brengsek kayak gue gini. Mungkin ini kesempatan buat gue ngebahagiain Bunda." ucap Aro tanpa sadar justru bercerita masalahnya.

Poppy menangis dan itu membuat Aro heran.

"Gue selama ini salah nilai lo, Ro. Gue pikir lo itu gak lebih dari sekedar seorang pembully, cowok jahat, gak berperasaan—"

"Kok lo jadi ngatain gue sih?"

"Eh maap kebablasan, tapi lo itu ternyata cowok yang cinta banget sama bunda. Lo ngingetin gue sama seseorang,"

"Siapa?"

"Temen kecil gue, gak tau juga sih dia dimana sekarang. Padahal dulu kita janji mau nikah kalau udah gede, hahaha." Poppy tertawa kecil mengingat masa kecilnya yang membahagiakan.

"Kalo gue ini temen kecil lo, gimana? masih mau nikah sama gue?"

•••

Juna melirik Poppy yang sedari tadi tampak gelisah. Kadang gadis itu bergumam tidak jelas lalu menampar pipinya sendiri.

"Kamu ada masalah, Pop?" tanya Juna.

"Hah? nggak, nggak ada apa-apa kok." jawab Poppy grogi.

Ia kepikiran terus perkataan Aro di kantor. Mana mungkin Aro teman kecilnya itu kan? lagian nama mereka beda jauh, teman kecil Poppy namanya Ryaga bukan Aro. Jelas sekali bukan orang yang sama!

"Pop, kamu sebenarnya kenapa? dari tadi gak bisa diam, tempat tidurnya jadi goyang saya gak bisa tidur."

"Aku gak apa-apa kok, aku keluar sebentar ya mau ambil minum." Poppy turun dari ranjang dan bergegas keluar kamar.

Kenapa ia jadi memikirkan Aro terus ya? rasanya tidak tenang kalau belum memastikannya. Tadi, saat Aro mengatakan kalau dia adalah teman kecil Poppy saat itu juga Poppy langsung bangkit berdiri dan pergi begitu saja dari ruangan Aro.

Poppy mengigit bibir bawahnya, ia menatap layar ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Apakah Aro sudah tidur?

Poppy mendial nomor telepon Aro lalu menempelkan ponsel pada telinganya.

"Hm?"

Deg...deg...deg...

"I-itu lo u-udah tidur ya?" tanya Poppy gugup.

"Kalo udah tidur gue gak ngangkat telpon lo."

"Ehh iya juga ya, hehehe."

"Kenapa?"

"Besok kerja pagi kan ya?" Aduh Poppy kenapa jadi bahasa kerja pagi sih?!

"Hah?"

"Nggak-nggak! lupain-lupain! gue mau nanya soal percakapan kita tadi di kantor."

"...."

"Halo Aro? Lo denger gue kan?"

"Iya."

"Lo beneran Ryaga?"

Cukup lama jeda hingga akhirnya terdengar helaan nafas Aro diseberang sana.

"Aro Danuarta Ryagan nama panjang gue. Waktu kecil ayah sering panggil nama belakang gue, katanya lebih keren. Tapi, semenjak ayah meninggal Bunda gak suka lagi kalau nama gue disebut Ryaga. Dan soal gue pergi tanpa bilang sama lo itu, gue bener-bener ada masalah keluarga yang gue gak ngerti dulu. Kita sekeluarga pergi ke luar negeri dan baru balik saat usia gue enam belas tahun, maafin gue ya, Sia."

Poppy melotot kaget saat Aro memanggil nama kecilnya. Nama itu tidak ada yang tahu selain keluarganya dan Ryaga.

"Terus gimana lo bisa tau kalau gue ini Sia?"

"Gelang yang ada ditangan lo. Gue sempet terharu karena ternyata lo masih pake gelang itu padahal itu cuma gelang murahan yang gue beli di amang-amang."

Poppy menutup mulutnya tidak percaya, bagaimana mungkin Aro mengingat itu semua? ia menitikkan air mata bahagia.

"Ryaga gue kangen banget sama lo..."

"Siapa Ryaga?"

Poppy menoleh ke belakang dan terkejut saat melihat Juna berdiri dibelakangnya.

"Juna..."

My Cutie Pie WifeWhere stories live. Discover now