28. CIUM PIPI

6.5K 329 9
                                    

"Jadi, kamu sebelumnya pernah menikah?" tanya bunda Aro menatap Poppy dan Aro bergantian.

"Iya, Tante."

"Kenapa bisa bercerai?"

"Suaminya dulu menceraikan karena mengira Poppy mandul, tapi sebenarnya Poppy subur kok bund! malam pertama Aro jamin langsung jadi cucu." ucap Aro membuat Poppy rasanya ingin mencubit ginjal pria itu.

"Bunda gak bisa mengatur kehidupan Aro apalagi jodoh Aro. Bunda memang ingin yang terbaik untuk putra bunda satu-satunya-"

"Ryaga. Apa dia bukan putra, Tante?" ucap Poppy rasanya kurang nyaman saat wanita paruh baya dihadapannya mengatakan kalau Aro putra satu-satunya.

"Kamu.... tahu darimana?" Bunda menatap Aro seolah bertanya apakah dia yang memberitahu kepada Poppy soal Ryaga.

"Saya sahabat Ryaga dan saya juga sudah tahu kalau Ryaga sudah meninggal."

"Poppy..." Aro hendak menghentikan Poppy membahas Ryaga kepada bundanya.

"Ah begitu. Senang bertemu teman Ryaga, anak itu tidak pernah memberitahu memiliki teman."

"Tentu saja Tante tidak akan diberitahu, Tante tidak peduli kepadanya bukan?" tanya Poppy tersenyum.

"Poppy, kamu keterlaluan." tegas Aro hendak menarik tangan gadis itu dan membawanya pergi dari hadapan bundanya, tapi sang bunda justru meminta Aro untuk tetap diam ditempatnya.

"Kamu benar. Saya gak peduli kepadanya."

"Bagaimana bisa seorang ibu bersikap begitu kepada putranya sendiri."

"Saya memang jahat kepada putra tiri saya, tapi saat itu kamu tidak mengerti situasi nya." Bunda menarik nafas dalam-dalam agar tidak merasa sesak saat mengingat Ryaga.

"Bunda-" Aro hendak menghentikan pembicaraan ini rasanya, tapi bundanya keras kepala untuk tetap melanjutkan pembicaraan menyakitkan ini.

"Saya tidak bisa mencintai Ryaga lagi saat itu." Bunda bangkit berdiri hendak pergi ke kamarnya, namun Poppy langsung menahannya.

"Situasi seperti apa yang anda maksud? sesulit apa situasi itu hingga anda tidak bisa mencintainya lagi?" tanya Poppy.

"Lain kali saja kita bicarakan ini lagi. Datanglah kemari setelah kamu sudah menjadi menantu saya, dengan begitu saya akan lebih nyaman bercerita dengan kamu." Bunda tersenyum manis lalu mengusap lembut rambut Poppy.

"Antar dia pulang, Aro. Sudah malam nanti orangtuanya mencari." ucap Bunda lalu pergi meninggalkan Aro dan Poppy.

"Aro maaf."

"Sudahlah, ayo pulang."

Aro berjalan terlebih dahulu menuju mobil. Poppy jadi merasa bersalah kepada Aro karena sikapnya yang memang sedikit keterlaluan kepada bunda pria itu.

Didalam mobil keheningan menyelimuti mereka berdua. Poppy melirik Aro yang fokus menyetir mobil.

"Gue minta maaf. Gue gak suka aja pas Tante Rissa bilang lo anak dia satu-satunya, walaupun Ryaga bukan anak kandung seharusnya dia gak membedakan kalian. Kalo tahu saat itu Ryaga menderita gue mungkin bakal bawa kabur dia sejauh mungkin." Ujar Poppy membuat Aro memberhentikan mobilnya di pinggir jalan.

"Gue cerita waktu itu bukan berarti bunda jahat sama Ryaga. Soal bunda yang gak ngakuin Ryaga didepan umum itu supaya dia gak merasa menderita nantinya, lo tau gara-gara pembicaraan tadi gue yakin bunda sekarang lagi nangis di kamarnya, dia bakal nyalahin dirinya sendiri atas kematian Ryaga. Orang yang paling menderita setelah kepergian Ryaga itu bunda, selama 13 tahun bunda menderita. Apa masih kurang cukup?"

"Gue...."

"Makanya kalau gak tau kebenarannya lebih baik diam. Sifat orang kayak lo yang kadang bikin orang gak bersalah tersakiti."

"Jadi, menurut lo Tante Rissa gak salah? atas sikap dia ke Ryaga lo anggap bener?! Ryaga cuma anak kecil saat itu, Aro! dia gak ngerti apa-apa tapi tiba-tiba dibenci sama satu keluarganya!"

"Kita gak ada yang benci sama dia, Poppy!"

"Terus apa namanya kalau bukan benci?! Tante Rissa ngelarang Ryaga buat deket sama lo dan dia gak dipeduliin terus ayahnya jadi benci sama dia dan itu semua gara-gara lo!"

"IYA ITU SEMUA EMANG SALAH GUE! GUE REBUT SEMUA HAL DARI RYAGA. KENAPA?! LO MAU BENCI SAMA GUE? MAU APA HAH?!" bentak Aro.

Poppy diam menatap sorot mata Aro yang penuh emosi dan kesedihan.

"Sial." Aro memukul stir mobilnya.

"Gue mau pulang." ucap Poppy pelan.

"Sia." Aro hendak meraih tangan Poppy, tapi ditepis pelan oleh sang empu.

"Sia gue minta maaf, gua gak bermaksud buat bentak lo."

"Apa yang bisa gue harapin dari pria tempramental kayak lo? hal kayak gini gue yakin bakal terjadi, jadi gak usah minta maaf."

"Lo pasti berpikir mau putus ya?"

"Hm. Nanti kalau udah sampai rumah gue bakal mutusin lo, kalo sekarang gue takut diturunin dipinggir jalan."

"Sia jangan! gue minta maaf, gue sayang sama lo. Gue janji gak akan emosian lagi." Aro meraih paksa tangan Poppy dan menciumnya cukup lama.

"Pfftt.."

"Kok lo malah ketawa?"

"Lo lucu. Mana bisa gue jauh dari cowok kayak lo." Poppy memeluk Aro sebentar. Merapikan dasi pria itu lalu mengusap lembut pipi Aro.

"Maaf gue masih bahas Ryaga. Pasti lo merasa gak nyaman."

"Gak apa-apa, gue ngerti kok."

"Terimakasih."

"Hm?" Aro menoleh pada Poppy yang menundukkan kepalanya.

"Makasih lo mau ngertiin gue padahal itu bukan hal yang lo suka kan? mengerti orang lain, lo paling gak suka itu." Poppy tersenyum tipis.

"Hmm benar. Gue gak suka itu, tapi demi lo apa sih yang nggak?" goda Aro tersenyum bodoh dan itu membuat Poppy tertawa.

"Gak usah kebanyakan omong kosong."

"Gue serius."

"Hah..cepat antar gue pulang!"

"Lo gak percaya?" Aro mendekatkan wajahnya pada Poppy membuat gadis itu gugup.

"Percaya udah percaya! cepat pulang."

Cup!

Aro mencium pipi Poppy sekilas lalu kembali duduk seperti semula dan mulai menyalakan mesin mobil.

"ARO LO-"

"Ayo pulang!!!" Aro langsung menancap gas membuat Poppy kesal bukan main.

My Cutie Pie WifeWhere stories live. Discover now